When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Tangan Lovinta bergetar saat ingin menorehkan coretan tanda tangan pada kertas perceraian itu. Danial selalu mendesaknya untuk segera menandatanganinya agar lebih cepat Nean menerima surat itu. Di dalam hati Lovinta, gadis itu sebenarnya sangat berat untuk melakukan ini semua, namun mengingat pengakuan Nean satu minggu yang lalu membuatnya perbikir tidak ada gunannya lagi untuk mempertahankan rumah tangganya ini. Tangannya yang masih gemetar itu mulai menorehkan coretan tanda tangan dengan derai air mata yang membanjiri pipinya. “Sudah pah,” ucap Lovinya dengan suara yang serak sembari menyerahkan dokumen itu kembali kepada Danial. “Maafkan papa, papa harus melakukan ini semua demi kamu, sayang. Papa tidak ingin lelaki itu semakin menyakiti hati kamu,” ucap Danial sedih. Lovinta