lima belas

1461 Words
Alexy merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku setelah berkutat dengan berbagai macam berkas di depannya itu. Tapi rupanya, ia masih harus berkutat dengan berkas lainnya setelah itu. Ia melirik arloji yang bertengger di tangan mulusnya, sudah waktunya jam makan siang. Ia segera melirik wanita yang saat ini menjadi asistennya, rupanya masih mengurutkan berkas sesuai dengan list yang ada di berkas. Kasihan juga, wanita itu sebenarnya tak salah, karena sudah mengerjakan tugasnya dengan baik, tapi karena ulah Darren, membuat banyak orang kesusahan. “Sudah, lepaskan saja dulu semua pekerjaan ini.” Wanita Itu mendongak, menatap Bosnya dengan tatapan bingung dan dahi mengerut. “Kenapa, Nyonya? Bukannya kita harus selesaikan semua ini?” “Ya memang betul. Tapi, ini sudah masuk jam makan siang. Kau mau melewatkan jam makan siang dengan tetap bekerja seperti itu? Aku tidak akan mentolerir, jika kau jatuh sakit ya, karena aku sudah memerintahkan untuk berhenti. Sedangkan kau seakan enggan untuk berhenti.” “Ah, tidak, Nyonya!” serunya. “Saya mau istirahat, makan siang. Lapar,” lanjutnya polos. Alexy tersenyum sinis, terlihat dari satu bibirnya yang terangkat ke atas. Melihat tanggapan dari bosnya yang seperti itu, membuat wanita itu tersadar dan langsung membungkam mulutnya. Merasa lancang sekali karena sudah bicara spontan seperti itu. “Ma-maaf, Nyonya–” “Berhenti minta maaf. Aku muak, ayo kita ke kantin.” “Ke kantin?” tanyanya tak percaya. Ia menatap dalam wanita yang saat ini sudah menjadi bosnya di kantor. Menatap dengan tatapan tak percaya dan tak yakin. “Nyonya Alexy, mengajak saya ke kantin?” “Iya, terus mengajak siapa lagi? Di sini hanya ada dirimu, bukan? Cepat! Kau tak ingin makan siang?” tanyanya lagi, ini adalah pertanyaan terakhir dan wanita muda itu tak akan lagi mengajak pegawainya, jika masih bertanya. “Ini terakhir kali aku mengajak makan siang bersama, jika kau tak bersedia, itu tak masalah,” lanjutnya tegas, bangkit dan berjalan menuju pintu, wanita yang sejak tadi terbengong pun sadar kalau tak ada kesempatan lagi setelah ini, ikut bangkit dan mengekor di belakang Alexy. Bodyguard sudah bersiap di depan ruangan dan mengikuti kemana langkah kaki Alexy pergi. Tak sedikitpun memberikan celah bagi siapa saja, untuk membuat kacau hati wanita itu. Mereka lebih takut berhadapan Dominic daripada semua orang yang berusaha mengusik, tak ambil pusing karena bisa langsung membunuhnya tanpa memikirkan banyak hal lagi. Semua orang memberikan hormat saat berpapasan dengan bos besar yang menuju ke kantin, mereka memang sehormat itu. Wajar, karena memang bekerja di perusahaan Aleria Crop, jadi harus patuh bukan dengan segala macam yang ada di dalamnya. Masuk ke kantin, bodyguard mengecek terlebih dahulu keamanan di sana, memastikan meja dan sekitar tempat yang dipilih oleh Alexy. Makanan yang tersedia di atas meja pun tak luput dari pemeriksaan pada bodyguardnya. Sebenarnya, Alexy sendiri merasa jengah dengan semua yang dilakukan oleh para bodyguardnya itu, tapi ia tak punya pilihan karena memang yang dilakukan oleh mereka itu adalah mandat dari Dominic. Terkesan berlebihan memang, tapi demi kebaikan dan juga keamanan wanita itu juga. “Sudah cukup!” gertak Alexy. “Aku mau makan, kapan bisa makan kalau kalian terus saja memeriksa ini dan itu,” lanjutnya geram. “Tidak usah berlebihan seperti itu, kantin ini sudah pasti aman, karena berada di bawah naungan Aleria Crop. Kalau sampai mereka menjadi penghianat, atau melakukan hal yang tak sesuai, sudah pasti tahu konsekuensinya seperti apa dan bagaimana. Jadi, sudah cukup memeriksa ini dan itu, aku benar-benar lapar,” keluhnya tak bisa lagi menunggu, karena memang perutnya sudah minta diisi. “Kau, makan di sini saja,” titah Alexy pada asistennya. Ya sekarang, sudah menjadi asistennya bukan? “Di sini saja, Nyonya. Saya tidak akan kabur. Akan tetap di sini, menemani Nyonya Alexy walaupun dari jauh.” “Kau ini, ya,” geramnya. “Cepat ke sini! Oh apa kau ingin dipecat?” ancamnya membuat wanita itu sigap berdiri. Rasanya sesak sekali diancam seperti itu oleh petinggi di perusahaan. Berpikir, masa iya hanya karena hal sepele, enggan duduk bersama tapi wanita itu bersikap berlebihan. Tapi, tetap saja bukan, aturan yang dibuat olehnya ya tetap aturan, sebagai anak buah harus mengikuti apa yang sudah ada di dalam aturan. “Ba-baik, Nyonya,” jawabnya cepat dan langsung berpindah tempat duduk, tepat berada di depan Alexy. Sebenarnya, tak ada masalah jika wanita itu tetap pada pendiriannya, tetapi rupanya asisten itu memiliki rasa takut yang berlebih, hingga membuatnya mengikuti apa yang diinginkan oleh Alexy. Dan, bos besarnya itu tak akan mungkin benar-benar memecat, karena tak ada alasan yang masuk akal. Anak