TJCPP 4

1160 Words
Alvaerelle membelalak. Buru-buru dia pun pergi ke laman yang dikatakan oleh si pembicara tersebut. Dia berharap besar. Meski tidak sesuai dengan jurusan pun tidak masalah. Setidaknya dia memiliki kesempatan untuk berkuliah. Dia sangat ingin berusaha agar dirinya mampu diterima di perguruan tinggi dan telepas dari bayang-bayang bibi dan saudaranya. Lalu air mata pun perlahan keluar. “Aku berhasil.” “Tunggu-tunggu, jadi kamu berhasil atau gagal sebenarnya Alva?” tanya Tante Lin kebingungan. Terutama melihat Alvaerelle menangis tersedu-sedu sampai menghantam tubuh dan memeluk tubuh wanita tersebut dengan erat. Tingkat emosionalnya tidak dapat lagi terbendung. Alvaerelle ingin membagikan kebahagiaannya, tetapi tangisnya tidak kunjung berhenti. Terlalu bahagia membuatnya lupa daratan. Sampai Tante Lin pun membawanya untuk berjongkok. Setidaknya dengan begitu pengunjung tidak akan salah paham. Jika Tante Lin bisa, dia ingin membawa Alvaerelle ke tempat istirahat, tetapi tidak ada yang akan menjaga kasir jika begitu. Alvaerelle semakin erat memeluk Tante Lin. Berulang kali dia mengucapkan berhasil. Dia berhasil diterima. Namun kesulitannya dalam mengungkapkan segalanya itulah yang menghambatnya saat ini. Sampai pintu pun terbuka dan Tante Lin menyuruhnya untuk tetap berada di bawah. “Lin, kenapa Alva menangis?” tanya seorang pria dengan suara parau. “Itu ...” Nampaknya Tante Lin tidak dapat menjelaskan. Dia sendiri bingung harus bagaimana menceritakan alasan Alvaerelle menangis. Jadi dia jelaskan tutur cerita dari awal. Berharap jika Bos El akan memahami apa yang diucapkan. Lalu Bos El pun mengangguk dan menghampiri Alvaerelle. Pria dewasa yang telah memiliki anak sepantaran dengannya pun menepuk pelan kepala Alvaerelle. “Tidak apa, lepaskan saja semuanya jika itu membuatmu bisa lebih baik, Alva.” Alvaerelle mencoba menghapus air matanya. Pandangannya cukup mengabur, tetapi dia dapat melihat Bos El dan Tante Lin sangat menghawatirkannya. Pasti kesalahpahaman ini membuat semuanya simpati. Jadi perlahan Alvaerelle pun menggeleng. Dia seharusnya menjelaskan semuanya kepada dua orang dewasa itu dengan jelas, sehingga tidak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain. Jadi dia bercerita tentang nomor tidak dikenal yang baru saja menelponnya. Tentang beasiswa full tetapi bukan dengan jurusan yang diminatinya. Dia sangat bersyukur, tetapi sedikit kecewa. Entah kenapa dia ditolak karena lebih menonjol di salah satu jurusan yang bahkan tidak dia minati. Ah, Alvaerelle ingat. Ketika dia sadar kekurangannya ada pada tes yang bersangkutan, dia mengasa kemampuannya terus-menerus pada bidang tersebut. Salahnya. Dia yang berharap bisa masuk ke dalam jurusan DKV kini malah seharusnya beralih ke manajemen bisnis. Agak jauh dari harapan. Sekarang, dia harus menentukan pilihannya. “Menurut paman, kamu coba ambil saja. Ini adalah kesempatanmu untuk membuktikan diri bukan? Selain itu, Bibimu tidak akan mencampuri urusanmu jika kamu berhasil masuk ke perguruan negeri. Itu bagus,” ucap Bos El memberikan semangat. “Bos El benar, Alva. Kamu mungkin tidak bisa masuk ke jurusan yang kamu inginkan. Namun, tidak ada salahnya mencoba. Belum lagi, ini beasiswa full. Kamu tidak akan dipungut sedikit pun!” balas Tante Lin dengan bangga. Keduanya sangat bersemangat. Alvaerelle mengangguk. “Aku ... aku akan mencobanya. Bos El, aku minta izinmu untuk datang terlambat besok.” “Kenapa besok? Pergilah sekarang, Alva. Kamu harus datang untuk memastikan juga. Jangan khawatirkan soal toko sekarang. Aku dan Lin dapat mengatasinya dengan baik,” jelas Bos El penuh semangat. Seakan orang yang mendapatkan kabar baik ini adalah anaknya. “Sungguhkah aku bisa berangkat sekarang, Bos? Terima kasih ... terima kasih banyak,” balas Alvaerelle sambil menyelami pria dewasa tersebut. Bos El memintanya untuk berganti pakaian terlebih dahulu dan memeriksa barang-barangnya. Takut ada yang tertinggal dan harus kembali lagi. Tidak lupa Alvaerelle mengecek kembali semua persyaratan daftar ulang dan segera mencetak semua formulirnya. Tempat itu adalah tempat yang paling Alvaerelle tuju. Dia sangat bersemangat. Di dekat rumahnya terdapat halte bus. Jadi sekali naik bus umum, dia akan sampai tujuan. Tidak akan ada masalah. Semuanya akan baik-baik saja. Perjalanannya akan baik-baik saja. Seraya meregangkan badan, Alvaerelle pun tersenyum. Dalam hatinya dia mengucapkan rasa syukur. Tiba-tiba, bus yang Alvaerelle tumpangi berguncang. Entah apa masalahnya. Ini mungkin diakibatkan oleh gempa. Buru-buru supir bus pun menghentikan lajunya. Tidak lupa meminta para penumpang untuk berpegangan erat. Mereka tidak bisa keluar dari pintu selama sensor pada busnya tidak mendeteksi ada pintu halte. Ini sangat gawat. Lalu gempa pun berakhir. “Kenapa gempa ini datangnya tiba-tiba? Untung saja tidak ada kecelakaan,” ucap seorang penumpang yang duduk di bangku depannya. Alvaerelle dapat mendengar suara nyaring dari ujung sana. Tepat di mana jalur itu harusnya berhenti bergerak. Namun, sebuah truk terus melaju. Membuat Alvaerelle membelalak. Kini suara nyaring pun dapat terdengar dari tempatnya. Alvaerelle mengembuskan napasnya. Dia tidak tahu harus berkata apa dan bagaimana menanggapinya. Lalu selintas semuanya menjadi gelap. Entah mengapa itu justru membuat Alvaerelle kebingungan. Yang dia tahu, tubuhnya sakit. Remuk. Ini sangat menakutkan. - - - - - - - - - - - - - - - “Apa kamu mau kehidupan kedua?” tanya seorang gadis cantik dengan rambut pirang dan matanya yang seperti berlian biru. Itu yang pertama kali Alvaerelle lihat ketika dia tersadar di tempat yang penuh dengan kegelapan. Dia tidak mengerti kenapa gadis itu mengucapkan kehidupan kedua. Apa maksudnya dia baru saja mati? Alvaerelle benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana mungkin dia sudah mati begitu saja. “Alvaerelle, aku bicara denganmu. Waktuku tidak banyak karena kupakai untuk menyelamatkan setengah jiwamu,” balas gadis tersebut. “Kamu siapa dan kenapa kamu seenaknya membicarakan kehidupan keduaku?” “Aku adalah Dewi Musim Semi, dewi para bunga. Seharusnya kamu sudah mati saat ini karena kecelakaan yang menimpamu. Namun, Dewa Kematian tidak menginginkan kamu mati untuk saat ini. Itu dikarenakan kamu memiliki dua kehidupan. Namun, jika kamu menginginkan kematian itu sendiri, aku akan membiarkanmu,” jelas gadis tersebut. “Tidak ... aku tidak ingin mati terlebih dahulu. Masih ada banyak hal yang harus aku kuasai. Aku harus menjadi sarjana dan membanggakan orang tuaku. Membuktikan pada Bibi kalau aku mampu tanpa bantuannya,” jelas Alvaerelle. “Tapi di kehidupan ini kamu sudah mati, Alvaerelle. Baiklah, bagaimana jika kita membuat kesepakatan? Jika kamu mau kembali hidup, kamu harus mengikuti satu permintaanku, apa pun itu,” tawar Dewi Musim Semi padanya. “Kalau kamu menolak, kamu pun tidak akan dibawa ke surga atau neraka oleh Dewa Kematian. Ruh milikmu itu ditolak.” Alvaerelle menunduk ke bawah. Dia masih tidak percaya jika saat ini dirinya justru meninggal tanpa meraih apa pun. Belum lagi dia dikatakan ditolak ke alam baka. Menyedihkan. Kalau begitu dia pun sama saja tidak bisa bertemu dengan ibu dan ayahnya. Tanpa berlarut-larut, Alvaerelle pun mengangguk. “Baiklah, aku setuju untuk menjalani kehidupan kedua, Dewi Musim Semi. Katakan padaku, apa yang harus kulakukan?” tanya Alvaerelle sambil menghapus air matanya. Dia harus mengakui jika hari ini dirinya terlalu banyak menangis. “Kamu harus melindungi sesuatu. Jika kamu bisa menyelesaikannya, maka kamu akan aku berikan kesempatan untuk kembali hidup  di duniamu. Petemuan kita kali ini akan kuhapus. Kamu memang tidak akan mengingatnya,” balas Dewi Musim Semi. “Tunggu, lalu bagaimana caraku tahu kalau misiku itu?!” “Kamu akan menyadarinya secara tersendiri secara perlahan-lahan. Sekarang kembali pejamkan matamu dan selamat tinggal,” bisik Dewi Musim semi itu pelan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD