Tidur Bersama

1016 Words
Bab 12 "Iya, silakan ubah atau tambahkan poin-poin yanb kamu mau," ulang Kaizar, saat Nara masih tercengang dan kehilangan fokusnya. Nara mengambil dokumen tersebut, lalu membacanya sekilas, poin kontrak yang pertama tiba-tiba diubah Kaizar, tanpa sepengetahuannya. "Kenapa tiba-tiba Anda ingin tidur sekamar denganku?" tanya Nara mencoba mencari penjelasan. Untuk sesaat Kaizar tercenung, dia berusaha keras mencari alasan agar Nara mau, tetapi pria itu tidak ingin ketahuan jika dirinya memanfaatkan Nara sesuai anjuran Dokter Luhur. "Bagaimana kalau kejadian kemarin terulang lagi? Bagaimana kalau aku sakit lagi dan kamu terlambat merawatku, lalu aku mati? Kamu pun rugi, bukan?" oceh Kaizar. Nara tersenyum kecut, seraya menatap Kaizar lekat-lekat. Dia kecewa karena sempat berpikir jika pria itu akan mengatakan hal lain. "Ck! Berharap apa aku ini?" gumam Nara. "Aku—" Nara hendak mengatakan penolakannya, tetapi seketika dia teringat tentang ocehan Winda, tentang pengurungan di rumah sakit jiwa. Nara pun mengurungkan mengungkapkan perasaannya, dia menatap Kaizar sekilas, lalu mengambil dokumen itu dan mulai menuliskan sesuatu. "Aku ingin kamu mengelus perutku sehari tiga kali, setiap hari, dan antar aku ke dokter untuk chek up kandungan. Lalu, mencitakan hari-hari yang kamu lalui, pada bayiku," gumam Kaizar saat membaca apa yang Nara tuliskan. "Mengelus perut? Bercerita?" Kaizar bertanya seraya menatap Nara dengan keheranan. "Emh! Kenapa? Tidak setuju?" tanya Nara. Kaizar menggeleng, lalu berkomentar, "Kenapa kamu tidak meminta uang atau properti? Yang kamu tulis selalu hal-hal kecil yang tidak ada untungnya bagimu." Nara hanya tersenyum simpul, menimpali ocehan Kaizar yang memang tidak peka sama sekali. "Dasar tidak peka!" rutuknya, lalu mengambil kertas itu dan pergi begitu saja dari hadapan Nara, dia kembali ke kamarnya dan menyimpan itu di brankas. "Dia itu bodoh atau bagaimana? Aku minta tidur dengannya dan dia hanya minta aku untuk mengelus perutnya setiap hari? Ck!" Kaizar masih mengoceh, lalu pergi ke toilet. Tak lama kemudian, dia kembali dari toilet dan mendapati Nara sudah ada di kamarnya. "Tuan!" panggil Nara. Kaizar yang saat itu belum menyadari kehadirannya pun sedikit terkejut. Kaizar menoleh sebentar. "Hmh!" jawab Kaizar enggan, lalu dia beranjak mengitari ranjang untuk sampai di sisi lainnya. "Boleh aku menanyakan sesuatu?" tanya Nara dengan ragu-ragu. "Tentang apa? Apa kamu ingin tahu tentang rahasiaku dan menjadikan itu tameng?" selidik Kaizar. "Astaga! Aku tak sejahat itu," tepis Nara. "Lalu?" sahut Kaizar datar. Nara membenarkan posisinya, lalu menatap Kaizar dengan saksama. "Apa yang terjadi malam itu? Kenapa Anda bisa melakukannya?" tanya Nara. Kaizar mengembuskan napas pendek, lantas merebahkam diri dan membungkus badannya dengan selimut. "Yang sudah terjadi biarlah, lagi pula aku tanggungjawab, kan?" sahut Kaizar tanpa menatap Nara, dia dalam posisi memunggungi Nara. Nara pun tersenyum lagi, kemudian menggeleng kecil. "Tidak ingin mengulangnya?" goda Nara, lalu dia pun ikut memunggungi Kaizar dan membungkus dirinya dengan selimut. "Berisik!" ketus Kaizar. "Malam itu Anda sangat hebat," oceh Nara, lalu terkekeh. "Diam, Nara!" sembur Kaizar. "Tapi, aku bisa lihat perangai Anda yang dingin, begitu panas saat malam itu, sampai-sampai aku gila memikirkannya," lanjut Nara masih menggoda Kaizar. "Kamu ini, wanita macam apa?" sahut Kaizar. "Hahaha!" Nara tertawa. Lalu, dia teringat sesuatu, secepat kilat dia mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Kaizar. Dan ternyata, Kaizar sudah dalam posisi yang sama, tatapan keduanya bertemu. "Bisa mulai sekarang?" tanya Nara. Mendengar suara Nara yang lembut dan tatapannya yang hangat, tiba-tiba jantung Kaizar merasakan sensasi yang tak biasa. Detaknya lebih kencang dari seharusnya. "A-pa?" Kaizar sampai tergagap dibuatnya. "Aku kan mulai tidur denganmu malam ini, jadi Anda pun bisa memulai mengelus perut dan bercerita malam ini juga," jelas Nara. "Ah, mengelus perut, iya, haha, iya, perut." Kaizar mengoceh, raut wajahnya seketika berubah, yang tadinya tegang kali ini penuh kelegaan. "Memangnya apa yang Anda pikirkan?" tanya Nara. "Tidak ada!" elak Kaizar seraya mengubah posisinya. Nara pun tak ingin mempermasalahkan, perembuan itu beringsut dari tidurnya lalu duduk dan menyandar. Tak lama Kaizar pun mengikutinya dan menatap Nara sendu. Nara mengangkat dagu singkat, dengan maksud memberi kode pada Kaizar untuk melakukan permintaannya. "Aku harus bercerita tentang apa?" tanya Kaizar. "Bagaimana, kalau kamu menceritakan tentang saat kamu di Bali?" anjur Nara. Tentu saja itu hanya akal-akalannya untuk meminta penjelasan tentang noda lipstik di kemejanya. "Baiklah," jawab Kaizar patuh. Nara pun tersenyum senang, dia meraih tangan Kaizar dan menyimpan di perutnya yang semakin kencang dan buncit. "Aku bertemu klien di bali, dia sangat menyukaiku dan kami melakukan kontrak dengan baik," ujar Kaizar tentu saja kaku dan canggung. "Dengan siapa Daddy pergi ke sana?" Nara mengecilkan suaranya, meniru suara bayi. "Sekretarisku!" jawab Kaizar. "Apa terjadi sesuatu yang spesial di tempat itu?" tanya Nara lagi, masih menirukan suara anak kecil. Tiba-tiba, Kaizar tersenyum tipis, lalu dia menyandarkan kepalanya di perut Nara. "Ya, aku ke kamar sekretarisku, dan kami bertempur di sana." Seolah dengan sengaja untuk membuat Nara cemburu, Kaizar mengoceh dengan ambigu, membiarkan Nara memikirkan hal yang negatif. "Iiih! Bagaimana bisa seorang ayah menceritakan hal m***m seperti itu pada anaknya," protes Nara kemudian cemberut. "Pikiran ibumu saja yang m***m, ya, kan?" sahut Kaizar dia menahan tawa. "Lalu apa?" tanya Nara. "Hape kami tertukar dan aku mampir ke kamarnya untuk menukar kembali, tapi Kirana justru menyerangku, begitu saja," jelas Kaizar lalu bangkit dan membenarkan posisinya lagi. "Menyerang?" tanya Nara. Lalu bayangan masa lalu terlintas sekilas di pikiran Kaizar. Membuat pria itu enggan untuk menjelaskannya. "Sudahlah, besok aku ada meeting, kita tidur saja." Kaizar tidak ingin menutupi, hanya saja membicarakan tentang Kirana membuatnya sakit hingga tubuhnya bereaksi. Dia tidak ingin hal itu terus menerus berulang, dia ingin hidup normal. "Anda ternoda?" celetuk Nara. "Enak saja! Imanku kuat!" jawab Kaizar, lalu pura-pura tidur. Nara tersenyum lebar, dia pun merebahkan diri tidur menyamping menatap punggung Kaizar yang lebar. Setelah beberapa saat, Kaizar mendengar dengkuran halus di belakangnya. Dia berbalik dan penasaran dengan wajah Nara saat tertidur. "Cantiknya …." Untuk beberapa saat, perhatian Kaizar tersita oleh wajah sang istri, lalu dia berpikit untuk melakukan sebuah adegan di drama yang meletakkan kepala pemeran utama wanita di dadanya. Akan tetapi, dia takut mengusik tidur Nara. Tiba-tiba, takdir seolah berpihat lagi dan lagi. Nara sepertinya mengerti kemauan Kaizar, dia mulai bergeser tanpa sadar, menjadikan lengan Kaizar sebagai bantal dan memeluk d**a bidang pria itu bagai bantal guling. Kaizar tertegun sesaat. "Kenapa ini terasa sangat nyaman?" batinnya. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD