“Hah? Ini sungguh semua pekerjaan yang diabaikan oleh Darren?” tanya Kai tak percaya dengan tumpukan berkas di depan sana. Itu sudah sebagian yang diselesaikan, sebelumnya bahkan lebih banyak dari itu.
“Ya lihat saja sendiri, Kai. Ini memang hasil Darren saat memegang alih perusahaan. Luar biasa mengejutkan sekali, bukan?” kekehnya terdengar mengerikan.
“Tapi, kok bisa?”
“Ya seharusnya, jangan bertanya padaku. Tuh, ada asistennya, tanyakan saja pada wanita itu,” tunjuk Alexy menggunakan dagunya pada wanita yang sudah kembali sibuk dengan berkas sambil menundukkan kepalanya.
Kai mengikuti kemana arah wanitanya itu melihat, menaikkan satu alisnya, menatap lekat wanita yang sibuk sendiri itu.
“Memangnya, ada aturan di perusahaan ini untuk memakai pakaian ketat seperti itu, Sayang?”
Alexy memutar bola matanya malas, menatap tajam ke arah Kai yang langsung salah tingkah. “Kau, begitu perhatian sekali dengan pakaian yang digunakan olehnya, ya?” tanya Alexy memiringkan kepalanya sambil tersenyum sinis.
“Ti-tidak, aku tidak melihat apapun kok, Sayang.”
“Memang siapa yang bertanya hal itu?”
“Eh, i-itu. Ti-tidak!” jawabnya salah tingkah. Alexy menatapnya semakin tajam, namun acuh, ia berlalu dan langsung duduk di kursi kebesarannya.
“Sayang, kamu jangan salah paham. Aku–”
“Pertanyaanmu tadi itu, lebih baik tanyakan langsung pada Darren. Kenapa semua pegawai di sini yang wanita, kenapa pakaiannya press body. Sebab, mereka mengikuti aturan dari bos sebelumnya bukan?”
“Aku belum sempat untuk reshuffle aturan yang baru, karena pekerjaan ini sungguh menyita waktu.”
“Iya, Sayang. Tidak ada apa-apa, bertahap saja. Tidak harus langsung menyelesaikan semuanya dalam waktu yang singkat, aku tahu kamu pasti lelah dan bosan dengan semua berkas ini. Makanya, aku datang kemari, berniat untuk meringankan pekerjaanmu.”
“Meringankan?” tanya Alexy menautkan kedua tangannya di atas meja, menatap bingung ke arah Kai, ya ia sama sekali tak mengerti dengan maksud yang dikatakan oleh Kai.
“Meringankan dalam hal apa?” lanjutnya.
“Ya ini, membantu untuk mempelajari semua berkas yang berantakan ini–”
“Tidak usah, aku bisa sendiri. Lagi pula, tak mungkin juga kalau kau yang membaca dan mempelajari, bukankah semua ini harus aku yang menangani semua sendiri? Kalau kamu membantu, justru akan semakin membuat pekerjaan aku bertambah.”
“Loh, kok begitu?”
“Iya, karena aku jadi dua kali harus mempelajarinya, sebab apa yang kamu jelaskan belum tentu sama dengan apa yang aku pikirkan nantinya.”
“Hm … ya sudah, aku tak membantu apapun. Aku temani saja di sini, ya. Boleh kan?”
“Iya terserah,” jawab Alexy acuh tak acuh.
Hening. Tak ada lagi pembicaraan antara keduanya, tapi Kai merasa harus bicara tentang maksud dan tujuannya datang kemari. Lelaki itu diminta oleh Dominic untuk membicarakan mengenai rencana pernikahan mereka yang akan digelar lebih cepat. Semua dilakukan demi untuk keamanan dan kenyamanan Alexy juga anaknya. Mereka tak ingin, ibu dan anak itu merasa takut karena kejadian yang sudah pernah terjadi sebelumnya.
“Sayang,” panggil Kai lembut, namun Alexy sama sekali tak menjawab, wanita itu hanya berdehem tanpa ada niat untuk mengangkat wajahnya. “Aku ingin bicara padamu.”
“Bicara saja, Kai. Aku pasti akan mendengarkan.”
“Tapi, aku hanya ingin membicarakan semua ini berdua saja denganmu,” jawabnya melirik pada wanita yang sebelumnya sibuk dengan berkas, tangannya terhenti dan mengangkat wajah lalu menoleh, tatapan mereka saling bertemu namun Kai menatapnya dengan tajam.
Alexy menghela nafas panjang, entah apa yang sebenarnya akan dibicarakan oleh lelaki itu, tapi karena permintaannya seperti itu, ya terpaksa meminta asistennya untuk keluar.
“Kau, keluar dulu. Kembali ke ruangan, nanti aku akan memanggil kembali.”
“Baik, Nyonya.”
Wanita itu bangkit dan baru akan melangkah tapi sepertinya Alexy berubah pikiran. “Tunggu!” cegahnya. “Kalau kau balik ke ruangan sekarang, berarti tidak ada kerjaan ya,” lanjutnya mengetuk-ngetuk meja dengan satu tangan berada di dagu.
“I-iya, Nyonya.”
“Enak saja dong, kalau begitu kamu bisa bersantai. Tidak bisa!” tegasnya, wanita itu terlonjak kaget.
“Ma-maksudnya gimana, Nyonya?” tanyanya takut.
