Karma is Real

1195 Words
*** "Nggak semua masalah bisa selesai hanya dengan kata 'nggak papa'." ~Cakra Aditama~ *** "Eh Tha ... sori, gue nggak bermaksud—" "Nggak papa." Cakra mendesah berat mendengar jawaban Atha. "Nggak semua masalah bisa selesai hanya dengan kata 'nggak papa', Tha," tegas Cakra. "Any problem?" Atha menggeleng. "Oh iya Cak, makasih." "Hah? Makasih? Buat apa?" tanya Cakra bingung. "Udah nolongin gue kemaren di gudang." "Gudang? Emang lo kemaren kenapa?" Cakra memasang raut cengo. Atha mengernyit. "Loh? Kemaren lo kan yang naroh teh sama kertas? Kertasnya juga ada nama elonya kok." Sebelum Cakra membalas, ponselnya lebih dulu bergetar. Ada pesan masuk. 081843xxxxxx Bilang aja iya. Ngomong kalo emang lo yang nolongin Atha, ngasih teh, dan ninggalin kertas di meja. Cakra mengernyit. Siapa yang mengiriminya pesan? Ia menoleh ke jendela. Ada laki-laki yang memakai topi berjalan terburu-buru. "Cakra?" panggil Atha. "Eh? Ehm, iya itu gue." Cakra menggaruk tengkuknya. "Makasih ya." Atha tersenyum tulus. Ritme jantung Cakra sudah tidak beraturan. Senyum Atha sudah menjadi candu untuknya. Entah siapa yang menolong Atha dan menuliskan pesan singkat bahwa ia yang melakukannya. Yang pasti, ia berterima kasih karena ia kembali melihat senyuman manis itu. *** Agra menepuk pundak sahabatnya. Ia terlihat lesu. Bagaimanapun ia tidak bisa berlama-lama bertengkar dengannya. "Sori, Lan," ucap Agra. Atlan menoleh. Rautnya terkejut. Ia mengerang pelan. "Gue minta maaf soal Atha, soal semuanya." "Minta maaf ke Atha," tukas Agra. "Lo sama Atha ada hubungan? Lo suka sama dia?" tanya Atlan. "Nggak!" sahut Agra cepat. "Terus? Kenapa lo keliatan marah banget pas lo tau Atha kayak gitu? Perasaan gue nggak pernah liat kalian omong-omongan deh," kata Atlan heran. Agra meneguk salivanya. "Nggak penting. Kenapa lo biarin Cakra?" tanya Agra mengalihkan topik. "Ah itu ... lo liat tadi?" tanya Atlan. Agra mengangguk. Atlan melepas topinya. Ia mendesah pelan. "Gue nggak tau kenapa gue ngelakuin itu. Gue juga bingung." Agra menyadarinya. Ada sesuatu yang enggan Atlan ungkapkan. Ia tak mau jujur pada satu hal. "Nggak papa kalo lo nggak mau jujur ke gue. Tapi yang penting lo harus jujur ke diri lo sendiri. Cuma elo yang tau apa yang lo mau," kata Agra. Agra mendengus kala Atlan hanya diam memandang sepatunya. Badannya disenderkan ke tembok belakang UKS. "Lagian ya, ngapain lo pacaran sama Kay sih? Membuktikan bahwa lo bisa ngegebet siapa pun di SMA Permata ini? Bangga disebut playboy?" tanya Agra sarkas. Atlan semakin menunduk. Apa yang dikatakan Agra tepat mengenai ulu hatinya. "Gue sih cuma mau bilang. Karma itu nyata. Jangan sampe lo salah pilih. Kesempatan nggak selalu datang dua kali." Agra berjalan pergi setelah menepuk dua kali pundak Atlan. *** "Atha, lo nggak papa?" tanya Kay. Ia baru dengar bahwa Atha sedang di UKS. Ia sempat berpapasan dengan Cakra tadi di lorong. "Gue nggak papa, Kay." "Siapa yang bully lo? Lolita lagi? Tha, kan udah gue bilang—" "Kita nggak harus membalas perlakuan jahat orang lain, kan?" potong Atha. "Tapi kan, Tha—" "Gue nggak papa, Kay." Kay menghela napas lelah. Atha keras kepala, sama sepertinya. "Loh, lo mau ke mana?" tanya Kay melihat Atha turun dari ranjang UKS. "Bantu Cakra. Dia kerja sendirian dari kemaren. Gue mau bantu," jawab Atha. "Oh ya udah gue mau cari Atlan dulu," kata Kay. "Dah, Atha." Atha diam. Ia menatap Kay yang sudah keluar dari UKS. *** "Nggak cukup lo bully anak orang selama ini, Lol?" sentak Kevin. Seketika Kevin dan Lolita menjadi pusat perhatian di koridor kelas 11. Saat ini, pertunjukan sedang break untuk isoma. Kevin mendatangi Lolita dkk yang sedang tertawa bersama. "Eh apaan ini maksudnya?" tanya Lolita terkejut. "Nggak usah sok suci!" kata Kevin berapi-api. "Sekarang lo ikut gue." "Apa