Sabtu ini, Valdo sudah merencanakan foto keluarga bersama dengan Valdi, Nanette, Viona dan Papa Anton juga Mama Dyna. Jam sembilan pagi tadi, Valdo sudah berangkat menjemput orangtuanya dengan mengendarai mobil Valdi. Valdo juga sudah ngomong ke Nanette kalau dia akan menceritakan tentang penyakit Valdi kepada orangtuanya,agar orangtuanya siap mental, saat datang ke sini untuk foto bersama. Nanette hanya mengangguk pasrah, karena tahu tidak mungkin lagi menutupi penyakit Valdi dari mertuanya kalau kedua orang tua itu hadir di sini, mereka pasti bisa melihat keadaan Valdi yang tidak sanggup berjalan sendiri, harus selalu dituntun, bahkan seminggu ini, daya ingat Valdi juga semakin memburuk. Setiap memandang, Nanette yang menyuapinya makan malam, dia akan bertanya.
“ Kamu siapa?”
Dan Nanette, setiap hari akan menjawab Valdi dengan jawaban yang sama
“ Aku, Nanette istrimu tercinta.'
Valdi hanya akan mengangguk. Viona juga sudah Nanette beritahu, kalau ayahnya sedang sakit, sehingga tidak bisa naik ke atas untuk membacakannya cerita menjelang tidur lagi. Jadi sekarang Nanette yang akan membacakan cerita untuk dirinya. Nanette, sekarang sudah lebih tabah. Dia sudah tidak pernah lagi menangis ketika Valdi melupakannya. Valdi juga sudah melupakan Viona. Sehingga Nanette berpesan kepada suster Lely agar Viona jangan terlalu sering turun ke bawah, saat Valdi ada di ruangan tamu atau sedang makan. Biarkan Viona bermain di kamarnya saja. Kalau Valdi sudah masuk ke kamarnya atau ke ruang bacanya, baru Viona di ajak bermain di halaman belakang. Nanette tidak sanggup menjelaskan kepada Viona, kalau ayah yang sangat menyayanginya, sudah melupakannya. Valdi masih tetap ingat bahwa Valdo adalah adiknya . Jadi hari ini Valdo berharap, Valdi juga masih ingat ayah dan ibunya, jadi tidak perlu menghadapi kesedihan di hati ibunya, ketika melihat anak tercintanya melupakannya.
Tepat jam setengah sepuluh , kedua Papa dan Mama Valdi juga Valdo memasuki halaman rumah mereka. Valdi masih ada di kamarnya. Nanette sudah membantunya mandi dan mengganti bajunya dengan jas warna hitam kesayangan Valdi yang selalu dipakainya kalau dia mengadakan presentasi ilmiah.
“ Kamu ganteng sekali, suamiku. ” Kata Nanette saat membantunya menggancing tiga buah kancing jasnya.
Cyntia yang menyarankan, dalam setiap percakapan dengan Valdi, Nanette harus memanggil dia suamiku, agar Valdi tahu, kalau Nanette istrinya dan dia suami Nanette. Konsep hubungan itu harus dilakukan terus menerus, agar Valdi bisa mengetahui hubungan mereka dan agar Valdi nyaman dengan Nanette kala, Nanette yang membantunya mandi dan melakukan aktivitasnya. Kalau menyebutkan nama, Valdi akan tetap melupakannya.
Valdi yang dibilang ganteng, seperti biasa hanya tersenyum dan memandang Nanette dengan mata polos dan kosongnya.
Nanette menyambut mertuanya dengan senyuman. Viona segera berlari ke pelukan opa dan omanya yang hanya bisa memeluknya sambil meneteskan airmata. Melihat kedua orang tua baik itu menangis bersama Viona membuat Nanette tidak bisa lagi menahan air matanya. Kesedihan dan rasa perih yang selama ini ditutupinya dalam-dalam, keluar bersama butir-butir air matanya yang mengalir deras tak tertahankan. Valdo yang melihat kakak iparnya dan orangtuanya menangis begitu perih hanya bisa menarik nafas panjang untuk menguatkan hatinya dan berkata.
“ Ma, Pa. Kalian tadi uda janji, tidak boleh menangis dan harus berprilaku normal bila melihat Valdi. Kalian baru lihat Vio aja uda nangis, Kak Nanette juga jadi nangis akhirnya. Padahal selama ini, Kak Nanette begitu kuat, ketika Valdi melupakannya, dia bisa menerimanya dengan tabah dan selalu mengingatkan Kak Valdi kalau dia istrinya. Ayo! Sebentar lagi photographernya datang. Kita harus siap-siap. Janji ya, berprilaku biasa kalau Valdi keluar nanti. Kalau dia lupa siapa kalian. Sebutkan aja lagi. Aku Dyna mamamu. Gitu ya,Ma. Janji?”. Kata Valdo menegaskan pada orangtuanya.
“Valdi benaran akan melupakan mama, Do?” Tanya mama Dyna dengan mata berkaca-kaca menahan tangis.
“ Aku, tidak tahu Ma. Karena keadaannya berubah-rubah setiap hari. Kadang dia ingat, aku uda tinggal di Malaysia. Kadang Valdi ingatnya aku masih SMA. Eh,Ma, panggil aku Val sekarang, jangan lagi Do ya. ” Kata Valdo.
“ Aduh, kamu ini, emang mama bisa merubah panggilan seenak itu? Pelan-pelan dong. Udah mama lagi sedih, kamu bisa-bisanya protes tentang panggilanmu.” Kata Mama Dyna kesal.
“ Udalah Ma, ikutin aja apa kemauan anak kita. Sekarang ini kita hadapi keadan Valdi dulu. Kalau Valdi melupakan kita, kita harus siap mental ya , Ma. ” Kata Papa Anton menenangkan istrinya yang kini hanya bisa mengangguk pasrah.
Jam sepuluh tepat, ketika photographer sedang setting area foto di teras belakang rumah menjadi studio mini. Valdi diajak keluar dari kamar oleh Nanette. Melihat kedua orangtuanya Valdi hanya diam saja, tanpa menyapa dan memeluk papa, mamanya seperti biasanya. Mama Dyna menggengam erat tangan suaminya untuk menambah kekuatannya dalam menahan airmatanya yang akan segera turun. Lekas-lekas dia melihat ke atas dan menafas nafas agar airmatanya tak menetes jatuh. Valdi memandang ke arah Nanette dan Valdo yang berdiri di sampingnya dengan tatapan bertanya. Siapa kedua orang tua ini?
Papa Anton segera maju ke depan Valdi dan memeluknya
“ Aku papamu. Anton.”
Gantian Mama Dyna yang maju dan memeluk anak kesayangannya sambil berkata dengan suara bergetar.
“ Aku mamamu, Dyna.”
Valdi hanya memandang mereka dengan mata polos dan terlihat binggung. Nanette mengenggam tangannya dan berkata.
“ Ayo,suamiku. Kita hari ini mau foto keluarga dengan mama dan papa juga Valdo dan Viona.”
Valdi pun mengenggam tangan wanita ini erat. Dia memang tidak tahu siapa wanita ini yang selalu mengatakan suamiku, setiap dia berbicara padaku. Berarti dia istriku. Tapi aku sama sekali tidak ingat siapa dia dan kapan aku telah menikah dengannya. Tapi ada perasaan aman dan nyaman setiap aku mengenggam tangannya seperti sekarang ini, ketika dia menuntunku untuk duduk di kursi dan kami semua berpose untuk sebuah foto keluarga.
Sekarang, Nanette dan Valdi akan mengadakan sessi foto bertiga dengan Viona yang duduk di tengah. Tiba-tiba Valdi berkata.
“ Siapa anak ini? Kenapa dia ikut kita berfoto? Bukannya dia anak Valdo? Kok Valdo tidak ikut foto juga?”
Viona menatap mamanya dengan mata polosnya yang berpendar keheranan. Nanette segera mengambil keputusan dan berteriak ke Valdo.
“ Val, yuk ikutan foto bareng kita.” Nanette menatap Valdo dengan mata memohon. Nanette masih belum sanggup menjelaskan
pada Viona tentang penyakit papanya. Untuk anak yang baru berumur tiga tahun, pasti dia akan susah menerima penjelasan tentang penyakit demensia yang menggerogoti otak ayahnya, pasti Viona hanya akan berpikir, kalau ayahnya tidak lagi menyayangi dirinya .