perempuan satu-satunya yang menjadi pewaris Aleria Crop itu tak akan mungkin ambil sikap konyol dan bodoh seperti itu. Alexy saat ini memang hanya butuh teman, tidak lebih dari itu. Makanya, sikap otoriter yang sudah mendarah daging di dalam dirinya, suka refleks keluar sendiri tanpa diminta. Dan, semua orang yang ditanggapi olehnya dengan sikap otoriter, akan merasa takut. “Makan yang banyak, karena pekerjaanmu masih banyak.” “Maksudnya, bagaimana Nyonya?” tanyanya sedikit ragu, merutuki diri sendiri karena bisa-bisanya menjawab apa yang dikatakan oleh wanita itu. Seharusnya, ia tetap diam saja tanpa kata. “Berkas yang harus kau urut sesuai dengan nomor, belum selesai dikerjakan, bukan?” Wanita itu mengangguk. “Maka, setelah ini harus segera di selesaikan, jika tidak maka kau akan lembur!” Terdengar suara langkah kaki berat dan sepatu yang beradu dengan lantai. Suara tersebut membuat semua orang menoleh dan terkejut dengan kedatangan tunangan bos besarnya. Kai, melangkah perlahan sambil menyunggingkan senyum pada semua orang yang berpapasan dengannya. Lelaki tampan itu masuk ke dalam kantin dan langsung menuju ke tempat dimana Alexy berada. “Sayang, ada apa? Kenapa wajahmu kusut seperti itu,” sapa Kai membuat wanita itu seketika menoleh. “Hai, Kai. Kau datang,” sapanya memberikan senyuman walaupun masih dengan wajah datarnya. Ia melirik ke arah asisten yang ada di depannya, memberikan kode agar menyingkir dari sana, beruntung asisten wanita itu mengerti kode yang diberikan dan langsung beranjak dari sana. “Iya, aku datang menemui kekasih hati yang selalu sibuk dengan pekerjaan,” gerutunya. Alexy terkekeh sedikit, namun raut wajahnya kembali dingin. “Bagaimana aku tak sibuk dengan pekerjaan, Darren menyusahkan aku. Selama memegang alih perusahaan, tak ada pekerjaan yang dikerjakan olehnya. Dan, itu membuatku susah sekarang,” jawabnya datar. “Memang masih banyak saja berkas yang belum kau selesaikan, Sayang?” “Menurutmu, tumpukan berkas yang bahkan saat dibawa oleh bodyguard sampai tak memperlihatkan tubuh setengah tubuhnya, itu bukan berkas yang banyak?” “Hah? Sebanyak itu? Pantas saja, kau terlalu banyak lembur. Benar-benar ya, Darren menyusahkan sekali.” Alexy berdehem tanpa ada niat lagi untuk menjawab pertanyaan dari Kai, ia lebih memilih untuk makan makanan yang ada di depannya saat ini. Kai, sejak tadi begitu lekat menatap wanitanya yang sedang makan, pikirannya justru melalang buana. Entah bagaimana ceritanya, lelaki itu justru berpikir apabila bibir mereka saling beradu, mungkin rasanya akan sangat luar biasa. Alexy merasa sangat risi karena terus ditatap lekat seperti itu. Khawatir, jika ada orang lain yang melihat dan nantinya akan salah paham, karena pasti berpikiran macam-macam tentang Kai. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanyanya dengan wajah datar tak bersahabat. Ah, wanita itu memang seringkali berubah-ubah, terkadang terlihat menggemaskan dan terkadang pula terlihat mengerikan karena tatapan tajam dan mematikan yang diberikan olehnya. “Kau selalu indah untuk ditatap intens seperti ini, Alexy,” seloroh Kai. Wanita di depannya itu melotot sempurna mendengar apa yang baru saja diucapkannya oleh lelakinya. Apa katanya, selalu indah saat ditatap? Bagian mana yang membuatnya terlihat indah? Wajah? Atau mungkin bibir yang dimaksud oleh lelaki itu? Tubuh Alexy merasa merinding mendengar hal itu, ia langsung berpikiran kalau lelaki di hadapannya itu, tengah berpikiran jorok sambil menatap dirinya. “Jangan bicara omong kosong, Kai!” tegurnya kembali karena tak ingin orang lain salah paham saat mendengar percakapan mereka itu. “Ah, tidak. Kau makan saja dulu, nanti kita bahas lagi mengenai pekerjaan, ya.” Lexy menatapnya datar, tak menjawab lagi apa yang dikatakan olehnya. Ia kembali mengisi perut yang sudah keroncongan akibat mengerjakan banyak berkas yang tidak masuk akal. “Kau akan tetap berada di sini?” “Ya, menunggumu sampai selesai. Karena aku datang ke sini, khusus untuk menemui calon istriku yang semakin hari semakin sulit ditemui semenjak menjadi pimpinan Aleria Crop.” “Bukan susah ditemui, Kai. Tapi, memang pekerjaan yang ditinggalkan oleh Darren, cukup banyak!” geramnya tak terima jika dianggap sibuk sendiri, padahal semua ini juga karena saran darinya yang membuat susah seperti sekarang ini. Kai yang menyarankan pada Dominic agar Alexy ada kesibukan dan lelaki itu juga seakan tak suka dengan segudang kesibukan yang sedang ditekuni oleh wanitanya, aneh. Meskipun begitu, Kai masih sabar seperti dahulu. Dia tidak akan membuat Alexy kecewa. Lagi pula tidak ada alasan membuat cinta pertamanya merasa kecewa. Kini Kai akan menggenggam erat Alexy, tidak akan kecolongan lagi untuk yang kedua kalinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD