Setelah mengeluarkan isi hatinya, tangis tuan Endaru tiba-tiba menghilang. Di lepaskan pelukannya pada Arum, air matanya tadi seakan tak membekas meninggalkan jejak. Mengering begitu saja, kini pria itu tengah tersenyum di hadapan Arum seraya memegangi kedua bahu wanita cantik itu.
"Aku tahu dan aku sangat sadar jika kamu adalah wanita cantik yang begitu mempesona dan menggoda. Namun kecantikan dan fisikmu yang sempurna ini tak akan membuat hati dan pikiran ku goyah Arum." Bisik Endaru tepat di telinga wanita itu, ucapan yang Endaru keluarkan sungguh di luar dugaan Arum. Baru saja ia menjelma sebagai seorang malaikat berhati lembut, kini ucapannya sudah kembali menyakitkan hati dan telinga.
"Tuan akan menghina saya lagi?" Arum mulai berani berbicara seraya membersihkan diri menatap manik mata di hadapannya itu.
"Tentu saja tidak, aku hanya akan menawarkan sebuah kesepakatan dengan mu istriku." Jawab Endaru cepat dengan memberikan tekanan pada kata 'istri'.
"Jangan mengatakan hal yang memang tidak anda sukai tuan. Saya juga tidak menginginkan posisi ini. Saya terpaksa menerimanya karena dua pilihan sulit yang diberikan oleh mama anda tuan." Balas Arum juga suaranya yang tegas untuk setiap kata-kata yang di ucapkannya. Ia sudah berpikir dalam waktu yang singkat, sepertinya menghadapi orang-orang seperti suami dan istri pertamanya itu harus dengan sedikit perlawanan agar ia tidak terus tertindas oleh ucapan dan perbuatan mereka.
Endaru tersenyum sinis, ternyata wanita di hadapannya itu kini sudah mulai melakukan perlawanan dan pembelaan untuk dirinya sendiri.
"Tapi kamu lebih memilih pilihan yang sangat sulit ini." Endaru mulai mencoba memojokkan.
"Ya anda benar, karena pilihan ini lah yang saya rasa mampu untuk saya lakukan." Ucap Arum dengan lantang.
"Baik, kalau begitu mari kita lakukan sekarang." Endaru tiba-tiba mengangkat tubuh Arum.
Deg.
"Anda mau apa tuan?" Tanya Arum sedikit ketakutan.
"Tentu saja melakukan pilihan yang sudah kamu buat. Kamu menikah denganku karena telah sepakat untuk memberikan anak pada ku bukan. Jadi sekarang mari hadirkan anak itu di dalam perutmu." Ucap Endaru seraya membawa tubuh Arum yang sudah berada di menggelantung di pundaknya dan meletakkannya di atas ranjang besar itu dengan kasar. Endaru sedikit menghempaskan tubuh indah Arum di sana membuat gadis itu semakin ketakutan. Daster yang ia gunakan bahkan kini tersingkap sedikit memperlihatkan kedua pahanya yang putih mulus di sana.
Endaru yang tadinya sudah mengungkung Arum dengan kedua lengannya kini bahkan dengan susah berusaha menelan salivanya melihat pemandangan indah di bawah sana, dua tonjolan yang begitu sintal ternyata bersembunyi dibalik daster besar itu. Arum yang sudah merasa ketakutan hanya memalingkan wajahnya ia tak ingin melihat wajah pria di atasnya itu.
"Sial, ternyata Regan benar. Dia adalah wanita yang menggiurkan." Batin Endaru yang teringat ucapan sahabatnya di kantor tadi pagi.
Sebelum ia benar-benar tergoda, Endaru akhirnya memutuskan untuk bangkit dari posisinya. Ia yang sudah sangat lama menahan diri, kini harus dihadapkan dengan dengan ujian yang semakin besar. Melihat Anara saja yang tengah terlelap selalu bisa membuat dirinya dalam keadaan 'On' apalagi sekarang yang sudah jelas di depan mata. Junior Endaru bahkan sudah On sedari mereka memasuki kamar itu, dan hal itu lah yang membuatnya harus pergi ke kamar mandi.
Endaru duduk di tepi ranjang dan membelakangi Arum yang masih berbaring dengan perasaan takutnya. Arum menarik selimut di bawah tubuhnya, untuk menutupi dirinya hingga hanya kepalanya saja yang sekarang tersisa. Ini adalah pengalaman pertama baginya, jadi ia sungguh-sungguh sangat belum siap jika harus melakukannya dengan tiba-tiba. Di tambah lagi sikap tuan Endaru yang suasana hatinya tidak stabil membuat Arum juga dalam emosi yang tak menentu.
"Jangan berharap aku akan melakukan itu denganmu. Kita akan melakukan cara lain untuk menghadirkan calon bayi itu di dalam rahimmu." Ucap Endaru dengan suara dinginnya, lalu ia bangkit dari duduknya. Melihat ke arah Arum yang kini menatapnya dengan tatapan tak percaya.
"Apa yang sedang ia bicarakan sekarang?" Gumam Arum dalam hati setelah mendengar ucapan yang menurutnya aneh dari pria itu. "tadi saja dia menyentuhku, sekarang dia sudah mengatakan hal-hal yang aneh begitu." Lanjut Arum lagi yang hanya bisa membatin dengan rasa tak percayanya mendengar ucapan Endaru.
"Anggap saja aku sedang menyewa rahim mu sementara, setelah bayi itu berhasil tinggal di sana sampai usianya 9 bulan dan siap untuk dilahirankan. Setelah bayi itu lahir maka pernikahan ini selesai. Aku akan mengurus surat perceraian kita tepat di hari kelahiran bayi itu juga . Dan kamu tidak berhak melihat wajah bayi itu walau sedetik pun. Tenang saja aku akan memberikan imbalan yang sangat besar untuk mu, imbalan yang tak pernah kamu duga. Tapi satu hal yang aku minta jangan pernah muncul kembali di hadapan kami." Tutur Endaru panjang lebar seraya bangkit dari duduknya.
Tentu saja Arum sangat terkejut mendengar penuturan suaminya itu.
"Aku tidak setuju dengan kesepakatan seperti itu. Hal itu sama saja aku menjual anakku sendiri." Tegas Arum dengan kedua matanya yang membulat sempurna.
"Hahahaha." Endaru tertawa seraya berkacak pinggang. "Lantas apa yang kamu lakukan sekarang sampai bisa menjadi istri ku. Bukan kah itu sama saja kamu menukar dirimu dengan sejumlah uang." Sarkas Endaru.
"Aku tidak menukar diri ku. Karena aku menerima permintaan nyonya Sofia untuk menjadi istri kedua tuan juga tanpa ada perjanjian apa pun. Dan aku juga tidak menerima apa pun lagi selain mas kawin seperangkat alat shalat yang kau ucapkan ketika ijab qabul. Jadi jangan mengatakan kalau aku menukar diri ku dengan uang. Karena semua uang yang telah mama mu berikan pada ku itu di ganti sebagai mahar untukku." Jelas Arum penuh penekanan di setiap katanya, jelas ia tak terima dengan ucapan tuan Endaru. Perempuan muda itu matanya sudah mulai berkaca-kaca, hatinya begitu sakit, namun ia berusaha keras untuk menahan diri agar tidak menangis di hadapan suaminya.
"Cih, munafik sekali." Gumam Endaru dengan suara begitu pelan agar Arum tak mendengarnya. Namun yang dikatakan Arum memanglah benar apa adanya. Dia dan ibunya tidak mau menerima hantaran apa pun dari nyonya Sofia yang dibawakan pada mereka sehari sebelum acara pernikahannya dengan tuan Endaru. "Kalau begitu mulai hari ini kamu akan membuat kesepakatan itu dengan ku. Karena aku juga tidak pernah mau mencintai wanita lain lagi selain Anara. Aku tidak bisa menerima mu terlalu lama di sini. Bukan kah kamu juga tidak ingin terus-menerus hanya di jadikan pembantu di rumah ini oleh istri ku kan?" Ucap Endaru lagi dan seraya berlalu pergi meninggalkan Arum tanpa memberikan wanita itu kesempatan lagi untuk berbicara, keluar dari kamar itu bahkan menutup pintu dengan sedikit keras.
Tangis Arum pun pecah begitu pintu kamarnya tertutup. Sunggu hatinya terasa sangat sakit dan perih dengan semua ucapan Endaru padanya.