Chapter 5

1827 Words
Cella mengenakan gaun putih selutut yang berlengan tiga per empat. Dia terlihat sangat cantik dan sederhana. Rambut panjangnya digerai dan dihiasi bando berwarna senada dengan gaunnya. Walaupun wajahnya hanya diberi make up tipis, tapi hal itu tidak mengurangi kecantikan alami yang dimilikinya. Selesai merapikan penampilannya di depan cermin besar, pintu kamar yang dia tempati terbuka dan menampilkan sosok suaminya. Sejenak mata mereka beradu, tapi Albert lebih dulu memutus pandangannya. “Mau aku bantu menyiapkan pakaian yang akan kamu pakai?” tanya Cella hati-hati. Karena suaminya tidak menjawab melainkan langsung menuju kamar mandi, maka Cella mengartikannya sendiri sebagai penolakan. Dia segera merapikan alat riasnya dan hendak keluar kamar. Belum juga handle pintu berhasil Cella raih, suara berat Albert dari dalam kamar mandi terdengar jelas di telinganya. “Siapkan pakaianku di atas ranjang!” perintah Albert dengan nada dingin. Mendengar perintah tersebut membuat Cella langsung menurutinya. Dia mengurungkan niatnya yang ingin keluar kamar. *** Cella berjalan bersebelahan menuju para tamu yang sudah hadir. Di sana sudah terlihat keluarga Christopher dan Anthony serta beberapa kolega bisnis yang kebetulan juga sahabat orang tua mereka. Saat mendekati para tamu, Albert menarik tangan Cella dan mengaitkan pada lengan kekar miliknya. “Jangan perlihatkan bahwa pernikahan kita bermasalah!” bisiknya dengan tegas. “Iya,” jawab Cella gugup, karena embusan napas suaminya sangat jelas terasa menyentuh kulitnya. Seketika Cella dilanda kegugupan saat melihat mertua dan orang tuanya berbincang dengan pemilik acara. Kegugupannya kian bertambah karena ternyata Albert membawanya ke arah mereka. “Malam,” sapa Albert kepada mertua, orang tuanya, dan pasangan Smith. “Sudah dari tadi, Ma, Pa?” tanyanya sambil memeluk Bastian dan Lily secara bergantian. “Belum, Sayang,” Lily menjawab sambil membalas pelukan putranya dan mencium kedua pipinya. “Ma, Pa, bagaimana kabar kalian?” Cella yang berada di sebelah Albert memberanikan diri untuk bertanya. “Seperti yang kamu lihat. Jauh lebih baik semenjak kamu pergi dan aku tidak melihatmu!” jawab Lily dengan sangat sinis. Mendengar jawaban sinis Lily membuat Cella menelan ludah. Dia tidak menyangka atas kata-kata menohok yang keluar dari bibir ibu mertuanya. “Bagaimana keadaanmu, Sayang?” Bastian memecah ketegangan yang mulai diciptakan oleh istrinya, sedangkan kedua orang tua Cella hanya bersikap tak acuh. Begitu pun dengan Albert. Sebelum Cella menjawab, Rachel menarik tangan dan merangkul bahu perempuan malang tersebut lebih dulu. “Menantumu ini baik-baik saja, Bas. Dia sangat antusias membantuku dalam menyiapkan pesta ini,” beri tahunya dan tidak segan memuji Cella. “Wah! Jika Papa mengadakan acara nanti, kamu yang akan Papa minta untuk menyiapkannya ya, Sayang,” balas Bastian sambil mengusap kepala Cella. Cella hanya menanggapinya dengan senyuman manis. “Dad, Mom, bagaimana kabar kalian?” Cella bertanya kepada orang tuanya dengan penuh tekad. “Sangat jauh lebih baik dari sebelumnya,” jawab Adrian datar. Dia menatap tajam Cella, sedangkan Sandra hanya mengangkat bahu. Cella kembali menelan ludah melihat sikap dingin orang tuanya. Andaikan bisa memilih, dia tidak ingin hadir dalam acara ini. Dia berulang kali mengembuskan napas secara perlahan untuk meredakan sesak yang kian menyerang rongga dadanya. Belum reda sesak yang Cella rasakan, samar-samar sapaan milik seseorang mengalihkan perhatian orang-orang di sekitarnya. Jantung Cella berdetak lebih cepat, diikuti wajahnya yang mulai memucat. Berbeda dengan Albert yang tengah menatap seseorang itu penuh rasa bersalah dan memendam kerinduan. “Hai, Cell. Hai, Al, kelihatannya kalian sangat serasi. Bagaimana keadaan anakmu, Cell? Jangan sering minum alkohol ya, karena sekarang kamu sedang mengandung,” sapa Audrey angkuh dan pura-pura memberi perhatian kepada mereka, terutama Cella. “Hai juga, Drey. Kamu tenang saja, anakku sangat sehat dan aku juga selalu menjaganya. Tidak mungkin rasanya aku sengaja ingin mencelakai anakku sendiri. Ngomong-ngomong, terima kasih ya telah mengingatkanku,” Cella membalas ucapan Audrey dengan tenang, akan tetapi Albert meliriknya sangat tajam. Seseorang itu adalah Audrey. Dia datang menggunakan gaun panjang tanpa lengan yang sangat sexy. Rambut pirangnya disanggul sehingga leher putihnya terlihat jelas dan sangat menggoda lawan jenis. “Kemarilah, Sayang, berikan selamat dulu kepada Tuan dan Nyonya Smith.” Suara Adrian mengalihkan Cella yang masih menatap Audrey dengan pandangan kurang bersahabat. “Aku hampir lupa, Dad,” sahut Audrey sambil berjalan menghampiri pasangan Smith. “Sejak kapan Audrey memanggil orang tuaku dengan sebutan Dad dan Mom?” batin Cella bertanya-tanya. Cella merasakan dadanya bertambah sesak seperti dipukul palu bertubi-tubi saat menyaksikan orang tua dan ibu mertuanya tertawa lepas bersama Audrey. Dengan cepat Cella menyeka air matanya dengan sebelah tangannya yang tidak dipegang oleh Albert, agar tidak diketahui orang lain. “Al, tanganku sakit,” rintih Cella saat genggaman suaminya mengetat. Setelah Cella selesai dirangkul Rachel dan saat kedatangan Audrey, Albert kembali menggenggam tangannya. Tersadar setelah mendengar rintihan istrinya, Albert pun segera melepaskannya. Jari sang istri memerah akibat genggaman eratnya. Dia kaget ketika melihat wajah memucat dan menahan sakit istrinya yang tidak bisa tertutupi make up. “Cell, kenapa dengan wajahmu? Kamu sakit?” Suara Cathy membuat Albert mengalihkan pandangannya dari wajah Cella. “Tidak apa-apa, Cath, aku hanya perlu minum dan perutku sedikit kram,” jawab Cella pelan sambil sesekali meringis. Cathy bersama Christy berjalan menghampiri Cella dan mengajaknya mencari tempat duduk. Christy hendak mengambilkan Cella minum dan beberapa makanan ringan berharap agar kakak iparnya merasa lebih baik, tapi sebelum berlalu dia sempat melihat kakaknya memerhatikan Audrey sangat lekat. “Al, ada istrimu yang lebih pantas kamu perhatikan saat ini,” bisik Christy mengingatkan di telinga Albert, kemudian berlalu. *** “Cell, benar kamu tidak apa-apa?” Cathy khawatir ketika melihat keringat memenuhi dahi Cella. “Iya, Cath, aku tidak apa-apa,” jawab Cella sambil mengelus perutnya seolah-olah bisa menghilangkan rasa kram yang menderanya. “Diminum dulu, Cell.” Christy datang sambil menggendong Fanny dan mengangsurkan segelas minuman hangat. Fanny berontak dari gendongan ibunya, tangannya mencoba menggapai Cella. Melihat tingkah bocah menggemaskan itu membuat Cella mengulurkan tangannya dan Fanny pun di dudukkan pada pangkuannya oleh Christy. “Fanny biar sama aku saja, Cell. Kasihan kamu,” ucap Christy saat melihat Fanny tengah asyik memainkan kalung yang dipakai Cella. “Tidak apa, Chris, sepertinya Fanny nyaman denganku,” balas Cella saat kram pada perutnya sudah reda. Cella, Christy, dan Cathy tertawa nyaring ditimpali celotehan tidak jelas dari Fanny. Walaupun sebelumnya Cella tidak terlalu mengenal Christy, tapi sikap ramah ibu satu anak tersebut membuat mereka cepat akrab. *** Mereka semua sudah berkumpul untuk menikmati makan malam dalam rangka perayaan ulang tahun pernikahan Tuan dan Nyonya Smith. Pesta ini dirayakan secara kekeluargaan dengan mengusung tema garden party. Cella duduk di samping Albert dan berhadapan langsung dengan keluarganya serta Audrey. Selama makan malam berlangsung, Cella beberapa kali memergoki Albert menatap penuh kerinduan pada Audrey yang duduk di depannya, sehingga membuat perutnya kembali dilanda kram. “Cell, kamu kenapa?” Pertanyaan George yang duduk berhadapan dengan Cella mengalihkan perhatian semua orang di meja makan tersebut, termasuk Albert. “Aku tidak apa-apa, George,” jawab Cella sambil tersenyum, meski terpaksa. Namun, tangannya yang berada di bawah meja makan meremas dengan kuat gaunnya. Tanpa diduga oleh Cella, Albert menggenggam tangannya dengan lembut dan menghapus keringat di dahinya. Mendapat perlakuan lembut seperti itu membuat mata jernih Cella berkaca-kaca, meski dia sadar jika yang dilakukan suaminya tersebut hanyalah sebuah kamuflase. “Ehem.” Dehaman keras Lily memutus perhatian semua orang yang menatap ke arah Cella dan Albert. Berbeda dengan Audrey, dia memberikan tatapan tajam dan tidak suka kepada Cella. “Cell, kalau kamu