When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Nean sedang duduk di kursi kebesarannya sembari menunggu dokumen yang akan dia tanda tangani. Saat dia diam, entah mengapa wajah Zee kembali menari-nari di atas pikirannya. Ketika Nean sedang asyik bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba gawai miliknya berdering. “Iya Ivan.” “Bang, lo ada di mana? Bisa kita ketemuan sekarang?” tanya Gilang yang berada di sebrang sana. “Bisa, kita ketemuan di restoran terdekat aja.” “Iya, gua langung menuju lokasi.” Lalu sambungan telepon itu terputus. Nean langung bangkit dari duduknya lalu menyambar jas yang sempat dia lepas tadi. *** Sesampainya di restoran yang telah di sepakati, di sana Nean sudah melihat Gilang sedang duduk di dekat jendela dengan secangkir kopi di depannya. Nean mengernyit saat melihat Gilang melamun seperti banyak pikiran.