“Bawa semua berkas itu ke ruanganmu! Biar kau tidak santai begitu saja! Dan bisa tetap bekerja! Ini semua tanggung jawabku, jadi kau harus bisa bertanggung jawab!” tegasnya lagi menunjuk pada semua berkas yang menumpuk di atas meja.
“Bodyguard!” teriak Alexy lantang. Bodyguard merengsak masuk ke dalam ruangan bos besar, menatapnya tanpa berkedip karena bingung.
“Iya, Nyonya.”
“Bawa semua berkas itu ke ruangan dia, pastikan dia mengerjakan semuanya dengan baik! Jangan sampai wanita ini bersantai! Paham!” titahnya tegas.
“Baik, Nyonya!” Mereka mengangguk, salah satunya membawa berkas dibantu dengan asistennya Alexy, sedangkan bodyguard yang satunya tetap berjaga di depan ruangan seperti biasa.
Mereka semua sudah keluar dari ruangannya, memberikan kesempatan untuk Kai dan Alexy saling bicara satu sama lainnya, tanpa ada gangguan. Setelah memastikan mereka sudah tak ada lagi di depan ruangan, lelaki itu beralih pada tunangannya yang juga sedang menatapnya.
“Jadi, ada apa? Pembicaraan apa yang membuatmu enggan ada yang mendengar?” tanyanya menatap lekat Kai yang berusaha membenarkan posisi duduknya.
“Begini, Sayang …. Demi keamanan kita bersama dari para musuh, Daddy minta agar acara pernikahan kita dimajukan. Aku sebenarnya sudah menolak, karena khawatir kamu enggan untuk mempercepat, tapi menurut Mommy ini semua demi kebaikan bersama, terutama kamu dan anak kita.”
Alexy menatap lekat sampai lelaki itu benar-benar selesai bicara, hingga akhirnya wanita itu menghela nafas panjang. Membenarkan posisi duduknya, agak shock dengan apa yang dikatakan oleh Kai, tapi berusaha untuk tetap tenang tanpa menunjukkan keterkejutannya. Wanita itu kembali bersikap dingin dan acuh.
“Aku tak akan banyak bicara, Kai. Daddy dan Mommy tahu yang terbaik untuk kita berdua. Aku juga memang merasa khawatir dengan keadaan sekarang yang sepertinya tidak kondusif. Aku takut, lelaki kurang ajar itu datang lagi dan mengambil anak kita. Aku tak mau hal itu terjadi. Jadi, aku tak masalah, Kai,” jawabnya datar acuh tak acuh.
“Kau serius? Mau mempercepat acara pernikahan kita? Tak keberatan akan hal itu?” tanyanya menatap Alexy dengan tatapan penuh cinta dan berbinar.
“Iya, aku tak keberatan sama sekali, Kai,” jawabnya tanpa ekspresi. “Aku ikut yang terbaik bagi kalian saja. Apa yang kalian berikan, sudah pasti hal yang baik untukku, bukan?”
“Iya, Sayang. Aku akan mempersiapkan acara pernikahan kita sebaik mungkin. Aku ingin yang sepesial untuk acara kita. Kamu mau kan?”
“Iya, Kai. Aku terima beres saja. Aku percaya padamu, pasti akan memberikan yang terbaik untukku dan anak kita,” jawabnya masih acuh tak acuh, ya mencoba untuk mencairkan suasana saja, sebab ia tak ingin terlalu ambil pusing akan hal itu.
Semua rencana ini adalah rencana keluarganya, mau tidak mau pun pasti harus mau. Karena, memang itu yang mereka inginkan. Jadi, tak ada pilihan lain untuk Alexy menolak, membantah atau angkat suara.
“Itu sudah pasti. Terima kasih, Sayang. Kau sudah percaya sepenuhnya padaku. Aku, tidak akan pernah menyia-nyiakan kepercayaan yang kau berikan.
Alexy menatap Kai tak berminat, lelaki itu justru menatapnya penuh cinta. Entah sebenarnya seperti apa perasaan wanita itu sekarang, ia merasa seperti tak ada debaran setiap kali bersama dengan lelaki baik itu. Tapi, orang sekitar selalu mengatakan bahwa sebelum ini, mereka saling mencintai bahkan memang berencana menikah, tetapi karena sebuah kecelakaan membuat keduanya terpaksa berpisah dan sekarang bertemu kembali lagi, untuk meneruskan kisah yang belum selesai.
Kai, aku tahu kau adalah lelaki baik. Tapi, entah mengapa hati ini tak ada sedikitpun debaran saat bersama denganmu. Aku tidak tahu, sampai kapan rasa ini bisa kembali seluruhnya, tapi aku berharap, kamu memang yang terbaik untukku dan anak kita.
Kai terlihat sangat bahagia sekali saat mendapatkan jawaban sebagai penentu masa depan mereka berdua. Ia tak sabar untuk mengurus semuanya lebih cepat, agar bisa lebih cepat memiliki kekasih hati dan juga anaknya. Akhirnya, setelah penantian panjang, mereka akan bisa bersatu dalam waktu dekat.
Tapi, akankah perjalanan hidup mereka mulus seperti jalan tol? Atau justru banyak sekali batu terjal yang menjadi penghalang jalan mereka bersatu? Harapan lelaki itu cukup besar, tapi sepertinya wanita yang ada di hadapannya itu terlihat biasa saja, bahkan terkesan tak tertarik dengan rasa antusias Kai yang begitu tinggi.