sih, Vin. Lepas nggak tangan gue?" Lolita menjerit ketika tangannya ditarik kasar oleh Kevin. "Diem," desis Kevin. "Lepasin du—" "Gue bilang diem ya diem!" bentakan Kevin cukup membuat nyali Lolita ciut. Pun dengan anak-anak lain yang menonton. Mereka jarang melihat ketua OSIS SMA Permata marah. Karena selama ini Kevin selalu ramah pada semua orang. Lolita pasrah kala Kevin membawanya ke ruang OSIS. Nyali Lolita semakin tipis saat Kevin membanting keras pintu ruang OSIS agar tertutup. "Vin...," panggil Lolita. Jujur saja ia takut pada Kevin yang marah. Seperti dulu. "Ngapain lo tadi?" tanya Kevin datar. "Hah? Ma-maksudnya apa?" tanya Lolita tergagap. "Cih, gini aja kayak orang gagu. Mana babu-babu lo? Nggak nolongin? Itu yang lo sebut temen?" Kevin tersenyum miring. "Mau ngaku atau gue laporin ke—" "Ngaku! Gue ngaku. Asal jangan laporin gue ke kesiswaan, plis," ucap Lolita memohon. "Hm? Lo ngapain tadi?" tanya Kevin santai. "Gue—" "Permisi!" Seseorang membuka pintu ruang OSIS. "Agra? Ada perlu apa ke sini?" tanya Kevin. "Memberi keadilan buat Atha," kata Agra. Tatapannya tertuju pada Lolita. Lolita mundur perlahan. Ia menelan ludahnya gugup. "Gue bakal nanya-nanya ke lo nanti." Agra mengangguk setuju. "Lo ngapain Atha tadi?" tanya Agra. Lolita diam. "Jawab!" "Gu-gue ... plis, Gra, Vin, gue bakal ngelakuin apapun, asalkan jangan kasih tau kesiswaan." Lolita memohon. "Kenapa? Takut diDO? Makanya, udah kelas dua belas itu ya belajar, bukannya gangguin urusan adik kelas!" sentak Agra. "Oke, ini yang terakhir. Biarin gue pergi." Lolita memelas. "Semudah itu? No. Lo udah hancurin masa remaja cewek gue. Lo udah bikin cewek gue nggak mau sekolah lagi. Jadi, gue nggak bakal bebasin lo lagi. Lo harus dapet ganjarannya, biar lo lebih ngehargain orang lain. Jangan ngerasa paling tinggi, Lol. Di atas langit, masih ada langit, inget itu!" ucap Kevin geram. "Soal Liana ... gue nggak peduli. Salah dia sendiri kok, keluar dari sekolah ini, kan?" "Ya tapi itu karena lo, berengsek!" Kevin menggebrak meja rapat yang panjang. "Tenang, Vin. Lo ketua OSIS, jangan bikin skandal," tutur Agra menenangkan. "Gue mau nanya, Lol. Kenapa lo bully Atha? Atha salah apa sama lo?" tanya Agra pada Lolita. "Dia itu belagu! Sok-sokan! Semua cowok dideketin. Kemaren Atlan, sekarang Cakra. Besok siapa lagi? Nggak cukup Kay aja yang ambil perhatian murid Permata? Sejak ada Kay dan Atha, gue udah nggak di peduliin lagi sama murid disini. Dan khusus Atha, gue benci sama dia. Mukanya polos tapi aslinya munafik." "Lo ngomong gitu seakan Atha cewek nggak baik." "Ya emang. Dia itu matre. Ngakunya sahabat ke Kay tapi aslinya mah cuma morotin duitnya doang. Ckckck, gue kasian juga ke anak model itu. Terus ya, Atha itu ganjen, sok suci, jijik liatnya." Lolita menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan nuduh Atha sembarangan kalo nggak tau apa-apa! Lo nggak tau bahkan 1% pun tentang Atha. Jadi, jangan asal nilai orang," tukas Agra. "Lo itu siapanya Atha sih? Pacar bukan, mantan bukan, gebetan bukan—" "Tapi gue kembarannya Atha. Mau apa lo?" Pernyataan Agra membuat Lolita dan Kevin membulatkan mata mereka. Mereka tidak percaya hal ini. "Maksud lo ... apa Gra?" tanya Lolita. Tidak mungkin kan, Atha ini kembarannya Agra yang ganteng, cool, kaya, dan disukai banyak orang? "Lo kembarannya Atha?" Kevin membeo. Sedangkan Agra mengusap wajahnya. Ia keceplosan. Astaga, masalah besar. Ia harus mengalihkan perhatian. "Nggak lah, bercanda. Pokoknya gue nggak terima Atha digituin sama lo. Mending lo ke kesiswaan sama Kevin sekarang. Gue ada urusan," kata Agra buru-buru. Agra segera keluar dari ruang OSIS. "Ehm. Ayo Lol, ikut gue. Lo udah nggak bisa ditoleransi." Lolita mengikuti dengan pasrah. Semoga ia tidak diDO. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD