Tangisan Chris dan Viyone

810 Words
"Akhirnya kamu mengatakan yang sebenarnya, Jeff Hamilton, saat itu aku tidak memaksamu menikahiku. Kamu berjanji akan setia padaku. Aku sudah mengatakannya jika suatu saat kamu berubah tolong beritahu aku. Jangan menyakitiku seperti ini. Tapi, apa yang kamu janjikan...Kamu memberiku janji tidak akan ada wanita lain yang akan muncul dalam hubungan kita," ujar Viyone. "Saat itu aku merasa sangat kejam kalau aku meninggalkanmu, Padahal dalam hatiku merasa jijik. Apa lagi setelah aku mendapati kamu mengandung darah daging pria itu. Aku tetap berusaha bersabar walau pun aku tidak bisa menerimanya," ujar Jeff. Vivian mengeluarkan air mata dan betapa sakit hatinya setelah mendengar ungkapan suaminya yang dia cintai selama ini. "Kau tahu aku adalah korban, Kejadian itu bukan aku yang menginginkannya. Aku disekap dan dibawa ke kamar hotel oleh orang yang aku tidak kenal. Aku berusaha melawan tapi aku tidak berdaya. Aku sangat sakit dan malu. Kamu merasa aku jijik? Aku juga merasakan diriku sudah kotor dan malu berhadapan denganmu. Kenapa setelah kamu memberi aku kesempatan kamu baru membunuhku seperti ini," ujar Viyone. Chris berdiri di balik pintu, tubuhnya bergetar ketika dia mendengar pertengkaran Jeff dan Viyone yang semakin memanas. Matanya berkaca-kaca, air mata mulai mengalir deras membasahi pipinya. Hatinya sangat terluka dan tidak menyangka ternyata dirinya bukan putra kandung dari pria yang dia panggil sebagai " papa" selama ini. Kedua tangannya terkepal erat, mencoba menenangkan diri. Suara Jeff semakin keras, terdengar jelas dari balik pintu. "Aku akan menikahi Meliza dalam waktu dekat, kamu terima atau tidak, aku tidak butuh izin darimu," ucap Jeff dengan tegas. Viyone terdiam sejenak, lalu balas berkata, "Kau datang dengan tujuan menyakitiku. Kenangan kita tidak berguna sama sekali bagimu setelah kejadian malam itu. Apakah kau tahu, yang kau lakukan saat ini lebih hina dari pada kejadian yang aku alami." "Terserah! Meliza adalah wanita yang kubutuhkan saat ini, dia akan memberikan aku keturunan. Kami akan hidup bahagia. Hubungan kita sudah berakhir. Setelah kamu keluar. Lebih baik kamu pergi bersama anakmu itu. Aku dan Meliza akan tinggal di rumah baru," ujar Jeff dengan terus terang. Viyone mengusap wajahnya yang dibasahi oleh air mata yang kian menderas," Jeff Hamilton, Kalau bukan karena kau, anak dalam kandunganku tidak akan meninggal. Sekarang kau pergi begitu saja dengan wanita itu. Suatu saat kau akan menyesalinya." "Hanya satu penyesalan hidupku, Yaitu menikahimu," ucap Jeff yang membuat Viyone semakin terpukul." Andaikan mataku tidak buta, mungkin aku dan Meliza sudah bahagia. Kau adalah pembunuh anakku. Aku bersusah payah membesarkan anak sampah itu. Tapi, kau mengunakan cara ini membalasku." "Chris bukan anak sampah, dia malah lebih dewasa dan pengertian darimu, Dia bisa merasakan betapa menderitanya aku. sementara kau hanya mengutamakan kesenangan sendiri," jawab Viyone yang semakin kesal. Jeff berdiri dengan menatap tajam ke arah Viyone yang sedang duduk di ranjang pasien. Wajahnya terlihat penuh kemarahan, namun ada juga sedikit rasa kecewa yang terlukis di wajahnya. "Baiklah, kalau begitu kau hidup saja dengan anak sampah itu, aku ingin tahu apakah kau bisa hidup tanpaku. Apakah anakmu itu bisa sukses tanpa bantuanku. Aku ingin lihat seberapa hebat anak yang kau banggakan itu," ujarnya dengan nada hina. Jeff langsung berbalik dan melangkah pergi dengan langkah cepat. "Pergi! Pergi!" teriak Viyone dengan wajah memerah, air mata membanjiri pipinya, suara isak tangisnya terdengar memilukan. Tubuhnya gemetar, tangannya mencengkeram selimut di atas ranjang dengan erat. Ia merasa kehilangan dan terluka oleh ucapan suaminya yang begitu menyakitkan. Sementara itu, Chris yang selama ini diam berdiri di luar kamar, hanya bisa melihat kepergian Jeff dengan tatapan kosong. Hatinya remuk, rasa sayang dan hormatnya pada ayahnya itu perlahan-lahan sirna. "Ternyata aku tidak punya papa," ucap Chris dengan suara lirih dan air mata yang mulai jatuh. Chris terduduk lemas di lantai menunduk dengan wajah lesu yang tampak begitu pilu. Dengan kedua tangan mungilnya, ia menutup mulut rapat-rapat, berusaha menahan isakan tangis agar tak didengar oleh ibunya yang ada di dalam kamar. "Anak sampah? Ternyata selama ini di mata papa, aku hanyalah seorang anak sampah. Dari sejak aku masih kecil, papa tak pernah mengendongku, tak pernah peduli padaku. Ternyata itu semua karena aku bukan anak kandungnya," gumam Chris dalam hati, air mata semakin deras mengalir membasahi pipinya. Dalam keheningan yang menusuk kalbu, Chris mendengar isak tangis yang tak kalah pilu dari kamar. Itu adalah suara Viyone, Hatinya semakin teriris mendengar tangisan ibu yang ia sayangi itu. "Mama, apa yang harus aku lakukan? Papa pergi begitu saja, kita tidak memiliki rumah dan apa-apa lagi. Sedangkan aku hanya anak yang tidak memiliki seorang papa. dilahirkan hanya untuk dibenci!" batin Chris. "Hatiku sakit sekali, Papa sangat tega pada kami. Bagaimana mungkin dia mengucapkan kata-kata yang begitu menyakitkan, seolah kami tak berarti baginya?" batin Chris dengan perasaan yang hancur berkeping-keping. Ia berusaha menguatkan diri, namun tangisnya semakin sulit untuk diredam, begitu pula perasaan sakit hati yang kian menggelayuti dirinya. Viyone menepuk dadanya yang serasa sesak dan sakit, Ia menangis tanpa berhenti. Tanpa dia sadari tangisannya telah didengar oleh putranya yang di luar kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD