Hari Ini Masih Sial

2042 Words
Juna bangun kesiangan, dua hari kemarin jam empat atau jam lima subuh waktu Melbourne dia sudah bangun, dia masih jetlag kecil - kecilan soalnya. Saat bulan maret ini, masih sangat terasa musim panasnya dan perbedaan waktu Melbourne dan Jakarta adalah empat jam karena mereka memakai perhitungan waktu musim panas. Uniknya, bulan Mei nanti saat masuk musim dingin, perbedaan waktu Melbourne dan Jakarta berubah menjadi tiga jam karena perhitungan waktu disini berubah memakai hitungan Australian Eastern standard time, jadi perbedaan waktu ini cukup membuat Juna perlu penyesuaian juga. Sebenarnya Juna sudah terbiasa bangun pagi, tapi karena insiden kecil semalam, dia bangun kesiangan, tepatnya jam enam pagi waktu Melbourne. Suasana kamar masih hening karena semua masih tidur, biasanya yang menginap disini akan bangun jam delapan atau jam sembilan, mereka kan turis jadi tidak ada jadwal kerja yang mengharuskan mereka bangun pagi, biasanya kalau ada hal khusus seperti harus ke bandara atau mengejar pemandangan sunrise, seperti kemarin ada turis Korea yang bangun pagi seperti Juna karena dia akan ke bandara untuk melanjutkan perjalanan liburannya. Juna turun dari tempat tidurnya, dia sempat melirik tempat tidur dibawahnya yang pagi ini hanya berisi satu orang, dan pria itu sedang tidur dengan mulut terbuka. Kemana perempuan semalam, apakah dia di kamar yang sama dengan mereka sekarang? Soalnya ada tiga wanita yang tidur di deret sebelah ujung sana, siapa tahu pelaku semalam salah satu diantara mereka, ah sudah lah Juna tidak peduli lagi. Pukul setengah delapan Juna sudah sampai di coffee shop yang sudah beberapa hari ini dia sambangi untuk sarapan pagi. Poached egg, roti bakar dan sedikit salad menjadi sarapan terenak yang dia coba disini, hanya makanan sederhana saja, mungkin kalau di Indonesia seperti warkop yang ada telur setengah matang, roti dan pisang bakar itu, murah dan mengenyangkan yang bisa dia makan, kopinya juga enak. Nama Coffee shop-nya 'The Bean', sepertinya di Indonesia ada juga brand mirip dengan nama coffee shop ini, tapi konsepnya jelas berbeda. Di coffee shop ini menyediakan makan pagi dan siang saja, sore pukul empat mereka sudah tutup. Biasanya setelah sarapan Juna akan ngopi santai sambil melihat catatannya atau malah menambahkan catatan baru lowongan kerja yang dia lihat di f*******:. "Good morning, how are you..." sapa ramah pelayan wanita yang memakai baju kaos lengan pendek dan celana jeans di balik celemek coklatnya. "I'm good, thank you for asking," jawab Juna tanpa melihat ke arah wanita yang mengantarkan kopinya. Juna sudah dua jam di sini, tadi dia sudah menghabiskan sarapannya dan dilayani seorang pria yang bernama Jack yang sekarang sedang menjadi kasir, sudah tiga hari ini Juna selalu dilayani Jack dan baru kali ini Juna tahu ada pelayan wanita juga. Wanita ini mengantarkan Americano pesanan Juna. Sebenarnya kopi ini hanya sebagai alasan dia memperpanjang durasinya di coffee shop ini, tidak enak juga cuma duduk dengan meja kosong saja karena piring bekas sarapannya tadi sudah diangkat, dengan memesan kopi setidaknya Juna nyaman untuk tetap tinggal di tempat duduknya sambil mencatat data - data lowongan kerjaan yang dia tulis dicatatannya kecilnya. "Uppps ... sorry, Oh Gosh.." Kopi untuk Juna tumpah! Kepanikan pun terjadi ketika si wanita tidak sengaja menumpahkan kopi di cangkir kecil yang akan di letakkannya di meja Juna tadi. Memang tidak mengenai baju Juna karena Juna reflek memundurkan kursinya, tapi tumpahan kopi itu langsung membasahi buku catatannya, seketika tulisan yang dibuatnya menjadi kehitaman dan kertasnya menjadi lembek karena kopi panas yang tumpah itu.. Sial lagi! Juna menyandarkan tubuhnya, terlihat sekali punggungnya sedikit dihempaskannya, itu reaksi antara kaget, kecewa dan mungkin juga marah. Sekarang tangannya bersedekap sambil melihat kepanikan wanita yang dia tidak tahu siapa namanya, Jack datang menolong karena mendengar teriakan kecil dan melihat rekan kerjanya sibuk hendak membersihkan tumpahan kopi dengan tisu yang memang ada di meja itu, mungkin tisu yang diberikan untuk Juna sarapan tadi. Si gadis mengabaikan kulit tangannya yang putih kini agak memerah karena terkena panas kopi tadi, dia hanya fokus dengan tumpahan kopi dan mencoba menyelamatkan catatan Juna yang sudah lepek dan rasanya sudah tidak mungkin terbaca lagi. Juna tidak bicara apapun, kata orang - orang, lebih baik mendengar ocehan orang yang sedang marah, kalau kata - katanya pedas ya memang harus diterima, tapi kalau begini benar - benar bikin salah tingkah, gadis itu hanya diperhatikan tanpa ada kata - kata dan itu membuatnya semakin merasa sangat bersalah.. "Saya meminta maaf atas nama rekan saya, Sophia sudah dua hari ini sakit dan dia baru masuk kerja hari ini, mungkin dia masih belum terlalu fit," ucap Jack beralasan mewakili Sophia yang terlihat diam, dia juga shock atau mungkin saja memang tubuhnya belum terlalu fit juga. "Tidak semudah itu mengucapkan kata maaf setelah apa yang dia perbuat dengan semua ini," sahut Juna datar dan matanya melihat ke arah meja yang sedang dibersihkan Sophia. "Saya akan mengganti kopi anda, dan anda tidak usah membayar semua termasuk sarapan anda tadi, semua akan menjadi tagihan Sophia." Gadis yang bernama Sophia hanya diam, dia tidak berani bicara, syukurnya Jack mau mewakilinya. "Aku sudah tidak menginginkan kopi lagi, tapi aku mau dia menuliskan ulang apa yang sudah aku tulis sebelum dia menghapus semua dengan kopi yang dia tumpahkan tadi." Wajah Juna masih datar, dia sampai lupa kalau 'orang biasa' tidak boleh marah memakai wajah datar, ya ... wajah datar saat marah hanya milik orang kaya level tinggi. "Baik lah, saya akan membebastugaskan dia untuk mengerjakan pekerjaan anda yang sudah dirusaknya tadi, permisi." Jack membawa cangkir dan tisu yang dipakai untuk mengelap meja tadi dan menarik Sophia ke arah meja kasir. "Sorry Soph ... hari ini kamu dianggap libur dan silahkan selesaikan pekerjaan orang itu," ucap Jack dan itu membuat Sophia melepaskan celemeknya dan menggantungnya di tempat biasa. Hilang sudah seratus lima puluh dollar hari ini. Sophia harusnya bisa bekerja enam jam dan akan mendapatkan upah seratus lima puluh dollar, mau tidak mau sekarang dia terpaksa gigit jari, belum lagi tagihan kopi dan sarapan pelanggan itu harus dipotong dari gajinya, benar - benar sial!. Kini Sophia sudah duduk di depan Juna, di tangannya sudah ada pulpen dan buku notes yang entah diambilnya dari mana, mungkin itu barang pribadinya. "Namaku Sophia, sekali lagi aku minta maaf sudah menyusahkan anda," ucap Sophia dengan suara lembutnya dan tatapan manik matanya yang berwarna hazel itu. "Oke, aku sudah menuliskan banyak nama tempat dan nomor telepon, aku butuh pekerjaan dan akan melamar di sana. Sekarang kamu cari dan dibuat ulang daftar lowongan pekerjaan mulai dari resto, cafe, kurir dan untuk pertanian atau peternakan. Aku butuh pekerjaan yang minimal tiga puluh dollar per jam." Mata Sophia menatap lekat ke arah Juna, sambil mendengarkan Juna bicara otaknya langsung bekerja mencari tempat kerja, tiga hari yang lalu dia juga ditawarkan pekerjaan di salah satu resto, mungkin orang ini mau, pikir Sophia. "Kamu jangan terpana melihatku karena aku sama sekali tidak naksir dengan kamu, jadi tidak usah berharap aku luluh dengan tatapan itu." Ucapannya agak sadis, tapi begitulah Juna. Kini mata Sophia mengerjap, mungkin dia kaget dituduh seperti itu oleh Juna. "Mohon maaf aku hanya sedang menyimak apa yang kamu katakan tadi, aku bukan terpana, tapi aku sedang fokus!" tegas Sophia agak sengit, sembarangan nuduh aja! "Whatever setidaknya kamu harus tahu batas. Sekarang buat kan apa yang aku minta, cari saja di grup sss atau grup wa pemberi info lowongan kerja, aku sudah terlalu capek dua hari kemarin menuliskannya di catatanku dan dengan sekejap kamu hilangkan begitu saja." Sophia jadi tahu kalau orang di hadapannya sedang putus asa karena merasa sudah bekerja keras mencatat alamat - alamat dan 'boom' dia hilangkan dalam sekejap, persis istana pasir yang baru dibangun lalu disapu ombak. "Sebelum aku mencatat, aku teringat ada satu teman di kampus menawarkan pekerjaan, memang sudah tiga hari yang lalu tapi aku akan cek dulu apakah lowongan itu masih tersedia atau tidak." "Apakah bayarannya bagus?" "Ya bagus, tiga puluh dollar per jam dan kamu bisa bekerja lima sampai delapan jam sehari." "Apa lebih tinggi dari penghasilan disini?" "Iya." "Kalau lebih tinggi kenapa bukan kamu yang mengambil pekerjaan itu?" Alih - alih memikirkan lapangan pekerjaan untuknya, otak kecil Juna memikirkan hal lain, dia khawatir kalau si Sophia ini memberikan pekerjaan yang abal - abal. Logikanya saja, si Sophia ini yang ditawarkan kenapa tidak dia yang ambil kalau memang pekerjaan itu lebih tinggi gajinya? "Ehm .. aku tidak bisa meninggalkan tempat ini, aku sudah bekerja disini sejak di sekolah menengah atas dan sekarang aku sudah setengah jalan di universitas, mungkin kalau aku sudah lulus dan bisa kerja kantoran, pekerjaan ini akan aku tinggalkan." Oke, alasan melankolis ini diterima Juna, karena alasan sudah lama bekerja disini walau gajinya tidak sebesar penawaran yang masuk, tetap dia terima. "Baiklah, kamu yang antar kan aku kesana." "Eh tapi aku kan sedang kerja," jawab Sophia. "Kamu lupa sudah dibebastugaskan oleh Jack?" tanya Juna sambil mengangkat satu alisnya. Ah dia pake ingat lagi, rutuk Sophia. Padahal dia berharap lelaki tampan ini lupa akan hal itu jadi dia bisa melanjutkan pekerjaannya. "Aku akan menelpon temanku dulu soal lowongan ini, aku tidak begitu yakin masih ada atau tidak karena sudah beberapa hari yang lalu." "Kita datangi saja sekarang, tidak perlu menelpon," Juna agak memaksa. "Baiklah, aku akan mengambil tasku dulu." Sophia beranjak dari tempat duduknya, notes yang tadi dibawanya tidak terpakai. "Jack ... aku akan mengantarkan orang itu ke tempat Ervin temanku di City, dia perlu tambahan orang untuk bekerja di sana, mungkin aku bisa kasih rekomendasi untuk pria itu." "Oke, hati - hatilah, sudah hari ke tiga dia makan disini, aku belum tahu dia orang baik atau bukan .... jangan mau dibawa ke tempat sepi berduaan." "Hey, ini tanah kelahiranku, dia bahkan tidak terlihat seperti penduduk lokal sini, aku bisa saja menipunya dan meninggalkannya di dalam bis menuju luar kota," bantah Sophia. "Jangan coba - coba lakukan itu, kamu sudah buat masalah pagi ini dan jangan ada masalah lagi, aku cuma tidak ingin kamu buat kesalahan kedua kalinya karena bibi Lyn akan mendengar ini dan itu akan jadi biiiig trouble," ucap Jack yang seperti melebih - lebihkan dua kata terakhir, tapi itu tidak terlalu salah, bibi Lyn memang mudah sekali marah kalau Sophia berbuat kesalahan. "No ... just kidding, Jack. Aku juga khawatir kalau dia kembali lagi kesini dan kita semua akan dapat masalah kalau aku buat kesalahan lagi. Setelah dia mendapat pekerjaan aku harap tidak akan bertemu lagi dengannya." "Aku justru berharap dia tetap sarapan disini, dia pelanggan yang bagus." "Ooh whatever ... aku pergi dulu, wish me luck, semoga dia mendapat pekerjaannya dan aku bisa kembali meneruskan jam yang tersisa, aku membutuhkan uangnya untuk membeli tiket konser," cengir Sophia. "Sebaiknya kamu menabung." "Ya nanti." Sophia memgambil tasnya yang digantung di belakang pintu tempat penyimpanan barang. "Kalau sudah selesai dengannya kau bisa kembali, tapi kalau belum ... jangan harap aku akan memberikan kamu jam kerja." "Oke .. oke, kamu terlihat lebih galak dari dia," canda Sophia, "Bye Jack, see yaa.." "Bye." Sophia menghampiri meja Juna dan mengajaknya pergi. Tapi Juna tidak langsung mengiyakan, dia malah menghampiri kasir untuk membayar pesanannya tadi. "Tidak usah dibayar, itu akan jadi tagihan Sophi," kata Jack sambil melihat ke arah Sophia yang berada satu langkah di belakang Juna. "Tidak apa - apa, gajiku akan dipotong sedikit," sahut Sophia menambahkan sambil melihat ke arah Juna, dia ikhlas asal mereka segera pergi dan dia bisa menyelesaikan hukumannya dengan cepat dan bisa kembali bekerja, soalnya uangnya lumayan kalau dia masih bisa kembali bekerja empat atau lima jam lagi. "Aku bukan asli orang sini, tapi di tempatku berasal tidak biasa dengan ini, apa yang aku makan tetap harus aku bayar, mengenai kesalahanmu, kamu akan menggantinya dengan mencarikan aku kerja, aku rasa itu cukup adil," ucap Juna sambil menoleh ke Sophia yang sekarang berdiri disebelahnya. Sophia melihat ke arah Jack dan Jack mengangkat bahunya ringan, "Baiklah," ucapnya sambil memencet angka di layar Ipad kasir. Juna membayar semua tagihan dengan uang cash, yang dia bayar bukan cuma makanannya tadi berikut kopi tumpah tanpa pengganti, dia bisa menunda acara minum kopinya nanti sore saja. "I wish you luck and hope you get the job," harap Jack lalu memberikan uang kembalian Juna. "Keep the change and thank you for your wishes, bro." "Sure, no problem," jawab Jack sambil memasukkan uang tip Juna tadi ke dalam toples bening yang ada tulisan TIP di sebelah kanan kasir. Juna dan Sophia pun meninggalkan The Bean menuju tempat Ervin bekerja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD