Chapter 4

1640 Words
Sinar mentari pagi menyusup ke dalam kamar sepasang suami istri yang tidak saling berinteraksi. Cella mengerjapkan mata berulang kali karena silau. Dia berbalik dari posisi tidurnya yang memunggungi ranjang sang suami. Di sana terlihat ranjang sudah kosong, menandakan bahwa suaminya telah bangun. Bahkan, mungkin telah berangkat ke kantor mengingat jarum jam sudah mengarah pada angka tujuh. Kepala Cella sedikit pusing saat bangun dari sofa bed yang menjadi tempat tidurnya. Dia duduk sebentar guna menghilangkan pusing yang mendera kepalanya. Setelah dirasa cukup, dia berjalan menuju kamar mandi sambil sesekali meringis. Cella memerhatikan penampilannya yang mengerikan melalui cermin di dekat wastafel kamar mandi. Hidung merah, wajah sembap, dan mata yang menyipit akibat menangis semalaman. Cella bergidik melihat penampilan dirinya sendiri yang memprihatinkan, oleh karena itu dia pun segera membasuh wajah pucatnya. Dia bergegas mandi agar tubuhnya merasa lebih segar, selanjutnya akan membersihkan apartemen seperti biasa sebelum pergi ke mansion milik mertua adik iparnya. *** Sebelum memulai kegiatannya, terlebih dahulu Cella sarapan dengan sisa kue yang kemarin diberikan Keira. Sebenarnya Cella sedang malas membuat sarapan apalagi mengisi perutnya, tapi karena sekarang ada nyawa tak berdosa di dalam rahimnya yang harus diberikan makanan, maka dia pun memaksakannya. Sesaat setelah mengirim pesan kepada Icha bahwa hari ini dirinya tidak bisa datang, tentunya dengan memberikan alasan yang sejelas-jelasnya, Cella menuju mesin cuci dan mengambil cucian. Saat akan ke kamar, kepalanya kembali berdenyut sehingga membuatnya terhuyung. Untung saja sebuah lengan kokoh menahan pinggangnya sehingga dia tidak terjatuh dan membentur kerasnya lantai. Dengan masih terkejut, Cella menahan napas dan menatap manik sebiru samudra dari pemilik lengan kokoh yang kini sedang menyangga pinggangnya. “Lain kali hati-hati. Jangan ceroboh. Aku nanti yang akan repot.” Albert menatap datar wanita yang terpaksa ditolongnya agar tidak terjatuh. Suara berat khas Albert membuat Cella sadar dan kembali bernapas. Dia segera memperbaiki posisinya dan Albert membantunya berdiri dengan tegak. “Maaf. Terima kasih,” ucapnya mencicit. Kegugupan menerpa Cella karena baru kali ini dia berada sangat dekat dengan suaminya. Apalagi melihat penampilan sang suami saat ini. Albert hanya memakai singlet dan celana olahraga selutut sehingga memperlihatkan otot-otot lengan kekarnya, ditambah lagi handuk kecil yang dikalungkan pada lehernya, serta tatanan rambutnya sedikit berantakan. Cella meyakini jika suaminya baru saja selesai fitness di salah satu fasilitas yang disediakan gedung apartemen tempat tinggal mereka. *** Cella duduk di sofa bed-nya dan memerhatikan gerak-gerik Albert, karena tidak seperti biasanya jam segini suaminya masih berada di apartemen. Dengan sedikit gugup Cella memberanikan diri bertanya, meski sadar tingkat dijawabnya sangatlah kecil, “Belum ke kantor?” Cella menelan saliva guna membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Karena tidak dijawab, entah itu memang tidak didengar atau malas menjawab, Cella pun bertanya lagi dengan hati-hati, “Kamu libur?” Cella segera memalingkan wajah ketika Albert mulai menanggalkan singletnya begitu saja. Albert bertelanjang d**a tanpa memedulikan keberadaan Cella di dalam kamarnya. “Cerewet!” Albert menanggapinya dengan ketus. “Persiapkan dirimu, sebentar lagi kita berangkat. Aku akan mengantarmu terlebih dulu,” titahnya dan berlalu menuju kamar mandi. “Iya,” jawab Cella pelan. Dia menatap nanar punggung suaminya yang mulai menghilang di balik pintu kamar mandi. *** Cella sibuk menyiapkan keperluan dan pakaian yang akan dibawa, termasuk gaun untuk acara malam nanti. Untung saja gaun-gaun koleksinya masih muat di badan, meski kondisinya saat ini sedang mengandung. Ketika Cella berniat menyiapkan pakaian milik Albert, tiba-tiba perkataan suaminya dulu terngiang-ngiang di telinganya, ”Jangan pernah menyentuh apa pun milikku, terutama yang sifatnya pribadi tanpa izin dariku atau perintahku!” Memang selama ini Cella selalu mencucikan pakaian milik Albert karena sudah di letakkan sendiri pada keranjang cucian kotor. Pakaian dan peralatan Cella di kamar pun tempatnya terpisah dengan walk in closet milik Albert. Cella hanya menyimpan pakaiannya pada lemari yang tidak terlalu besar di kamar sang suami. Albert keluar dari kamar mandi dengan melilitkan handuk di pinggangnya, sehingga memperlihatkan perut sixpack miliknya. Melihat itu, Cella segera keluar dari kamar dan membiarkan suaminya berganti pakaian. Dia sendiri memilih mengganti pakaiannya di kamar mandi tamu karena mereka akan segera berangkat. *** Sambil menjinjing travel bag, Cella berjalan di belakang Albert menuju lift  yang akan membawa mereka ke basement apartemen. “Ingat, jangan menceritakan keadaan rumah tangga kita kepada siapa pun, terlebih Christy,” perintah Albert sangat tegas saat sudah berada di dalam lift. Cella pun hanya menanggapinya dengan anggukan. “Bersikaplah selayaknya pasangan pada umumnya,” sambungnya dan Cella kembali mengangguk. Merasa tidak mendengar sepatah kata pun dari mulut wanita di belakangnya, Albert menoleh sambil menatap tajam Cella. Dengan cepat Cella kembali menganggukkan kepala tanda mengerti karena takut melihat tatapan tajam sang suami. Suasana di dalam lift sangat sepi, hanya embusan napas masing-masing yang terdengar, hingga akhirnya denting lift memecah kesunyian di antara mereka. *** Suasana di dalam Porsche putih milik Albert juga tidak jauh berbeda saat di lift tadi. Cella kembali dilanda rasa gugup dan mulai berpikir tentang seperti apa sikap mertua adik iparnya nanti. Albert menyadari kegugupan yang sedang dialami istrinya, tapi dia tetap mengabaikannya. Padahal menurut penilaian Albert, mertua adiknya lebih terbuka menerima keadaan yang mereka alami dibandingkan Mama kandungnya sendiri. “Al, bisakah berhenti sebentar di mini market depan sana?” tunjuk Cella saat melihat papan nama sebuah mini market. Dia memerlukan air putih untuk menghilangkan kegugupannya dan menenangkan dirinya sebentar. “Hm, adakah yang mau kamu beli?” tanya Cella setelah Albert memarkirkan mobil. Karena tidak mendapat jawaban, Cella pun akhirnya dengan cepat turun menuju pintu masuk mini market. Tidak berapa lama, Cella kembali ke mobil dengan membawa sebotol air mineral dan beberapa biskuit kering. “Jangan sampai ada remahan makanan di dalam mobilku!” Albert menginterupsi kegiatan Cella yang hendak memakan biskuitnya. Mendengar interupsi yang dilontarkan Albert dengan nada datar, Cella pun mengurungkan niatnya untuk memakan biskuit tersebut. Dia memilih memasukkan kembali biskuit itu ke dalam kemasannya. “Banyak sekali caramu menyakitiku,” batinnya melirih. Cella melihat keluar jendela untuk mengalihkan sesak yang mengimpit rongga dadanya. Dia berharap sesak itu menghilang perlahan setelah menikmati pemandangan yang dilewatinya. “Aku tidak melarangmu menikmati makanan yang kamu beli. Aku hanya mengingatkanmu saja,” Albert bersuara dengan nada tidak bersahabat setelah melihat Cella membatalkan niat menikmati biskuit keringnya. Cella menoleh saat Albert selesai berbicara. “Tiba-tiba saja seleraku hilang,” jawabnya pelan sambil memaksakan tersenyum. “Terserah. Bukan urusanku,” balas Albert dan langsung menambah laju kecepatan mobilnya. *** Mansion keluarga Smith tidak jauh berbeda dengan milik Christopher, yang membedakan hanya ukurannya saja. Cella menarik napas dan mengeluarkannya perlahan sebelum keluar dari mobil, sedangkan Albert sudah turun lebih dulu dan tengah berjalan menuju Christy yang menyambut kedatangan mereka. Cella jauh tertinggal di belakang suaminya sambil membawa travel bag dan ikut menghampiri adik iparnya. Cella mengira pesta ulang tahun pernikahan itu akan dirayakan secara meriah, tapi pada kenyataannya sangat sederhana. Dilihat dari hiasan di halaman samping mansion dan meja makan panjang yang mulai ditata. Cella menyimpulkan, acara nanti lebih tepat dikategorikan sebagai makan malam keluarga besar. “Hai, Cell, bagaimana kabarmu dan keponakanku?” Christy mencium pipi kiri dan kanan Cella sambil mengusap perut kakak iparnya yang masih datar tersebut. “Kami baik-baik saja, Chris,” jawab Cella sambil menyuguhkan senyum manisnya. Meski Christy membalas senyuman Cella, tetapi matanya menyelidik keadaan kakak ipar di depannya. “Wajahmu pucat. Kamu juga terlihat sedikit kurus dari terakhir kita bertemu. Benarkah kamu baik-baik saja?” Cella kembali tersenyum manis. “Mungkin ini disebabkan morning sickness yang aku alami,” jawabnya berbohong. Albert yang mendengar percakapan adik dan istrinya hanya bersikap tak acuh. Christy manggut-manggut. “Saat aku mengandung Fanny juga begitu,” tanggapnya membenarkan jawaban kakak iparnya. “Sayang, kenapa kamu biarkan tamu kita berada di luar terlalu lama? Ayo ajak mereka masuk.” Rachel menghampiri mereka bertiga sambil menggendong Stephany–cucunya. “Hai, Mrs. Smith,” sapa Cella ramah. Cella mengulurkan tangannya meski sedikit ragu, sedangkan Albert segera mengambil alih keponakannya dari gendongan Rachel. “Hai juga, Sayang. Kamu sehat?” Rachel menerima uluran tangan Cella setelah menyerahkan Fanny kepada pamannya. Rachel memeluk Cella dan mencium keningnya. Cella sangat kaget dan tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini. Dia pun segera membalas pelukan hangat Rachel dan mengangguk atas jawaban pertanyaan yang tadi dilontarkan oleh mertua adik iparnya tersebut. Sudah lama Cella menantikan pelukan seorang ibu seperti ini. “Ayo masuk. Sebaiknya kalian istirahat dulu di kamar yang sudah kami siapkan,” ajak Rachel kepada Albert dan Cella. Albert tiba-tiba menyerahkan Fanny kepada Christy dan berpamitan karena ingin mengurus sesuatu. “Maaf, Aunty, aku masih ada urusan dengan Uncle di kantor dan Steve. Mereka sudah menungguku. Aku ke sini hanya mengantar Cella, nanti setelah selesai kami akan datang bersama,” jelasnya. Rachel dan Christy mengangguk, sedangkan Cella yang sudah tahu hanya mendengarkan saja. “Aku pergi dulu, baik-baiklah di sini. Jaga diri dan jangan ceroboh. Satu lagi, jangan merepotkan orang lain,” bisik Albert memperingatkan kepada Cella. Setelah mendapat respons, dia pun kembali menuju Porsche putihnya. *** Setelah Cella menaruh barang bawaannya di kamar yang sudah disediakan, dia berniat membantu kegiatan di dapur. “Adakah yang bisa saya bantu, Mrs.?” Cella menawarkan bantuan ketika melihat kesibukan di dapur. “Jangan terlalu formal, Nak. Panggil saja Aunty, Mama juga boleh kalau kamu tidak keberatan,” jawab Rachel sambil menyuruh Cella mendekat. “Baik, Aunty.” Cella dengan senang hati mendekati Rachel dan memperkenalkan dirinya kepada asisten rumah tangga keluarga Smith. “Aunty lagi membuat cake dan beberapa jenis makanan yang akan dihidangkan nanti untuk menjamu tamu,” Rachel menjelaskan kepada Cella. “Kalau begitu biar aku saja yang membuat cake, Aunty,” Cella mengajukan diri dan langsung diterima oleh Rachel. Suasana di dapur sangat hidup karena Christy ikut bergabung sambil menggendong putri kecilnya. Celotehan tidak jelas Fanny semakin menghidupkan suasana, sampai-sampai tidak terasa beberapa cake dan masakan pun sudah siap untuk dihidangkan nanti. Rachel, Christy, dan Cella akhirnya menyudahi kebersamaan itu, mereka menuju kamar masing-masing untuk mempersiapkan diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD