Clea dilecehkan

1444 Words
Argya baru sampai di kampusnya pagi hari, padahal bimbingannya dimulai siang nanti. Sejak Argya mengetahui Clea menjadi dosen di kampusnya, lelaki itu bertekad untuk bimbingan setiap hari. Sebenarnya dia ingin hanya ingin bertemu dengan Clea dan mencoba merayunya untuk membimbingnya menggarap skripsinya. Sambil bersiul Argya berjalan mengunjungi sekret UKM yang dulu pernah diikutinya. Dia berjalan di sepanjang deretan sekret UKM, tapi ketika melewati UKM paduan suara Argya mendengar suara kecil yang meminta tolong. Argya berhenti di depan pintu UKM itu yang tertutup, mencoba menajamkan pendengarannya. Sekret UKM Paduan Suara yang nampak sepi membuat Argya curiga. “Kurang ajar, kalian mau apa!” kalimat itu seharusnya diteriakan bukan diucapkan dengan nada biasa, tapi karena yang menyuarakan merasa sia-sia jika teriak akibat keadaan sekret yang sepi. Sekret yang ada di sebelah UKM Paduan Suara juga sedang tidak ada orang, sehingga orang itu hanya bisa pasrah. Argya yang mendengar umpatan itu langsung mendobrak pintu Sekret UKM Paduan suara. Lelaki itu terkejut ketika melihat Clea hampir dilecehkan oleh mahasiswanya. Keadaan Clea kini setengah telanjang, baju bagian atasnya sudah terkoyak meninggalkan branya yang masih menempel di dadanya. Wajah Clea dipenuhi air mata karena ini pertama kalinya bagi wanita itu mendapatkan pelecehan dari mahasiswanya sendiri sejak ia mulai mengajar disini setahun yang lalu. Tubuh Clea ditahan dua orang di kedua sisi, sedangkan salah satu orang yang diperkirakan ketua dari ketiganya sedang berjongkok di depan Clea yang terkapar. Lelaki itu berniat menanggalkan seutuhnya semua baju Clea. “b******k!” teriak Argya sambil menendang punggung pria di depan Clea ke arah samping, lalu memukulinya hingga babak belur. Ketika Argya merasa pria itu tidak dapat bergerak lagi, Argya beralih ke dua pria lain yang tadi menahan tubuh Clea, kemudian melakukan hal yang sama ke mereka seperti yang dilakukannya kepada pria yang sudah babak belur di sampingnya. Setelah merasa sudah membereskan ketiga laki-laki itu, Argya beralih ke arah Clea yang sedang menangis tersedu-sedu sambil memeluk lututnya untuk menutupi tubuh bagian atasnya. “Ibu nggak papa?” tanya Argya menghampiri Clea dan memegang kedua bahu wanita itu. Clea yang ketakutan secara refleks memeluk Argya dan menangis di bahunya. Argya yang merupakan pria normal, merasa sedikit terangsang ketika merasakan d**a Clea yang hanya dilapisi selembar kain menempel di dadanya. Argya memejamkan matanya berusaha meredam gairahnya yang muncul diwaktu yang tidak tepat. Lelaki itu membalas pelukan Clea untuk menenangkan wanita itu. Darahnya terasa berdesir ketika bersentuhan langsung dengan kulit mulus dosennya. Setelah dirasa cukup tenang dan tangis Clea sudah mereda, Argya melepaskan pelukannya. Lelaki itu melepaskan kemejanya dan menyisakan kaos ketat yang menjadi baju dalam Argya. “Ibu pakai baju saya saja,” ucap Argya sambil memakaikan kemejanya ke tubuh Clea dan mengancinginya satu persatu. “Terima kasih, Argya.” Sebenarnya Clea cepat sekali melupakan nama-nama mahasiswanya, tetapi karena kemarin Argya memberikan momen yang membuat Clea kesal sehingga wanita itu dapat mengingat namanya. “Sini saya bantu,” Argya mengulurkan tangannya untuk membantu Clea berdiri. Wanita itu menerima uluran tangan itu dan mereka pun berjalan beriringan menuju ruang jurusan. “Ini kedua kalinya aku menolongmu,” gumam Argya sambil menatap punggung mungil Clea di depannya. Ternyata gumaman Argya terdengar Clea, sehingga membuat wanita itu menoleh ke arah Argya sambil berkata, “maksudnya?” “Enggak, gapapa kok bu,” ucap Argya gelagapan. Lelaki itu yakin Clea tidak mengingat kejadian di bar saat kesuciannya direnggut Argya. Keduanya melanjutkan langkah mereka hingga sampai di ruang jurusan. Clea memasuki ruang jurusan diikuti Argya di belakang. “Sekali lagi terima kasih ya,” ujar Clea berterima kasih untuk kesekian kalinya. Seandainya Argya datang terlambat sedikit saja, mungkin sekarang Clea sudah dilecehkan sepenuhnya. Argya membalas ucapan Clea dengan anggukan pelan dan tersenyum manis. “Tapi ini nggak gratis.” Ucapan Argya itu membuat Clea merubah raut wajahnya menjadi cemas, dia takut permintaan Argya. Clea mengerti bahwa dia sudah tidak perawan lagi, tapi kalau seandainya harus memberikan tubuhnya ke pria asal lagi, wanita itu akan merasa lebih baik mati saja. “Kamu mau saya melakukan apa?” “Nggak susah kok. Saya hanya ingin ibu membantu saya dalam pengerjaan skripsi saya,” ucap Argya terus terang tentang permintaannya. “Tapi saya bukan dosen pembimbingmu.” “Memangnya salah jika saya minta bimbingan ibu?” “Ya enggak,” bukannya Clea tidak ingin membimbing Argya, tapi karena ilmunya belum sefasih dosen pembimbing Argya, membuatnya rendah diri. “Kalau begitu kapan saya bisa bimbingan ke ibu?” ucap Argya berterus terang meminta jadwal pertemuan mereka. “Sebentar,” Clea membuka lacinya dan mengeluarkan selembar kertas yang berisi jadwal mengajarnya. Dia memberikan kertas itu kepada Argya, “ini jadwal saya. Kamu bisa menemui saya di luar jam mengajar.” “Baik terima kasih bu,” Argya menerima lembaran kertas itu dengan senyum lebar. Akhirnya dia mendapatkan alasan untuk terus bertemu Clea. “Kamu kenapa sampai selama ini belum juga lulus?” sambil menunggu dosen pembimbing Argya, Clea mengajak lelaki itu berbicara. “Saya sambil kerja bu,” jawab Argya diiringi senyum. Memang benar alasan pria itu lambat mengerjakan skripsinya karena harus bekerja semalaman sebagai bartender. “Alasan yang cukup klise. Padahal ada mahasiswa yang sudah menikah dan mempunyai anak, tetapi bisa menyelesaikan skripsinya tepat waktu,” sindir Clea dengan memandang tajam ke arah mahasiswanya ini. Argya yang mendapat sindiran itu hanya menampilkan senyum cengengesan dengan wajah tanpa dosanya. Lelaki itu merasa wanita di depannya kini terlihat cukup lucu ketika berekspresi sinis seperti itu. “Mungkin karena dia punya penyemangat yaitu anak dan istri, kalau saya kan nggak ada bu,” Argya berusaha membela diri. “Tanggungan dia lebih banyak karena berumah tangga daripada kamu yang masih jomblo, Argya,” ucap Clea sambil menunjuk wajah Argya dengan bolpoin di tangannya. “Kalau begitu gimana kalau saya nikah sama ibu aja,” celetuk Argya tiba-tiba dan berhasil membuat Clea terkejut. “Lulus aja belum. Mau kasih makan saya apa?” “Cinta,” jawab Argya dengan enteng diiringi senyuman manisnya yang tidak pernah luntur jika berhadapan dengan Clea. “Makan tuh cinta. Sudah-sudah, mana skripsi kamu. Sambil menunggu dosen pembimbingmu, saya yang revisi skripsimu,” Clea yang mulai muak dengan ucapan ngawur Argya, memilih menyuruh lelaki itu mengeluarkan skripsinya. Argya dengan cepat melepas tasnya yang sedari tadi di punggungnya lalu mengeluarkan laptop untuk memulai bimbingan dengan Clea. Clea juga terlihat membuka laptopnya sendiri yang ada di mejanya dan meminta Argya mengirim file skripsinya yang sudah di revisi setelah ujian proposal. “Mana yang sudah kamu revisi? Sepertinya ini masih sama seperti saat ujian proposal,” komentar Clea setelah membaca sekilas skripsi Argya. “Saya belum paham dengan teori yang dimaksudkan ibu. Jadi, saya tidak merevisi apapun,” aku Argya berterus terang. Clea menatap tajam ke arah Argya, lalu mulai menjelaskan teori yang dimaksudnya. Sedangkan Argya hanya memandang wajah Clea dengan senyum mengembang di bibirnya, sedikit pun tidak ada ucapan Clea yang masuk ke telinga Argya karena lelaki itu terlalu fokus menelusuri wajah cantik Clea. “Sudah jelas sampai sini?” tanya Clea setelah menjelaskan teorinya panjang lebar. Argya yang mendapat pertanyaan tiba-tiba langsung tersadar dan menjawab dengan gelagapan, “eh iya jelas bu.” “Yaudah kamu revisi dulu, nanti kalau sudah selesai bisa tanya saya lagi,” Clea mengirim berkas skripsi Argya yang sudah dia tandai mana saja yang harus direvisi, “eh itu dosen pembimbingmu sudah datang,” lanjut Clea ketika melihat dosen pembimbing Argya memasuki ruang jurusan. “Terima kasih bu,” setelah mengatakan itu Argya beralih mengambil laptopnya yang terbuka dan membawanya ke meja dosen pembimbing untuk mulai bimbingan. ketika Argya berjalan ke arah meja dosen pembimbingnya, Clea memerhatikan punggung Argya yang sedikit familiar baginya. Dia merasa pernah melihat punggung yang sama dan membuatnya mengingat malam itu. malam panasnya bersama lelaki yang tak dikenalnya. Apakah sebenarnya laki-laki itu adalah Argya? Clea segera menepis pemikiran itu, dia yakin Argya tidak mungkin menghabiskan waktunya ke bar sedangkan dia sendiri sibuk dengan skripsi dan pekerjaannya. Mengenai pekerjaan Argya, dia tidak tahu dan tidak mencurigainya bahwa Argya bisa saja bekerja di bar. Sementara itu di sekret UKM Paduan suara, ketiga pria yang telah babak beluk dipukuli Argya kini sudah sadar. Salah satu pria yang diketahui ketua di antara mereka terlihat menatap tajam kedepan sambil mengusap kasar sudut bibirnya yang berdarah. “Wanita sialan, berani sekali dia menolakku. Apa belum cukup ancaman papa buat keluarin dia dari kampus ini,” gerutu pria itu yang ternyata adalah anak dari salah satu pemegang saham di kampus ini. “Tenang saja bos, masih banyak waktu buat nyicipin wanita itu. Kalau tetep nggak mau kita aduin ke bos besar,” celetuk anak buah dari pria itu. Pria yang menjadi ketua itu tersenyum sinis, dia membenarkan perkataan anak buah sekaligus temannya itu. “Clea Rahmona Sapphire, kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD