"Iya, Njiid. Jangan muleh dulu ya?" pinta Gloria. Dia memang terlihat sangat betah berada di rumah Ola. Apalagi setelah mendapatkan pijatan dari Ola.
Tak lama kemudian muncul Ola dengan sebuah baki. Ada satu gelas berisi kopi hitam dan dua toples di atas baki.
Akhyar tersenyum ke arahnya. Akhyar sebelumnya meminta Ola membuatkannya kopi pahit hitam.
"Di rumah ada kolam renang nggak?" tanya Ola sembari meletakkan baki di meja samping Akhyar duduk. Dia tersenyum ke arah cucu-cucu Akhyar yang menjerit-jerit kesenangan di dalam bak plastik besar milik Bagas. Nayra memang sengaja meninggalkan bak plastik milik anaknya di rumah ibunya.
"Ada. Mungkin ada suasana berbeda yang baru mereka rasakan," jawab Akhyar lembut. Dia sambut kopi buatan Ola dan menyeruputnya.
"Persis cucuku, Mas. Kalo sudah main ke sini, pasti main kolam. Padahal di rumah eyangnya ada kolam gede. Malah kata mamanya dia malas berenang di sana. Kalo ke rumahku, malah ini yang dicarinya,"
Akhyar berdecak setelah menyeruput kopi panas pahitnya.
Ola lalu duduk di samping Akhyar dengan kursi terpisah.
"Aku nggak pernah menikah," mulai Akhyar. Sepertinya dia sudah tidak sabar ingin mengungkapkan dirinya sebenarnya di depan Ola.
Akhyar menghempaskan napasnya seiring asap rokok yang terhembus dari mulut dan hidungnya.
"Dulu aku pernah melamar pacarku. Nayura. Usiaku 30, dia 17. Lamaranku ditolak dengan berbagai macam alasan." Akhyar menelan ludahnya kelu.
"Aku kecewa, Ola. Aku sangat mencintainya. Aku kesal. Akhirnya aku tumpahkan kekesalanku ke klub malam, dan berjumpa perempuan bernama Selita,"
Akhyar menekan-nekan puntung rokoknya yang sudah habis.
Ola terdiam sambil memperbaiki duduknya agar tenang mendengar cerita Akhyar.
"Aku berhubungan badan dengannya di mobil. Dia seorang janda yang baru dicerai suaminya. Dua bulan kemudian, dia mendatangiku, mengaku sedang mengandung anakku. Aku tentu tidak mempercayainya. Aku hampir saja membunuhnya juga bayinya."
Pandangan Ola tertunduk. Ada sedikit rasa sesal dia membiarkan Akhyar datang ke rumah dan menceritakan kisahnya. Ola tidak menyukai mendengar kisah-kisah sedih. Cukup hidupnya saja yang dulu menyedihkan, dia tidak ingin mendengar kisah sedih hidup orang lain. Karena akan menguak kenangan lama dari ingatannya.
Ola menelan ludahnya. Berusaha membuat perasaannya nyaman untuk mendengar kisah Akhyar selanjutnya.
"Setahun kemudian, ada sebuah pesan datang untukku mengatakan bahwa putriku sudah lahir, dan sangat cantik. Dan aku tidak boleh menemuinya. Aku gemetar, Ola. Entah kenapa aku muak dengan diriku. Sejak itu aku yang tidak sanggup menghilangkan rasa cintaku kepada Nayura dan aku yang menganggap diriku keji ini, tidak menginginkan pernikahan dengan siapapun. Dan sejak itu pula aku senang memelihara gadis-gadis muda, entah berapa banyak aku tidak ingat. Karena itu sangat menenangkan pikiranku."
Ola melirik Akhyar sesaat, dia memang melihat ada penyesalan di raut wajah itu.
"Delapan belas tahun kemudian, aku berjumpa seorang gadis cantik di sebuah hotel. Dia baru saja memulai menjual diri. Aku sangat menyayanginya. Pikiranku yang semula tidak menginginkan pernikahan, sejak aku mengenal dekat gadis itu, aku menginginkan pernikahan dengannya. Dia cantik meski kumuh. Dia sangat baik hati. Aku senang mencumbunya, tapi aku tidak 'menyentuh'nya."
Akhyar menarik napas dalam-dalam. Dia tatap cucu-cucunya yang masih berteriak kegirangan.
"Tapi setelah itu dia kabur dariku karena sebuah pertengkaran dengan gadis-gadisku. Tak lama, aku mendengar kabar bahwa dia malah menikah dengan salah satu staff kepercayaanku. Aku sangat menyesalinya. Sangat menyesal kenapa tidak dari dulu saja aku langsung menikahinya."
Ola menarik napasnya dalam-dalam. Entah kenapa dia jadi penasaran dengan kisah Akhyar selanjutnya.
"Aku lalu menemuinya kembali di saat dia sudah menikah. Dan aku yang selalu ingin berada di dekatnya, akhirnya mengangkatnya jadi anakku. Aku sangat mencintainya. Hanya dia yang sanggup memudarkan cintaku kepada Nayura."
Ola kembali melirik Akhyar. Muncul rasa kagum saat mengamati pria itu. Menurutnya, Akhyar adalah seorang pria yang sangat menghargai arti cinta yang sesungguhnya.
"Suatu hari, aku mengajaknya menuju Melbourne. Karena sebelumnya dia punya keinginan pergi ke sana. Ingin mengunjungi mama kandungnya yang sudah lama hidup di sana. Mama kandung yang tidak ingin berdekatan dengannya."
Akhyar sebentar melirik Ola yang dengan seksama mendengar ceritanya.
"Semua berjalan lancar, Ola. Kami sudah berencana akan bersenag-senang di sana. Hingga akhirnya tibalah saat menjumpai mamanya."
Akhyar menahan napasnya.
"Kamu tahu, Ola. Ternyata mamanya adalah perempuan yang aku setubuhi di mobil saat itu."
Mata Akhyar mengerjap menahan genangan air mata di pelupuk matanya. Dia toleh wajah Ola yang tampak menahan rasa kagetnya. Ola juga memegang dadanya.
"Gadis itu akhirnya mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Kami berdua adalah dua orang yang sangat terpukul saat itu. Malu, kecewa, marah, aku nggak tau lagi gambaran perasaanku saat itu. Acara liburan kami pun berantakan. Dan terpaksa dia menikah ulang dengan suaminya di sana."
Akhyar menghela lega.
"Kami pun pulang dengan perasaan senang. Tapi terus terang sebenarnya dari hati yang terdalam, aku masih menyesali menghadapi kenyataan bahwa dia adalah anak kandungku. Karena aku sangat mencintainya. Namun seiring waktu, aku terus lawan perasaanku itu dengan mengasihi dan menyayanginya. Aku harus terima kenyataan bahwa aku adalah seorang Papa. Dan akhirnya aku berhasil melewatinya."
Akhyar menunjuk cucu-cucunya yang masih tertawa senang. Ada sirat kebahagiaan yang terlihat dari wajah tampan tuanya.
"Tapi tentu saja ada masa-masa merasa sepi," Akhyar kembali meraih gelas kopinya dan menyeruputnya. Akhyar kemudian melirik Ola yang sepertinya sudah tenang mendengar kisahnya yang akhirnya membahagiakan.
"Aku merasa butuh teman ngobrol begini. Yang mau dengarkan aku. Yang aku senangi tentunya. Dan entah kenapa aku merasa senang dan nyaman jika berdekatan dengan kamu. Memikirkanmu bisa membuatku sangat tenang."
Ola tersenyum tipis. Sudah dia duga, Akhyar pasti mengatakannya. Tapi Ola sudah siap mendengarnya juga mempersiapkan jawaban serta tanggapan mengenai niat Akhyar yang ingin 'mendekati'nya.
"Cerita kamu, Mas. Cerita yang nggak biasa bagiku. Tapi ya monggo silakan saja kalo Mas memang merasa nyaman ajak ngobrol aku," tanggap Ola santai. "Tapi sekadar teman ngobrol aja, Mas," lanjut Ola. Dia berusaha membuat perasaannya tidak terganggu dengan kata-kata Akhyar yang mulai menjurus.
Akhyar mengamati Ola dengan senyum hangatnya. Tampaknya dia juga tidak kecewa dengan kata-kata Ola. Menurutnya ini sudah menjadi awal yang baik. Diterima baik oleh Ola di rumahnya saja sudah cukup membuatnya lega.
"Kamu sendiri, Ola. Kenapa tidak mau menikah lagi?" tanya Akhyar hati-hati.
Ola mendengus tersenyum. Sejenak diliriknya Akhyar yang sepertinya sangat ingin tahu alasannya.
"Males. Bikin nambah-nambah kerjaan, Mas. Nambah beban hidup," jawab Ola.
Akhyar tertawa menggeleng. Ola terlalu jujur menurutnya. Tapi dia menyukai Ola yang blak-blakan.
"Kamu apa nggak ngerasa sepi. Anak-anakmu sudah pergi dan punya hidup masing-masing,"
"Ya kalo sepi tinggal ke rumah atas main sama cucuku. Meski nggak nginap juga di sana, di sini ada beberapa temanku juga."
"Tapi apa salahnya coba. Buka hati, Ola. Aku juga sebenarnya belum bisa menghilangkan perasaan cintaku terhadap Nayura. Tapi setidaknya aku mau mencoba. Seperti sekarang ini, sama kamu."
Ola menundukkan kepalanya sebentar. Lalu dia pandang wajah Akhyar dengan senyum hangatnya. Mata Akhyar mengerjap kagum melihat cara Ola menatapnya.
"Aku nggak bisa. Aku nggak bisa melupakan Almarhum Yusuf. Aku nggak bisa menduakan Mas Yusuf," desah Ola. Lalu cepat-cepat dia melemparkan pandangannya ke Gloria dan Grace yang sudah mulai berhenti bermain. Tampak keduanya berlari-lari kecil masuk rumah setelah meraih handuk yang sudah disediakan Ola.
"Wow. Bagaimana dia meninggalkan kamu selama-lamanya, Ola. Sakit?" tanya Akhyar hati-hati. Dia tatap Ola penuh rasa simpati.
Ola menelan ludahnya kelu. Sudah lama dia tidak mendengar seseorang yang bertanya perihal penyebab kematian suaminya di hadapannya langsung.
Ola menghela napas berat.
"Dia. Kecelakaan, Mas Akhyar. Ditabrak truk waktu hendak pergi ngajar ke sekolah." Ola menyeka air matanya mengenang masa-masa indah bersama Yusuf lalu harus menghadapi kenyataan bahwa Yusuf harus pergi selama-lamanya dengan tiba-tiba.
"Tabrak lari," lanjut Ola. Sangat pelan.
Bersambung