Valdo yang mendengar teriakan Nanette tampak ragu. Tapi dia melihat mata Nanette yang memohon padanya dengan pandangan penuh harap. Akhirnya dia menggerakkan kakinya dan menggendong Viona dan berdiri di samping Nanette dengan Valdi yang duduk di depan mereka. Dia berpaling ke arah Nanette dan berbisik di telinganya.
“ Maafkan abangku. ” Katanya pelan dengan hati sakit.
Nanette hanya menggelengkan kepalanya dan mengigit bibirnya menahan tangis. Terdengar aba-aba dari photographer
“ Senyum.! Satu. Dua Tiga”. Kilat flash dari lampu sang photographer, mengakhiri sessi foto keluarga mereka hari ini.
Dan ketika Nanette menatap pintu yang menghubungkan ruang makan dengan teras belakang ini, matanya terpana ketika melihat kedua orang tuanya, Papa Fendy dan Mama Vivian, berdiri tepat di depan pintu dengan raut wajah penuh tanda tanya.
“ Ada apa dengan Valdi, Na. Kenapa dia bilang itu anak adiknya? Kamu selingkuh dengan adiknya?” Tanya papanya dengan suara baritonenya.
“Papa dengar perkataan Valdi? Papa sudah lama di sini?” Tanya Nanette galau.
“ Kamu jawab dulu pertanyaan Papa, mengapa Valdi mengatakan Viona anak Valdo?” Papanya berteriak kencang sekarang.
Viona yang masih digendong Valdo, langsung menangis keras , melihat Opa Fendy yang berteriak kencang ke mamanya. Valdo
langsung menggendongnya ke suster Lely yang berdiri gemetaran bersama Bik Sum di dekat ruang servis, di ujung kolam renang.
“Vio,main sama sus Lely dulu ya, Papi akan melihat mama dan papa.” Kata Valdo sambil mencium pipi keponakannya dengan sayang.
“ Bilang Opa Fendy, Papi, supaya jangan marahin mama dan papa . Bilang Opa Fendy kalau papa Vio, lagi sakit, jadi jangan dimarahin.” Kata Viona pelan.
“Iya, Papi pasti akan membela mama dan papa. Kamu main dulu ya.” Kata Valdo dan segera berlalu ke ruang tamu.
Photographer sedang sibuk merapikan peralatan mereka. Valdo memerintahkan mereka untuk keluar dari pintu ruang makan dan langsung pulang melalui garasi. Bik Sum yang akan mengantar mereka.
Di ruang tamu tampak Papa Fendy, Mama Vivian,Nanette dan kedua orang tuanya dan Valdi yang duduk tanpa suara di kursi paling ujung. Nanette tampak tertunduk dan membiarkan papa Anton yang menjelaskan kepada papa dan mamanya mengenai keadaan Valdi.
“ Kami minta maaf Pak, mengenai sakitnya anak kami, kami juga baru tahu hari ini. Mereka anak-anak ini, tidak pernah memberitahu kami karena takut kami sedih. ” Kata Papa Anton pelan dengan suara bergetar.
“ Kamu sendiri uda tahu sejak kapan, penyakit Valdi ini?’ Tanya Papanya ke Nanette.
“ Sebulan sejak dia terdiagnosa , Valdi sebelumnya juga merahasiakannya padaku. Hanya dia, Valdo dan Lucas yang tahu.” Jawab Nanette pelan.
“ Kenapa kamu tidak mengatakan kepada mama dan papa? Kamu sudah tidak menganggap kami, orangtuamu lagi, Na? Kenapa kamu tanggung sendiri semua penderitaanmu sampai sekarang.” Kata Mama Vivian sedih.
“ Aku tidak mau membuat mama dan papa khawatir. Bagaimanapun dia suami saya, Ma. Aku sudah siap dengan segala kondisi terburuk yang akan dihadapi Valdi.” Kata Nanette dengan suara bergetar.
“Meskipun dia melupakanmu?” Tanya Papanya.
“ Iya, meskipun dia melupakan aku seperti sekarang ini?” Kata Nanette yakin.
“ Bisa sampai kapan, kamu seperti ini? Tanya ayahnya lagi.
Sebelum Nanette menjawab. Valdi tiba-tiba berdiri dan berkata tanpa memandang ke orang-orang yang dari tadi ntah ngomong apa saja. Otaknya tidak bisa menerima pembicaraan yang mereka bincangkan. Jadi lebih baik aku tidur saja.
“ Val, Aku ngantuk. Aku tidur aja deh. Kalian ngobrol aja ya, dengan orang-orang ini. ” Kata Valdi.
Valdo segera berlari ke arah Valdi dan menuntunnya berjalan menuju kamarnya.
“ Valdi kok sampai harus dituntun? Emang, dia ada penyakit apa lagi selain demensia?” Tanya Papa Fendy terheran-heran.
“ Abangku, demensianya terjadi karena atrofi otak atau penyusutan otak. Dari hasil CT Scan, otaknya yang menyusut itu di area depan, sehingga akan menganggu fungsi geraknya. kehilangan keseimbangan dan koordinasi gerak adalah salah satu cirinya, selain demensia.” Valdo yang menjawab pertanyaan itu dengan tegas.
“ Dan kamu Nanette sudah merawat Valdi selama ini? Di saat kamu masih ngajar? Kamu kekurangan uang? Kenapa tidak menggaji perawat?” Tanya papanya kesal.
“ Aku ini istrinya Valdi, Pa. Uda tugasku merawat dia. Aku masih tetap ngajar. Valdo yang membantuku merawat Valdi saat aku ngajar, dan aku ngajar bukan karena kekurangan uang. Valdi sudah mempersiapkan uang asuransi yang cukup untuk membiayai aku dan Viona, sampai dia dewasa. Aku ngajar karena saran dari psikiaterku agar aku tetap punya waktu untuk diriku sendiri.” Kata Nanette.
“ Papa tidak tahan melihat kamu menderita seperti ini. Kamu tahu nggak, penderita atrofi otak seperti Valdi akan hidup lebih lama dari kamu. Jangan-jangan kamu yang mati duluan kalau kamu harus merawat Valdi dengan menanggung penderitaan lahir dan bathin seperti ini. Kamu harusnya minta cerai saat tahu kalau Valdi itu kena penyakit yang tidak bisa disembuhkan itu.” Kata papanya dengan suara bergetar.
Semua yang ada di ruangan itu terpana mendengar perkataan Papa Fendy. Valdo sampai mengepalkan tangannya menahan emosi yang sudah naik ke kepalanya. Mengapa ayah Nanette bisa berkata begitu di depan kami sebagai keluarga Valdi? Kenapa dia seperti tidak punya hati?
Aku mengerti, setiap orangtua pasti menyayangi anaknya dan tidak ingin anaknya menderita. Tapi seharusnya papanya Nanette lebih punya empati. Papa dan mamaku sedang ada di sini, pasti hati mereka juga pedih mendengar kalau anaknya harus diceraikan karena sakit. Orang kaya raya seperti papa Nanette ini , benar-benar tidak punya empati. Valdo jadi sebel kepada lelaki paruh baya ini. Kenapa tidak lebih bijaksana dalam berkata, supaya tidak menyakiti perasaan orang lain.
Mama Dyna tampak sudah menangis sedih. Mama Vivian tampak serba salah. Di satu sisi, dia tidak mau anaknya menderita kepanjangan, tapi di sisi lain, sebagai seorang ibu, dia bisa mengerti kesedihan hati keluarga Valdi mendengar perkataan suaminya.
“Sudahlah, Pa. Biarkan anak kita Nanette yang mengambil keputusan sendiri untuk kehidupannya. Dia juga harus memikirkan Viona anak mereka. Jadi tidak hanya untuk dirinya saja.” Kata Mama Vivian menenangkan suaminya.
“ Si Valdi aja sudah melupakan dirinya dan Viona, jadi apalagi yang harus dia pikirkan. Minta cerai aja sekarang. Atau kalau kamu tidak mau bercerai. Kamu pulang ke rumah mama dan papa sekarang juga! Papa tidak mau, kamu menderita berlarut-larut. Kalau sakitnya Valdi, bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan ini. , kamu wajib merawat suamimu. Tapi ini sakit yang membuatnya melupakan kamu dan dia tidak bisa beraktivitas sendiri. Kamu akan menderita terus, bila tinggal di rumah ini . Kamu tidak wajib bertahan dalam pernikahan seperti ini. Hakim juga pasti akan mengabulkan gugatan ceraimu bila kamu menggugat cerai sekarang.” Kata Papa Fendy makin sadis.
Nanette kembali menangis. Papanya selalu seperti ini, Dia sangat menyayangi semua anak perempuannya jadinya dia tidak mau anaknya menderita, tapi aku tidak mungkin pulang ke rumah papa dan mama, di saat Valdi sangat membutuhkan diriku.
“ Pa. Aku tidak mau pulang ke rumah . Aku tetap akan tinggal di sini. Aku tidak akan minta cerai dari Valdi, selamanya dia adalah suamiku. Papa tidak berhak menyuruh aku bercerai dan pulang. Aku sudah dewasa. Hidupku adalah milikku. Aku baik-baik saja, meskipun sedih melihat keadaan Valdi yang semakin memburuk, tapi hatiku senang ketika harus merawatnya dengan penuh cinta.
Meskipun Valdi kini melupakan aku, tapi setiap hari dan setiap saat, aku akan membuatnya mengingatku kembali. Valdi memang lupa namaku, Nanette , tapi dia tahu kalau aku istrinya. Itu sudah cukup membuatku bahagia. Aku tahu papa melakukan ini semua karena sayang padaku. Tapi maaf, kali ini aku tidak bisa mengikuti kata-kata papa.” Kata Nanette pelan sambil tertunduk.
Dia tahu, ayahnya bakalan ngamuk mendengar kata-katanya ini, karena ayahnya paling tidak suka dibantah.
“Kamu yakin dengan keputusanmu? Kamu tidak akan menyesal nantinya? Kamu yakin , mentalmu kuat, berada di sisi orang yang kamu cintai tapi melupakan kamu dan Viona?” Tanya papanya lagi , kali ini dengan nada lebih lembut.
Nanette menganggukkan kepalanya kuat-kuat, tanda dia teguh dengan pendiriannya.
“ Jalanilah kalau kamu kuat. Tapi jangan ragu untuk pulang, ketika kamu sudah menyerah. Pintu rumah papa akan selalu terbuka untukmu dan Viona dan papa sanggup menghidupimu dan Viona, tidak perlu kamu bawa semua yang diberikan oleh suamimu. Semua harta untuk Valdi saja, biar dia bisa menggaji suster untuk menjaganya dan untuk biaya hidupnya. ” Kata Papa Nanette sambil menatap anak perempuannya itu.
Mendengar kata-kata merendahkan itu , Valdo meledak emosinya, dia langsung berkata sinis.
“ Aku masih sanggup membiayai abangku seumur hidupnya. Jadi harta yang memang disediakan Valdi untuk Kak Nanette bawa saja semuanya bila Kak Nanette mau kembali ke rumah orang tuamu.”
Ayah Nanette, memandang Valdo dengan tatapan kesal. Kurang ajar sekali anak ini. Tapi saat dia mau marah. Istrinya memegang tanganya. Karena merasa, memang suaminya kata-katanya sudah keterlaluan. Pasti keluarga Valdi tersinggung dengan kata-kata tersebut.
“ Udalah Pa, toh Nanette sudah dewasa dan sudah bertekad untuk tetap ada di sisi Valdi. Kenapa papa harus mengucapkan kata-kata seperti itu?”
Papa Anton yang dari tadi diam saja akhirnya berkata dengan suara tegasnya. Dia juga harus melindungi keluarganya.
“ Kami akan membantu Nanette menjaga anak kami. Sekalian kami juga akan menjaga Nanette, supaya dia tidak menderita. Nanette juga sudah kami anggap sebagai anak perempuan kami sendiri. Kami juga tidak ingin membuatnya kesusahan. Jadi anda tidak usah khawatir, bila suatu saat nanti Nanette sudah tidak kuat lagi menghadapi Valdi. Kami sendiri yang akan menyuruhnya bercerai dari Valdi agar dia bisa menemukan kebahagiaannya kembali. Anda boleh pegang janji saya.”
Suasana di ruangan itu langsung terasa sendu. Semuanya tampak diam, tanpa bisa berkata apa-apa.
Sampai Nanette mengangkat kepalanya yang dari tadi tertunduk memainkan jarinya, lalu dia berkata tegas…..