#R – Orang Terpilih

1403 Words
Terluka adalah sebuah konsekuensi yang harus seseorang tanggung saat dia sudah berani untuk jatuh cinta, karena saat dia  berani untuk mulai mencintai maka dia juga harus bersedia menelan pahitnya patah hati, karena hakikatnya mencintai tidak lepas dari sebuah kata terbalas atau tersakiti. Saat seseorang memutuskan untuk mencintai dengan setulus hati maka suatu hari orang itu  juga harus bisa merelakan dengan lapang d**a, atau memeluknya dengan erat agar tidak lagi pergi. Sakit karena sebuah cinta adalah hal yang wajar, namun semuanya harus dilalui dalam batas kewajaran jangan sampai kehidupanmu habis tersita untuk meratapi kesakitan, karena kehidupan tidak hanya masalah percintaan, ketika kamu jatuh dan kesakitan bangkitlah dan carilah obatnya, jangan pasrah kemudian menyerah. Alaric melirik sekeliling ruangan yang menjadi hal pertama matanya lihat, dahinya berkerut  bingung saat dia tidak mengenali tempatnya berada, tangannya bergerak menyentuh kening saat dia merasakan ada suatu benda yang terasa sedikit dingin menempel dikeningnya, ternyata ada sebuah handuk kecil yang menempel didahinya, dahi Alaric semakin berkerut bingung. Sampai akhirnya mata Alaric tanpa sengaja menemukan sosok manusia yang belum genap satu bulan dia kenal sedang tertidur lelap, dia duduk diatas sebuah kursi dengan tangan dilipat diatas ranjang tempat Alaric berbaring, kepalanya disimpan diatas lipatan tangan dengan posisi wajah menghadap kearahnya. Dia terlihat begitu tenang dan damai dalam tidurnya, tanpa sadar Alaric tenggelam menatap wajah orang yang sedang tertidur disampingnya, dia hanyut dalam ketenangan dan kedamaian yang terpancar dari wajah seseorang yang sedang tertidur disampingnya itu. “Kenapa tuhan ? kenapa hati ini masih tetap memilihnya meskipun lagi – lagi kesakitan yang aku dapat darinya, kenapa mencintai bisa sesakit ini, sampai kapan aku harus menikmati kesakitan ini sendirian, ini semua terlalu menyakitkan” Alaric bergumam dengan tatapan matanya yang semula memandang wajah damai seseorang yang sedang terlelap disampingnya beralih menatap kearah langit – langit kamar, tangannya mencengkram kemeja dibagian d**a saat dia merasakan kembali rasa sesak atas penolakan yang kembali dia dapat dari perempuan yang sangat dicintainya. Melihat wajah damai perempuan berhijab disampingnya membuat Alaric kembali teringat dengan sosok perempuan yang kemarin sore kembali memberikan sebuah goresan luka didalam hatinya. Bodohnya, hati Alaric masih saja terpaut dengan perempuan itu meskipun dengan jelas kemarin dia mendapatkan sebuah penolakan. “Alhamdulillah, Mas Al sudah bangun” Alaric kembali menolehkan kepalanya kearah samping saat dia mendegar suara lembut yang syarat akan kecemasan terdengar dari sosok disampingnya, Alaric bisa melihat orang yang wajahnya sejak tadi dia pandang secara diam – diam sudah terbangun dan menatapnya penuh kelembutan, bibirnya melukiskan sebuah senyuman, hal itu membuat Alaric tanpa sadar ikut melukiskan sebuah senyuman. “Gimana udah mendingan ? masih ada yang terasa sakit? mas Al laperkan aku buatkan bubur dulu yah” Bukannya menjawab Alaric malah terkekeh, kali ini dia kembali mendapat fakta baru mengenai perempuan berstatus sahabat sekaligus sekertarisnya, dia terlihat cerewet saat sedang khawatir, dan tidak tahu kenapa Alaric merasa gemas melihat tingkahnya, wajahnya yang biasa terlihat tenang dan meneduhkan berubah menjadi lucu hingga membuat Alaric menjadi gemas sendiri. Melihat bos sekaligus sahabatnya tertawa perempuan itu sadar jika dia memberikan banyak pertanyaan tanpa memberikan jeda kedapa Alaric untuk menjawabnya, Intan menundukan kepalanya malu, melihat hal itu Alaric justru semakin terkekeh kencang, karena melihat Intan yang menunduk malu membuat Alaric semakin gemas pada perempuan itu. “Kamu lucu Intan, aku suka kamu yang seperti ini, apa adanya dan terlihat terbuka, tetaplah seperti ini karena aku nyaman bersama kamu yang seperti ini, bersikaplah menjadi sekertarisku hanya saat kita terlibat dalam pekerjaan, sisanya jadilah sahabatku” “Jadilah sahabatku, dan jangan pernah berpikir untuk pergi meninggalkanku, karena disini aku hanya punya kamu, Risa dan juga Hasan, jadi jangan pernah berpikir untuk pergi meninggalkan aku, karena jika kamu melakukannya aku tidak tahu akan seperti apa jadinya hidupnku, sekarang kamu sudah menjadi bagian dari kisah hidupku walaupun perkenalan kita baru beberapa minggu, tapi keseharianku yang hampir habis dilalui bersamamu membuat aku terbiasa dengan kehadiran kamu dalam keseharianku” Ada sebuah letupan kebahagiaan yang tiba – tiba membuncah didalam hari Intan saat mendengar permitaan  dari bos sekaligus sahabatnya itu, kebahagiaan itu seakan menyelinap masuk menciptakan sebuah rasa yang tidak dapat Intan jabarkan dalam sebuah kata, tapi sejurus kemudian Intan jadi penasaran siapa Risa dan Hasan yang Alaric maksud, tapi dia masih belum berani untuk mengutarakan pertanyaannya. “Yasudah aku buatkan dulu bubur untuk Mas Al ya” Alaric mengangguk dengan sebuah senyuman yang mengembang diwajahnya, matanya menatap pergerakan Intan yang perlahan mulai bangkit dari posisi duduknya, kemudian berjalan keluar dari kamar yang sejak tadi pintunya terbuka, tubuh Intan menghilang dari pandangan Alaric saat membelokkan langkahnya kearah kanan menuju dapur. Alaric merasa tidak salah memilih Intan sebagai sahabatnya, karena setelah bertemu Intan hatinya bisa merasa lebih tenang dan lega, pertemuannya bersama Intan seakan menjadi obat rasa sakit dan luka yang semalam terasa sangat perih untuk dia terima.   *** Alaric memeluk lututnya sendiri saat dia merasakan hembusan angin yang menerpa tubuhnya terasa dingin karena hari sudah mulai malam, matanya menatap kearah laut lepas seakan dengan cara itu dia melepaskan semua kesakitan dan memudarkan luka yang masih tersisa didalam hatinya, disampingnya ada Intan yang duduk dengan posisi sama dengannya. Setelah meminta izin kepada nenek Alaric mengajak Intan pergi kepantai dengan terburu – buru dan tanpa ada rencana sebelumnya, bahkan Alaric tidak memberikan sedikitpun waktu kepada Intan saat dia ingin mengganti pakaian, alhasil Intan pergi kepantai hanya menggunakan gamis lusuh yang biasa dia gunakan dirumah saja. “Tan apa yang kamu lakukan saat kamu mencintai seseorang dengan begitu  tulus dan besar tapi sebuah rasa sakit yang kamu dapatkan sebagai balasannya ?” “Perlahan mundur dan mulailah semuanya dari  awal, coba temukan cinta baru dan tumbuhkan rasa cinta itu dengan iman agar saat kembali merasakan sebuah luka dan rasa sakit, bisa mempertebal iman karena kesabaran dan ke ikhlasan kita yang diuji, bukan memberikan kita rasa kesal, marah, benci dan berakhir dengan sebuah keputus asaan” “Bagaimana jika realita tidak semudah kalimat yang kamu ucap, karena aku pernah merasakan sebuah rasa sakitnya mencintai, terluka oleh sebuah harapan yang kembali memberikanku rasa sakit, bahkan semua rasa sakit itu masih terasa sampai detik ini” Alaric menoleh menatap kearah Intan yang pada saat itu ternyata sedang menatap kearahnya juga, lagi – lagi tatapan meneduhkan Intan membuat Alaric merasa penasaran, karena saat matanya melihat mata meneduhkan itu dia seperti pernah melihatnya, tapi tidak tahu dimana. “Apa tiga bulan lalu kamu pernah pergi ke Jerman ?” Alaric tiba – tiba mengalihkan topic pembicaraannya saat dia teringat dengan perempuan yang pernah ditemuinya di Jerman saat dia mengantar Kean dan Kian kesebuah museum. Karena tatapan Intan menurut Alaric sangat mirip dengan perempuan yang saat itu ditabrak  Kean. “Mas Al tahu dari mana ?” “Dari mata kamu, aku pernah melihat mata itu menatapku dengan tatapan kelembutan yang selalu kamu perlihatkan kepada semua orang, dari senyum kamu yang menenangkan aku bisa tahu jika kamu pernah pergi ke Jerman” “Kamu ingat anak kecil yang menabrak kamu saat sedang disebuah musieum, Itu Kean keponakanku” “Apa jadi itu keponakan Mas Al, yaampun ternyata dunia ini sempit sekali, lalu dimana anak kecil yang lucu itu Mas, aku jadi merindukannya” Mendengar hal itu Alaric terkekeh, satu lagi yang bisa Alaric ketahui tentang Intan, dia adalah seorang perempuan yang menyukai anak kecil. Alaric kembali menolehkan kepalanya dan disampinya dia bisa menemukan mata Intan yang selalu memancarkkan aura kelembutan itu sedang menatapnya juga. “Berjanjilah untuk tetap berada disampingku apapun yang terjadi, tetaplah menjadi tameng saat kesakitan itu kembali melandaku lagi, tetaplah menjadi benteng yang menguatkanku agar tidak roboh saat sebuah luka kurasakan lagi, berdirilah disampingku untuk menjadi penopangku Tan” Alaric kembali berujar mengabaikan perkataan Intan yang mengatakan jika dia merindukan keponakannya, karena tatapan mata Intan membuat Alaric lupa akan segala hal, tatapan mata Intan selalu berhasil membuat Alaric ternggelam hingga lupa akan rasa sakit dan lukanya. “Jadilah penawar atas semua kesakitan dan luka didalam hatiku Intan, bantulah aku untuk sembuh” Tatapan mata mereka masih tetap bertahan sampai Alaric menghiri kalimatnya, bahkan Intan sampai melupakan batasnya  sebagai perempuan yang tidak boleh memandang lawan jeninsnya sembarangan, hatinya merasakan sebuah getaran aneh saat mendengar permintaan Alaric yang syarat akan permohonan, getaran perasaan itu tidak pernah Intan rasakan sebelumnya, ada sebuah debaran yang menimbulkan sebuah rasa yang tidak dapat dia ucap melalui sebuah kata, matanya bisa melihat ada begitu banyak luka yang laki – laki itu simpan tapi belum Intan ketahui secara jelas dan pasti mengenai luka dan kesakitan apa yang tersimpan didalam hati Alaric. Namun, disisi lain hatinya merasa bahagia karena Intan merasa jika dia sudah menjadi oraang yang Alaric percaya untuk menyembuhkan lukanya. Tidak ada jawaban yang Alaric dapat, Intan hanya melukiskan sebuah senyuman, dan senyuman itu berhasil menimbulkan sebuah rasa tenang didalam hati Alaric, dia yakin jika perempuan yang sudah dia anggap sahabat itu pelan – pelan bisa membantunya bangun dan kembali mendapatkan semangat  untuk berjuang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD