Raisa tertegun, menatap OB di depannya.
Hanya satu kata yang mampu mendeskripsikan pria di depannya, Tampan.
Rahang tegas, mata tajam, hidung mancung, serta kulit putih. Dengan senyum tersungging di bibirnya menambah kesan ramah dan semakin membuat pria di depannya berkelas, meski hanya mengenakan seragam OB.
"Iya, Mbak?"
Raisa mengerjapkan matanya lalu tersadar, apa yang baru saja dia lakukan? Dia memuji pria di depannya.
Raisa mundur satu langkah, pria adalah mahluk yang harus ia hindari.
Pria di depan Raisa mengerutkan keningnya, mungkin dia menyadari tatapan waspada dari Raisa. "Mbak butuh bantuan?" tanya si OB lagi.
"Oh, saya mau ke ruangan Bu Siska, dimana ya?"
"Oh, Mbak karyawan baru ya?" tanya nya ramah. Sungguh sangat tak biasa, wajah tampan ini begitu mudah menyunggingkan senyuman. Dan harus Raisa akui senyumannya pasti bisa menggetarkan hati siapa saja, meski itu bukan dirinya.
"Iya, Mas nya bisa tolong tunjukan dimana ruangan Bu Siska." Raisa melihat name tag di d**a sebelah kanan pria itu, tertulis nama Brian, tapi sayang sekali wajah tampan ini hanya menjadi OB, padahal wajah ini bisa saja menjadi aktris dan pasti di gandrungi banyak kaum hawa.
"Ya sudah Mbak ikut saya." Raisa mengikuti OB bernama Brian tersebut, menyusuri koridor, hingga tiba di depan sebuah pintu "Silahkan Mbak, ini ruangan Bu Siska."
Raisa mengangguk "Terimakasih Mas ... Brian." Raisa menunjuk name tag Brian.
"Eh, iya Mbak?"
"Raisa."
"Mbak Raisa, jangan sungkan, kalau butuh apa- apa panggil saya saja." lanjutnya.
Raisa menghela nafasnya lalu mengetuk pintu.
Saat Raisa memasuki ruangan Bu Siska, Brian menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah pintu, dan kembali tersenyum.
"Brian, ganteng, tolong print ini ya, mesin print di divisiku rusak!" beberapa langkah di depannya terdengar suara, cempreng. Lalu si wanita mencolek dagunya dengan gaya centil.
"Baik Mbak Rani."
"Brian, jangan panggil Mbak, ish ... Aku masih terlihat muda meski usiaku dua tahun di atas kamu."
Brian masih tersenyum, meski rasanya ingin memutar matanya malas, "Iya, deh, Rani. Tapi, tetap saja saya harus sopan, nanti kena teguran."
"Ish, kamu nih, tapi kalau lagi berdua jangan panggil Mbak ya!" Rani berbisik lalu berbalik dengan gaya centilnya. Pinggulnya bahkan bergoyang ke kanan dan ke kiri saat wanita itu berjalan.
Brian menggelengkan kepalanya lalu mendatarkan ekspresinya setelah Rani tak terlihat.
Brian melanjutkan langkahnya mendorong troli peralatan bersih- bersihnya lalu pergi ke arah mesin print.
****
"Selamat bergabung ya, Bu Raisa."
"Terimakasih Bu Siska." Raisa menjabat tangan Bu Siska.
"Kalau begitu mari, saya antar ke ruangan kamu," Raisa mengangguk lalu mengikuti Bu Siska keluar ruangan dan memasuki lift.
"Beruntung sekertaris lama masih bekerja, jadi kamu masih bisa meminta bimbingannya, sebelum dia cuti melahirkan." Raisa memang melamar untuk posisi sekertaris, dan karena sekertaris lama akan cuti melahirkan, jadilah Raisa di panggil karena cv nya memenuhi standar sekertaris yang mereka butuhkan.
"Iya, Bu, saya akan berusaha bekerja dengan baik." Raisa dan Bu Siska keluar dari lift tepat di lantai 20.
"Pagi, Bu Siska." Saat akan memasuki ruangan sekertaris mereka bertemu dengan Brian.
"Pagi, Brian." Raisa menoleh saat mendengar nada bicara Bu Siska menjadi lebih lembut, lalu saat melihat tatapan sendunya pada Brian, Raisa mengerti jika ada ketertarikan dari Bu Siska untuk Brian.
Raisa mengalihkan tatapannya, namun justru melihat wanita lainnya yang sedang menatap Brian, satu ...
Dua ...
Dan tiga ...
Oh, tidak, lebih dari tiga, dan sepertinya pria bernama Brian ini memang menarik banyak perhatian, Raisa memutar matanya malas.
Pria tampan dengan segala pesonanya.
"Bu Santi ada kan?" tanya Bu Siska masih dengan nada suara lembutnya.
"Ada Bu, saya baru dari dalam. Kalau begitu saya permisi Bu." Brian berlalu, namun sebelum itu matanya menatap Raisa yang nampak biasa saja, lalu tersenyum mengangguk.
Raisa menghela nafasnya yang terasa tercekat secara tiba- tiba, pria bernama Brian itu salah satu yang harus dia hindari.
Tatapannya terlalu mengerikan.
Sejak kejadian dua tahun lalu Raisa jadi lebih waspada pada para pria, terutama pria tampan, apalagi mengingat wajah tampan seperti itu tak punya hati nurani seperti Kemal, yang dengan kejam memperkosanya seperti dia seekor hewan.
Setelah memperkenalkan diri pada Bu Santi yang memang tengah hamil besar, Raisa mulai belajar bagaimana cara kerja bosnya, dan Santi mulai menyerahkan pekerjaannya pada Raisa.
Raisa cepat belajar hingga tak terasa satu minggu terlewati tanpa hal berarti.
Bosnya adalah pria paruh baya, bernama Wiliam Wilson, dari yang Raisa dengar pria paruh baya itu akan segera pensiun dan memberikan jabatannya pada penerusnya.
Raisa sedikit mengeluh, baru saja dia belajar memahami bosnya ada kabar kalau bosnya akan di ganti, bukankah dia jadi harus beradaptasi lagi. "Kapan Itu Bu Santi?" tanya Raisa sedikit khawatir mendengar bosnya akan segera pensiun.
"Masih satu bulan lagi, kamu tenang saja, aku dengar putra Pak Willi ganteng," canda Bu Santi. Wanita itu tengah merapikan barang- barangnya sebab akan mulai cuti besok.
Merasa Raisa sudah bisa di lepas Bu Santi malah cepat- cepat pergi untuk ambil cuti melahirkan. Padahal dia baru satu minggu disana.
"Saya lebih takut dengan pria tampan Bu," keluh Raisa.
Bu Santi tertawa, "Kamu aneh Sa, biasanya orang- orang suka yang ganteng, katanya, jadi bisa cuci mata kalau abis lelah bekerja."
Raisa mencebik.
Melihat itu Bu Santi menunjuk Brian "Tuh lihat, Si Brian OB, mereka suka menggoda dia, saking gantengnya OB kita itu." Brian melewati meja kerja Raisa, hingga Raisa bisa melihat wajah ramah pria itu.
"Bukan type saya Bu." Raisa memalingkan wajahnya.
Bu Santi semakin tertawa, lalu dia melambaikan tangannya ke arah Brian "Brian, sini!" Brian menghampiri.
"Apa ya, Bu? Butuh kopi?" tanya Brian.
Bu Santi menggeleng "Saya udah gak minum kopi, HPL sudah dekat, bisa di marahi bidan saya."
Brian mengangguk "Terus Ibu butuh apa?" tanya Brian lagi.
"Saya, gak butuh apa- apa. Saya cuma mau bilang, kalau ada juga ya, cewek yang gak suka kamu, padahal satu gedung ini mengelu- elukan seorang Brian."
Brian terkekeh "Ah, Ibu berlebihan, biar pun ganteng saya cuma OB."
"Loh, beneran kok, setiap kamu lewat mata cewek- cewek itu hampir keluar kalau lihat kamu."
Brian tertawa sangat tampan membuat seluruh perhatian kembali tertuju padanya "Memang siapa Bu, yang gak suka saya?" tanya Brian penasaran.
"Tuh." Bu Santi menunjuk Raisa, sontak saja Raisa menoleh dan bertatapan dengan Brian "Dia bilang kamu bukan type dia."
Brian tersenyum matanya menatap lurus pada Raisa membuat Raisa menjadi salah tingkah. "Ya, saya kan juga gak maksa mereka buat suka saya Bu, apalah saya ini cuma OB." lagi Brian menekankan status pekerjaannya, membuat Raisa jadi tak enak hati, padahal bukan itu maksudnya.
Sialan, Bu Santi rupanya bisa jahil juga, Batin Raisa menggerutu.
Bu Santi mengangguk, "Iya, Ya. Tapi, gak papa biar Raisa gak suka kamu, masih banyak yang lainnya, lagian kalau semuanya suka kamu, cowok yang lain gak laku." lagi Bu Santi tertawa.
Sedangkan Brian masih menatap Raisa.
Raisa menghela nafasnya lalu memilih melanjutkan pekerjaannya, mengabaikan tatapan Brian padanya.