Esok harinya, Ye Xuan sudah menantikan kedatangan Lan. Meski di kehidupan sebelumnya Ye Xuan merupakan sosok yang jarang bersosialisasi, namun kini dia merasa penasaran dan antusias dengan dunia masa kini, tempat dia dilempar oleh langit yang kejam. Ya, Ye Xuan masih menganggap langit berlaku kejam dan tidak adil padanya.
Ye Xuan sudah memakai baju baru yang dia beli bersama Lan kemarin di Mal. Itu adalah pengalaman mengesankan baginya mengunjungi tempat sebesar dan seramai itu.
Meski istana kerajaan besar, namun istana adalah sebuah kompleks di mana ada banyak bangunan besar. Namun, istana jauh lebih sunyi ketimbang Mal.
Setelah mematut dirinya di cermin, yang pada awal kedatangannya sangat mengejutkan Ye Xuan, ia tersenyum samar mendapati penampilan Fei terlihat baik dan manis meski hanya memakai celana jins dan atasan trendi.
Untuk sepatu, dia masih belum bisa menentukan akan memakai yang mana. Ada tiga pasang sepatu yang dia beli kemarin. Sepatu jenis boot khusus wanita, sepatu kanvas, dan sepatu jenis wedges. Itu semua Lan yang memilihkan.
Tadinya Lan akan memilihkan sepatu wanita jenis high heels, namun Ye Xuan mengerutkan kening melihat adanya bagian belakang yang mencuat seperti duri besar. Ia pun menggeleng karena setelah mencobanya, dia nyaris terjatuh.
Tidak. Ye Xuan tidak menyukai sepatu yang seaneh itu, yang memiliki duri besar di bagian belakangnya membuat dia nyaris terjerembab. Tanpa Fei menolak pun, Ye Xuan sudah menggeleng terlebih dahulu.
Dia masih lebih bisa menerima akan sepatu wedges. Kata Lan, itu jenis yang sangat ngetren di kalangan gadis muda. Ye Xuan mencobanya dan dia masih bisa berjalan meski agak aneh karena bagai melayang tidak memijak tanah.
Ye Xuan heran dengan sepatu jaman kini yang berbentuk sangat aneh-aneh.
Sedangkan sepatu jenis boot sebetis itu hampir mirip dengan sepatu yang biasa ada di jaman dia, meski agak sedikit berbeda di sana dan di sini. Untung saja di bagian belakang boot itu tidak ada 'duri besar' sehingga Ye Xuan mau ketika Lan menaruhnya di kasir.
Dan sepatu kanvas berwarna merah muda bercorak bunga, itu terlihat manis jika dikenakan gadis muda. Pantas saja Fei mengiyakan ketika Ye Xuan bertanya mengenai sepatu tersebut.
Ye Xuan melirik jam di dinding ruang tengah, sudah menunjukkan pukul sembilan lebih dua belas menit. Lan berjanji akan datang jam sembilan. Tapi sampai kini gadis berkacamata itu belum juga muncul. Apakah terjadi sesuatu pada Lan? Ye Xuan menepis pikiran buruknya.
Tak lama, Ye Xuan mengangguk, yakin akan sesuatu.
Teett! Teettt!
Bel depan pintu berbunyi. Ye Xuan yakin itu Lan. Dia mengetahui dari aura yang tersampaikan padanya. Dia sudah menghapalkan aura milik Lan, maka dia bisa mendeteksi Lan meski dari jarak beberapa meter.
"Lan." Ye Xuan menyapa sambil membuka pintu depan.
"Kau sudah siap?" tanya Lan penuh antusias.
Ye Xuan mengangguk. "Tapi aku bingung, harus pakai sepatu yang mana?" Ia mempersilahkan Lan masuk dulu. Ye Xuan sudah menanyakan pada Fei ingin pakai sepatu yang mana, tapi Fei juga bingung yang boot atau canvas. Oleh karena itu, Ye Xuan terpaksa menanyakannya ke Lan sebagai pemberi keputusan.
"Pakai saja boot keren itu. Meski kau pakai celana jins, tapi tetap akan terlihat keren, kok!" Lan memberikan saran dan sekaligus keputusan.
Ye Xuan patuh dan memakai boot-nya yang berwarna hitam dengan hiasan sulur-sulur berwarna hitam dop timbul berbentuk daun di sepanjang betis.
Keduanya pun menggunakan taksi online untuk menuju ke sebuah bioskop.
Ye Xuan sangat kaget dan kagum ketika merasakan pengalaman pertama masuk ke bioskop dan menonton film di sana. Dia tak mengira ada televisi yang sangat besar, bahkan figur manusia tampak sangat besar seolah-olah bisa meloncat ke mereka kapan saja.
Seusai dari bioskop, Lan menganjurkan ke kafe remaja.
Namun, ketika mereka sedang berjalan ke kafe yang berjarak tidak begitu jauh dari bioskop, langkah mereka dihadang oleh beberapa lelaki.
"Heh, bukannya kau ini sepupunya Yong?" tanya salah satu dari mereka.
Ye Xuan merasakan firasat tak enak mengenai kehadiran para lelaki yang berpenampilan berangasan itu. Sudah bisa dipastikan mereka pasti teman nongkrong Yong.
"Kalian mau apa?" Ye Xuan tidak gentar sama sekali. Pada lima penjaga mansion yang bersabuk hitam saja dia berani, apalagi hanya pemuda-pemuda pengangguran yang sehari-hari hanya mabuk-mabukan dan hura-hura tak jelas di jalanan.
Lan sudah ingin lari menyeret Ye Xuan, tapi dia tertegun dengan sikap berani Ye Xuan. Dalam ingatannya, Fei tidak pernah seberani ini, apalagi pada pria-pria preman seperti yang ada di depannya ini.
"Kau betina ja*lang yang sudah menjebloskan Yong dan orang tuanya ke penjara, kan?!" seru salah satu dari preman itu.
"Dasar sund*al tak tau diri!" sambung yang lain.
"Jaga mulut kalian kalau berucap!" bentak Ye Xuan. Lan melongo heran. Sejak kapan sahabatnya bisa memiliki ketegasan seperti itu? Bahkan dia masih termangu dengan yang dikatakan preman-preman itu. Fei menjebloskan Yong dan keluarganya ke penjara?
Salah satu preman maju hendak menampar Ye Xuan, namun Ye Xuan lebih cepat dan memukul tegas tangan preman itu hingga lelaki kasar itu pun menjerit kesakitan.
Preman lain terperangah dan akhirnya mereka maju bersama-sama. Namun, tetap saja hasilnya sama. Semuanya dibuat terkapar di trotoar sambil terus mengaduh karena tindakan Ye Xuan.
Tiba-tiba ada mobil berhenti di dekat mereka. Penumpangnya turun segera menghampiri Ye Xuan dan Lan. "Hei, kalian! Fei! Lan! Ada apa?"
Lan menoleh ke lelaki yang baru saja datang. "Han!" Ia seakan lega melihat kedatangan lelaki bernama Han.
Ye Xuan ikut menoleh ke Han dan mengamati lelaki muda itu. Dari ruang jiwa, Fei memberitau bahwa lelaki itu bernama Handi Winata, teman sekelas dia dan Lan di sekolah.
Dengan telepati jiwa, Ye Xuan menanyakan apakah Han lelaki jahat atau pernah berbuat tidak baik pada Fei, Fei menjawab Han sangat baik padanya dan sering melindungi Fei dari ulah murid-murid nakal di sekolah mereka. Ye Xuan mengangguk paham.
"Han, mereka... mereka ingin mencelakai Fei! Mereka mencegat kami di sini dan ingin memukul Fei." Lan menjelaskan.
"Kenapa begitu?" Han menatap para preman yang sedang berguling-guling di tanah.
"Mereka teman-teman dari Yong sialan itu." Lan menyahut.
"Yong? Sepupu Fei?" tanya Han ingin memastikan.
Lan mengangguk.
"Lalu... kenapa mereka sekarang..." Han malah bingung melihat para preman itu justru yang menggelepar.
"Fei... Fei yang memukuli mereka." Lan berucap ragu-ragu, karena dia juga tidak menyangka Fei mampu melakukan apa yang ada di film-film aksi.
"Fei?" Han menoleh ke Fei yang bersikap tenang seolah itu bukan hal besar. "Fei, kau bisa bela diri?"
Ye Xuan mengangguk. "Bisa."
"Sejak kapan?" Han masih penasaran, karena selama ini yang dia tau, Fei begitu lemah dan penakut.
"Um... sejak seminggu ini, setelah aku... belajar secara otodidak dari melihat televisi." Jawaban Ye Xuan terkesa asal sambar saja karena dia juga tidak mempersiapkan alasan mengenai kemampuan Fei dalam bela diri.
Meski Han masih heran, namun dia lega karena Fei baik-baik saja. "Ya sudah. Kalian hendak ke mana? Ayo, aku antar, mumpung aku bawa mobil."
Lan tersenyum lebar. "Asiiikkk! Kalau begitu, ayo ikut kami jalan-jalan, Han!"