merasa kurang enak badan, sebaiknya beristirahat saja di kamarmu,” suruh Steve karena merasa kasihan kepada istri sahabatnya. “Trimester pertama pada kehamilan memang seperti itu, Sayang,” Rachel menimpali sekaligus menenangkan. Dia tahu jika perut Cella saat ini tengah kram, karena sewaktu membantunya membuat hidangan, perempuan tersebut beberapa kali meringis sambil memegang perut. “Aku sudah tidak apa-apa, Steve, Aunty,” jawab Cella menenangkan. “Baiklah, Cell, tapi kamu jangan memaksakannya ya.” Ucapan Rachel diangguki Steve serta yang lain kecuali Lily, Audrey, Albert, dan kedua orang tua Cella. *** Malam mulai larut, pesta pun telah usai dan tamu-tamu sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Namun, ada sepasang insan yang masih setia tinggal di meja makan tadi dan kini sedang duduk saling berhadapan. “Drey, bagaimana kabarmu selama sebulan ini?” Albert bertanya untuk memecah keheningan di tengah malam. “Aku hancur, Rio,” jawab Audrey dengan panggilan sayangnya kepada Albert sambil meneteskan air mata. Albert segera bangun. Dia langsung memeluk tubuh Audrey untuk menyalurkan rasa kangen sekaligus rindunya. “Maafkan aku, Sayang. Maafkan aku,” pintanya tanpa melepaskan pelukannya. Dia mencium puncak kepala Audrey yang tengah menangis di dekapannya. Lama mereka berpelukan, Audrey lebih dulu melepas dekapan hangat milik Albert dan menarik tengkuk leher laki-laki tersebut sehingga bibir mereka bertemu. Keduanya berciuman dan saling membalas pagutan bibir di bawah gelapnya malam. Setelah cukup lama saling mengeksplor rongga mulut masing-masing, Audrey dan Albert pun melepaskan ciuman sekaligus pagutan bibirnya. Kini Albert duduk di samping Audrey yang tengah menyandarkan kepala pada d**a bidangnya. “Rio, apakah aku boleh menemuimu lagi setelah pertemuan ini?” tanya Audrey sambil sesekali mencium aroma musk pada d**a Albert. “Tentu saja boleh. Kapan pun kamu mau bertemu, aku selalu siap, Sayang,” Albert menjawab sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh Audrey. “Tapi bagaimana dengan Cella?” Audrey mendongak agar bisa menatap laki-laki yang masih dicintainya tersebut. “Sayang, kamu tahu sendiri bahwa aku sama sekali tidak mencintainya. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa. Lagi pula aku juga tidak terlalu mengenalnya, meski dia adik kandung George,” Albert menegaskan. “Berarti tidak masalah jika aku menemuimu di apartemen?” Audrey memastikan. “Tentu saja tidak. Kalau kamu mau datang ke rumah orang tuaku juga tidak masalah. Mereka pasti akan sangat senang menyambut kedatanganmu, terutama Mama,” jawab Albert dan kembali mengecup puncak kepala wanita yang sangat dicintainya ini. “Sayang, apa kamu akan tetap menjadikan Cella sebagai istrimu dan pendamping hidup hingga akhir usiamu?” tanya Audrey pelan dan dengan nada sedih. “Tidak, Sayang. Aku sudah mempunyai rencana ingin menceraikannya setelah anak itu lahir. Apalagi pernikahanku ini sebatas bentuk pertanggungjawabanku saja terhadap keadaannya,” Albert menjawabnya tanpa sedikit pun keraguan. “Baiklah, Sayang, aku akan menunggu hingga saat itu tiba.” Audrey mengelus d**a bidang milik Albert dari luar pakaian yang dikenakan. “Bersabarlah, Sayang,” pinta Albert sambil mengecup bibir merah merekah milik Audrey. Tanpa disadari, Cella menyaksikan kegiatan mereka. Tidak hanya itu, Cella juga mendengar semua percakapan sepasang sejoli yang tengah saling melepas rindu dari jarak cukup dekat. Tanpa meminta izin terlebih dulu, air matanya dengan lancang telah mengalir deras. Tangannya pun ikut memegang dadanya yang sangat sesak dan sakit menyaksikan pemandangan di depannya. Cella merasa sebagai orang yang sangat hina dan jahat karena sudah menjadi penghancur kebahagiaan orang lain, sehingga hukuman seperti ini harus dia terima. “Andaikan bunuh diri itu tidak dosa, lebih baik aku mati daripada dibenci oleh orang-orang yang kusayang dan cintai, terutama orang tuaku. Meski belum ada cinta di dalam pernikahan ini, tapi aku mencoba untuk belajar mengenal dan mencintai suamiku. Namun, semuanya sia-sia karena kini aku telah dikhianati olehnya,” ucap Cella dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD