Bab 7 - Perjanjian Darah Jane Cloude

1503 Words
Suara benda terjatuh yang berasal dari kamar Jane itu terdengar sangat kencang. Aku dan Bapa Michael yang masih berada di bawah langsung naik ke lantai dua ke tempat kamar Jane berada. Daniel, Nyonya Cloude, dan Paman Lou sudah memulai doa di ruang tamu untuk membantu mengurangi hawa dan aura negatif di dalam rumah. Kami bekerja sama dengan baik untuk membantu kelancaran proses pengusiran iblis ini. Aku harap hal ini akan segera menemukan titik terang. Seperti hari kemarin, aku mengusapkan minyak suci ke pintu kamar Jane sebelum membukanya. Aku dan Bapa Michael segera masuk ke dalam dan terkejut dengan keadaan di kamar Jane yang sudah acak-acakan. Barang-barang berserakan di lantai dan terlihat gelap tanpa penerangan. “Lauren, buka gorden jendela itu, lalu nyalakan semua lampu juga. Kita akan segera mulai!” perintah Bapa Michael kepadaku. Aku mengangguk tanda paham dan segera meraba tembok menuju ke jendela. Aku langsung bergegas membuka gorden jendela dan mengikatnya agar tidak tertutup lagi. Setelah itu, menyalakan semua lampu yang ada dengan menekan sakelar on di dinding. Aku pun siap melakukan pengusiran iblis dengan Bapa Michael. Kali ini, kami akan lebih berhati-hati, serius, dan fokus. “In the name of The Father, of The Son, and The Holy Spirit ... Amin!” Bapa Michael memulai dengan tanda salib dan doa. Aku mulai memercikkan air suci ke tubuh Jane. Tubuh itu langsung meronta-ronta, bereaksi atas percikan air suci yang aku berikan. Suara Jane berubah-ubah, meraung-raung, dan meminta kami untuk berhenti melakukan doa maupun percikan air suci. Aku tidak bergeming, sedangkan Bapa Michael membacakan doa-doa khusus untuk pengusiran iblis dengan kencang. Sebenarnya, aku khawatir dengan Tuan Cloude yang sedang mencari keberadaan para pelaku pelecehan terhadap putrinya. Aku khawatir jika Tuan Cloude menemukan pelaku terakhir yang sengaja disembunyikan agar tidak meninggal mengenaskan seperti ketiga pelaku yang lain. Takut jika ada hal buruk terjadi dan membuat lingkaran iblis itu semakin sulit terlepas. Sepertinya, para iblis ini tahu dan menggunakan tipu muslihat yang sangat licik. Mereka akan memanfaatkan Tuan Cloude untuk melakukan hal yang belum bisa mereka selesaikan, yaitu membunuh pelaku keempat dari pelecehan tersebut. Aku sangat khawatir akan hal ini. Aku harap hal itu tidak terjadi. “Aarrrgg ... ka-kau ... makhluk berdarah penyihir! Buta matamu menunjukkan segalanya! Arrgggh! Tak seharusnya kau menyiksa kami di sini! Mengapa kau berkhianat pada kaummu dan membela manusia! Bukankah mereka yang dulu menghina dan hendak membakarmu! Arrrrgggg!” seru makhluk dalam tubuh Jane sambil menyudutkanku. Jane meronta dan perkataan iblis di tubuhnya yang berkali-kali menyudutkanku membuat sedikit tak nyaman. Sebenarnya benar yang iblis itu katakan, dahulu para warga di sekitar tempat tinggalku sangat jahat dan hendak menghabisi aku hanya karena kekuranganku yang buta sejak lahir tetapi memiliki kelebihan di luar nalar manusia. Mereka hendak membunuhku dengan dalih aku ini keturunan penyihir. Namun, apakah masa lalu yang buruk pantas membuatku menjadi orang yang pendendam? Tak akan! “Diam! Kau iblis lemah! Makhluk terkutuk dan tak pantas melihat cahaya! Sebutkan namamu! Siapa namamu!” teriakku sambil berulang-ulang kali memercikkan air suci pada tubuh Jane. Mengerikan! Tubuh Jane mulai melepuh seperti bekas terkena minyak panas dan terbakar. Bapa Michael langsung memegang tanganku untuk menghentikan apa yang aku lakukan. Aku pun berhenti memercikkan cairan air suci ke tubuh Jane. Tubuh Jane menggelepar hebat dengan posisi tangan dan kakinya masih diikat. “Lauren, panggil Tuan Lou dan minta dia hubungi petugas medis gereja untuk segera ke sini!” perintah Bapa Michael padaku dengan tegas. Aku mengangguk dan langsung berlari keluar kamar. Kedatanganku ke ruang tamu membuat Paman Lou berhenti berdoa dan segera berjalan menghampiri ke arahku karena kaget. “Ada apa, Lauren?” tanya Paman Lou terlihat khawatir. “Begini, kata Bapa Michael Paman Lou diminta menghubungi petugas medis gereja untuk segera datang ke sini. Apakah bisa?” Aku menyampaikan hal itu dan terlihat raut wajah Paman Lou seperti tak terkejut. Apakah hal ini pernah terjadi sebelumnya? “Baik, Lauren. Kau kembali ke atas saja. Aku akan memanggil petugas medis gereja.” Paman Lou bergegas pergi meninggalkan rumah, sedangkan Daniel dan Nyonya Cloude masih berdoa dengan khusyuk. Aku kembali ke kamar dan melihat Bapa Michael mengoleskan obat di beberapa bekas luka di tubuh Jane. “Lauren, jangan siksa tubuh ini. Jane pantas diselamatkan. Terlebih ada janin di kandungannya. Kita harus berhati-hati,” lirih Bapa Michael saat menghampiri aku. Aku mengernyitkan dahi. Mengapa harus berkata seperti itu? Apakah Bapa Michael mengira aku sengaja menyiksa Jane? Bukankah kami harus fokus dengan pengusiran iblis ini? Melepuhnya kulit Jane itu karena efek gaib dari percikkan air suci yang tak bisa ditahan oleh iblis. “Ba-baik, Bapa Michael. Maafkan aku,” jawabku menyesal dan tidak ingin berdebat. Aku hanya bisa meminta maaf kepada Bapa Michael. Namun aku melihat senyum licik di wajah Jane. Jebakan! Aku yakin dia menjebak agar aku mendapat peringatan dari Bapa Michael. Aku yakin iblis itu melakukan hal ini agar aku mengurangi kemampuan dalam pengusiran iblis. Iblis licik itu hendak membuatku dan Bapa Michael berselisih paham. *** Aku dan Bapa Michael sudah dua jam lebih menghadapi Jane yang masih kerasukan. Iblis itu mencampur adukkan dusta dan kenyataan untuk mengelabui aku dan Bapa Michael. Kami mulai gusar dengan setiap ucapan yang keluar dari mulut Jane. Menguji iman dan kepercayaan kami dengan mengungkapkan hal-hal yang harusnya tidak diketahui orang lain. Petugas medis yang datang sudah memeriksa kondisi Jane dan menyatakan semua baik. Detak jantung, suhu badan, dan tensi pun baik. Tidak ada tanda-tanda melemah dan lainnya meskipun ada luka melepuh di tubuh Jane. Jane pun menerima nutrisi dari infus yang kemudian kembali dilepas dari tangannya saat habis satu kantong. Aku dan Bapa Michael melanjutkan pengusiran dengan mencoba menguak siapa nama iblis itu. Salah satu cara mengusir iblis dari tubuh manusia adalah mengetahui namanya. Dengan mengetahui nama iblis itu, kami bisa mengusirnya dan mengembalikan ke neraka. “Kalian percuma saja mencoba mengeluarkan kami karena wanita ini yang membuat perjanjian darah dengan kami! Menukar darah dan jiwa dengan kematian empat lelaki kejam yang melecehkan dirinya malam itu! Kami sudah membantu melenyapkan tiga ... dan hanya kurang satu! Kalian tak berhak mengusir kami! Grrrrrr ....” Suara Jane berubah lagi. Iblis yang merasuki Jane tidak ingin keluar dari tubuh gadis itu. Aku yakin setiap iblis memiliki kemampuan dan pemikirannya masing-masing. Aku mencoba menyelami permainannya. Mereka memiliki tujuan yang berbeda dengan merasuki tubuh Jane dan aku harus mengungkapnya. “Iblis pendusta! Tak mungkin Jane melakukan itu!” gertak Bapa Michael yang langsung menempelkan salib di dahi Jane. Seketika Jane kembali meraung-raung dan berteriak kesakitan. Aku yang mengoleskan kembali minyak suci ke tangan dan kaki Jane pun langsung terbawa dalam sebuah penglihatan. Tiba-tiba aku berada dalam dimensi lain. Aku melihat dan mendengar dengan jelas semuanya. Seperti sebuah tayangan film yang diputar tepat di depan mataku. Aku tidak bisa melakukan apa pun selain melihat kejadian itu berlangsung. “Bagaimana rencana malam ini? Gadis itu setiap jam delapan pasti lewat sini.” Seorang lelaki bertanya pada ketiga kawannya. “Baik! Aku sudah pastikan tidak akan ada yang menolongnya. Kondisi kampus sudah sepi. Aman bagi kita,” sahut kawan yang lain. “Laksanakan saja. Aku sudah tak tahan ingin melumatnya. Ha ha ha ....” Lelaki yang masih muda itu menyeringai. “Kau yakin dia masih perawan?” Mereka berempat berunding soal hendak melakukan kejahatan pada Jane. “Iya, aku yakin! Aku kawannya saat sekolah di desa. Aku tahu dia sangat pendiam. Pokoknya kamu tak akan kecewa!” Ternyata Jane dijadikan korban oleh kawan sepermainan di desa demi sebuah kelompok agar terlihat keren di kampus. “Baiklah. Kalau begitu, pertama aku. Kedua kamu, ketiga kau ya, dan terakhir dia saja. Ha ha ha ha ....” Orang yang menjadi ketua itu memberi instruksi. Rasanya ingin sekali aku memukul mereka berempat, tetapi tidak bisa. “Wah, tak asyik jadi terakhir! Enak kalian dong!” “Mau tidak? Kalau tak mau, pergi sana!” “Ya deh. Pasrah.” Keempat orang itu sudah berunding sebelum akhirnya menyergap Jane Cloude yang baru saja menutup perpustakaan kampus. Kata Tuan Cloude, Jane magang menjadi penjaga perpustakaan demi membantu kebutuhan dan pembiayaan kuliah. Aku sangat miris melihat kejadian itu berlangsung di depan mata. Ingin sekali menolong, tetapi tidak bisa melakukan apa pun. Benar yang dikatakan Jane tempo lalu padaku. Saat dia dilecehkan, tak ada satu orang pun yang menolongnya. Bahkan, saat dia berseru pada Tuhan, justru pukulan yang didapatkan. Salah seorang pelaku itu menghantam kepala Jane karena berani menyebut nama Tuhan di depannya saat pelecehan itu terjadi. Aku menangis melihat kejadian itu dalam dimensi lain. Aku tak tahan melihat kejadian seperti reka ulang kejadian pelecehan pada Jane itu. Aku pun tak bisa membantu karena hal itu sudah terjadi berbulan-bulan yang lalu. Hingga aku melihat kejadian itu seperti dipercepat dan berakhir dengan hal yang membuat jantungku nyeri. Ternyata benar kata para iblis itu! Jane membuat perjanjian darah dengan iblis karena sakit hati dan dendam dengan para pelaku. Kesalahan yang Jane perbuat adalah fatal! Aku tak tahu apakah bisa menyelamatkan jiwa Jane dari cengkeraman iblis yang menyesatkan dirinya. Namun aku pasti berjuang semaksimal mungkin untuk menolongnya. Ya, aku dan Bapa Michael pasti bisa menolong Jane keluar dari cengkeraman iblis yang mencoba mengambil jiwanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD