TJCPP 16

1054 Words
Tiba-tiba seseorang menjambak rambut Alvaerelle. Memaksa agar dirinya berdiri. Mata mereka bertatapan dan dia melihat Leia berusaha untuk membantu. Namun, yang didapatkan adalah dorongan kuat. - - - - - - - - - - - - - - - "HENTIKAN!" Alvaerelle membentak para gadis yang mengitarinya dan juga Leia. Mereka sebenarnya hanya melakukan ultimatum yang diujarkan oleh Myrin. Menindasnya. Hanya dia. Namun kenapa pelayannya juga harus ikut terluka? Dia tidak mau melibatkan pelayannya lebih dari ini. Segera dia menggenggam pergelangan tangan yang sedang memegang rambut panjangnya. Rambut ini sudah ditata oleh Leia. Sangat lama hanya demi menunjukkan kecantikannya pada dunia. Tidak seharusnya orang-orang ini malah merusaknya. Dia tidak terima. Ini adalah hasil kerja keras pelayan pribadinya. Orang yang paling memercayai dan mendukung penuh apa saja yang dia lakukan. Tidak mau berlama-lama, Alvaerelle menatap tajam pada gadis elf itu. Hanya perlu hitungan detik untuk mengubah posisinya. Kali ini dia yang menahan tangan gadis itu ke belakang punggung. Menaikkan sedikit sampai lawannya berteriak kesakitan. Setelah itu, dia pun mendorong dengan kuat sampai jatuh tersungkur. Sama seperti yang dilakukan mereka pada Leia. "Apa ada lagi yang mau macam-macam denganku dan Leia? Jika ada, siapkan mentalmu," ucap Alvaerelle. Untung saja dulu di sekolah dia sempat belajar bela diri, meski tidak lama sampai menjadi master. Para gadis itu lebih banyak muncul. Kecuali orang yang menggunakan baju latihan. Sejujurnya Alvaerelle hanya menggertak saja. Dia tidak benar-benar ingin melawan. Terlebih di saat-saat seperti ini. Semua yang dilakukan olehnya saat ini adalah teknik dasar. Dia tidak benar-benar bisa bertarung. Jadi dia harus bagaimana untuk menghindari pertempuran? Terutama dengan Gaylia. Gadis itu sangat mengenal baik Alvaerelle. Dia seharusnya tidak melakukan hal yang lebih buruk dari itu. Alvaerelle tidak bisa menggunakan bela diri. Tidak bisa memanah. Benar-benar gadis baik pada umumnya dan selalu menurut. Jadi dia agak khawatir ketika Gaylia berjalan ke arahnya. Dalam sekejap, gadis dari keluarga Zinsastra itu pun menampar Alvaerelle. "Apa keluargaku selalu mengajarkan tata krama seperti ini? Mereka hanya menjalankan apa saja yang sudah ditugaskan!" jelas Gaylia sambil menyimpangkan tangan di depan d**a.  Alvaerelle bukannya merasa sakit, dia justru tertawa. Sebenarnya, itu cara dirinya menyindir Gaylia. "Apakah kalian mengajarkannya padaku? Tentu saja! Setiap hari tanpa tamparan atau pukulan. Sangat sakit, itu yang kalian ajarkan padaku! Menganggap dririku sebagai hewan peliharaan!" "Lihatlah, kamu malah mempermalukan dirimu sendiri," balas Gaylia dengan senyum miring. "Kamu memang pantas menjadi hewan peliharaan ketimbang adikku." Alvaerelle tahu, Gaylia tidak pernah menganggap Alvaerelle sebagai adiknya. Jika pun iya, perlakuan gadis ini benar-benar buruk. Bahkan tidak dapat dihitung berapa banyak kesalahan yang sudah dibuatnya dengan melibatkan Alvaerelle. Menerima permintaan maaf itu tulis meskipun hanya sekecil itu. Sayangnya dia merasa yakin kalau Gaylia bahkan tidak akan pernah meminta maaf kepadanya atau Leia sekali pun. Gadis itu lebih suka memburu sendiri. Alvaerelle jadi bertanya-tanya tentang apa yang akan terjadi ke depannya. "Kapan memangnya kamu melihatku sebagai keluarga aslimu? Aku bahkan tidak dapat mengingat sama sekali," teriak Alvaerelle kencang. Gadis itu pun segera mendekatkan tangannya pada leher Alvaerelle. Sebelum sampai, Pangeran Myrin menghentikan kejadian itu. Tangan Gaylia digenggam kuat dan matanya memandang ke satu-satunya gadis yang ada di hadapannya. Alvaerelle. Dia yakin kalau Gaylia pasti mengira kalau dirinya memiliki dukungan yang sangat besar dari Pangeran Myrin. Namun itu sebenarnya salah besar. Dia tidak memiliki apa pun. Gaylia mengepalkan tangannya dan tengah mencoba lepas dari pegangan Pangeran Myrin. Gadis itu gusar. Ketakutan. Alvaerelle tahu betul, saat ini Gaylia tengah melawan rasa takut akan perbuatannya yang lalu. Ini pasti ada hubungannya dengan Soliana, tunangan Myrin sebelumnya. Tatapannya yang tajam pun mengarah pada Alvaerelle. "Gaylia Zinsastra, hal apa yang membuatmu harus menampar saudaramu sekaligus tunanganku?" ucap Myrin yang lalu melepaskan pegangannya pada Gaylia. "Kami hanya melakukan apa yang telah Pangeran Myrin katakan. Menindas Alvaerelle. Ultimatum yang Anda ucapkan tidak pandang bulu. Bukanlah itu yang Anda perintahkan?" balas Gaylia sambil memijat pelan pergelangan tangannya. "Ya, kalian memang disuruh oleh Myrin untuk menindasku. Bukan Leia! Bukankah wajar bagiku marah karena kalian semua melakukan kepada orang yang salah??" bela Alvaerelle yang lalu melirik ke adah Myrin. Dia harap laki-laki itu setuju dengan apa yang dikatakannya. "Kalian tidak perlu membuat Leia sampai terluka parah. Cukup membuatnya tidak bisa membantu Alvaerelle!" balas Myrin tidak sepenuhnya membantu. Dia memang tidak seharusnya datang ke sini, apalagi membicarakan hubungan mereka baik-baik. "Yang Mulia Pangeran, kami sama sekali tidak bermaksud begitu. Pelayan Nona Alvaerelle lebih lemah dari yang kami duga. Ini seharusnya bukan kesalahan kami," bela para gadis lainnya. Mereka hanya berkilah. Sejujurnya mereka senang membuat Leia terluka. Alvaerelle menarik napasnya. Dia sudah bertekad. Dia tidak berhenti sampai di sini. "Leia adalah pelayan terkuat yang pernah ada. Dia bukan sembarang pelayan. Bahkan seorang pelayan kadang lebih paham yang benar dan salah ketika tuannya kebingungan. Itu adalah bukti kuatnya Leia." Myrin tiba-tiba melihat pada Alvaerelle. Matanya menyipit, agak heran dengan apa yang didengarnya. Namun sejujurnya itu adalah alasan yang benar. Bahkan Alvaerelle bisa melihat beberapa gadis di sekitar menunduk. Pasti banyak yang bernasib sama seperti Leia. Kebebasannya tertahan hanya karena adat dan gelar. Menyedihkan sekali. Tidak dapatkah mereka merdeka? "Pangeran Myrin, lihatlah gadis yang banyak bicara itu! Dia hanyalah seorang b***k dulunya. Dia tidak pantas sama sekali bersanding dengan Yang Mulia Pangeran!" bentak gadis lain sambil menunjuk ke arah Alvaerelle. "Apa masalahnya jika aku seorang b***k di masa lalu? Walau begitu, aku tetap mampu berdiri di hadapan kalian. Bahkan aku siap untuk melawan satu per satu gadis di tempat ini," lanjut Alvaerelle tidak peduli lagi dengan apa yang dikatakannya. Myrin lalu tertawa terbahak-bahak. "Aku meragukan itu. Tapi, ucapanmu boleh dicoba. Bagaimana jika minggu depan, kalian para gadis pergi berburu kelinci ekor merah." "Apa?! Yang Mulia Pangeran, buruan itu sangat jarang ditemui. Dan lagi, untuk apa kami ikut dalam pemburuan?" tanya Gaylia geram. "Tentu saja untuk membuktikan siapa yang benar di antara kalian. Siapa pun yang menangkapnya, aku akan memberikan hadiah yang sangat spesial termasuk memberikan kewenangan untuk menindas orang yang menghalangi kalian," ucap Myrin seraya menyeringai. Semua gadis terperangah. Mereka mengangguk setuju dengan usul Pangeran Myrin. Tidak dengan Alvaerelle. Dia bahkan tidak tahu caranya memanah atau melakukan acara berburu. Dia takut justru tembakannya tidak akan seakurat milik Alvaerelle. "Pangeran Myrin, aku lebih baik beradu fisik ketimbang berburu," balas Alvaerelle. Myrin kembali menyeringai, laki-laki itu pun mendekatkan wajahnya pada sang gadis dan mulai berbisik, "Baik fisik atau berburu. Aku yakin kamu tidak akan mampu melakukannya, Alvaerelle. Bersiaplah untuk hukuman yang lebih parah dari ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD