Chapter 6

1378 Words
Cella melangkah dengan gontai menuju kamar yang telah disiapkan oleh asisten rumah tangga keluarga Smith. Setelah menyaksikan kemesraan dan mendengar langsung percakapan yang menyayat hatinya, dia menenangkan diri sebentar agar tangis sekaligus rasa sesaknya mereda. Sesampainya di dalam kamar, Cella mengemasi pakaiannya untuk berjaga-jaga jika suaminya langsung mengajaknya pulang. Sesekali dia menyusut air matanya yang lancang menetes. “Kita menginap malam ini.” Suara dingin Albert yang baru memasuki kamar membuat Cella terkejut saat masih sibuk mengemasi pakaiannya. “Baiklah,” jawab Cella singkat dan dengan nada lemah. Cella kembali menaruh travel bag di sudut ruangan dan berjalan lunglai menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian. Melihat Cella seperti itu, Albert hanya memerhatikan dan mengangkat bahunya tak acuh. Dengan santainya Albert melepaskan jas dan dasi dari tubuhnya. *** Setelah puas melepas rindu bersama Audrey, Albert menyuruh perempuan tersebut pulang dengan alasan tidak enak terhadap keluarga Smith. Sebenarnya dia hanya tidak mau kalau sampai sang adik mengetahui yang tadi mereka lakukan. Saat menuju kamar tidur, Albert bertemu Rachel. Wanita paruh baya tersebut menyuruhnya agar bermalam saja karena ibu mertua adiknya itu sangat iba terhadap keadaan Cella. Pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan Cella yang telah menggunakan pakaian tidur. Cella tidak menghiraukan keberadaan Albert, dia pun terkesan menghindari suaminya itu. Tanpa berbasa-basi dia segera mengambil bantal yang ada di samping suaminya dan selimut di dalam lemari. Seperti biasa, dia akan tidur di sofa yang tersedia di kamar itu. Untung saja sofa yang akan dijadikannya tempat tidur berukuran cukup besar. Albert ternyata tidak ambil pusing terhadap yang dilakukan Cella, karena menurutnya hal tersebut sudah dia anggap sepantasnya. Maka dari itu, dia pun segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum nanti berbaring dan bermimpi indah. *** Albert yang sudah siap mengarungi mimpi usai membersihkan diri merasa terganggu saat matanya menangkap punggung Cella bergetar. Dengan ragu Albert mendekati Cella yang berbaring membelakanginya dan tanpa membuang waktu dia langsung membalikkan bahu sang istri. Alangkah terkejutnya dia saat melihat keringat dingin memenuhi dahi Cella. Bahkan, kini seluruh tubuh istrinya tersebut sudah basah oleh keringat. Saat Albert menempelkan telapak tangannya pada dahi Cella, dia merasa suhu tubuh istrinya cukup panas. Tidak  hanya itu, wajah istrinya juga sudah memucat. Tanpa memikirkan sikap ketidakpedulian yang dijunjungnya selama ini, Albert segera membopong tubuh Cella kemudian membaringkannya di atas ranjang. Mengikuti instingnya dia mencari handuk untuk mengompres dahi Cella, berharap bisa meredakan panas tubuh perempuan tersebut. Tidak hanya itu, Albert juga memutuskan ingin mengganti pakaian Cella yang telah basah karena keringat. Di tengah-tengah aktivitasnya mengganti pakaian Cella, pandangannya jatuh pada perut polos sang istri yang terlihat lebih berisi. Tanpa diperintah, tangannya mengelus lembut perut yang saat ini menjadi tempat bernaung sesosok nyawa. Cukup lama Albert mengelus perut tersebut, bahkan setelah Cella menggunakan pakaian dengan sempurna. Setelah demam Cella mulai turun, dia memutuskan akan tidur di sofa yang tadi digunakan oleh istrinya. “Untuk malam ini biarlah aku yang mengalah mengingat kamu sedang sakit,” ucap Albert pelan sebelum menuju sofa. *** “Al, Cell, ayo bangun. Kita sarapan bersama,” panggil Christy sambil terus mengetuk pintu kamar yang ditempati Albert dan Cella. “Dasar pengantin baru,” sambungnya menggerutu. Di dalam kamar, Albert yang merasa tidurnya terganggu segera menyibakkan selimut dan menuju pintu. Sekilas Albert melihat ke arah ranjang, tempat istrinya masih tertidur. “Al ….” Kalimat Christy terpotong karena Albert sudah membuka pintu. “Jangan berisik! Cella masih tidur.” Albert menghalangi adiknya yang hendak ke dalam kamar. “Biar aku yang membangunkan Cella.” Christy mencoba masuk tapi kembali dihalangi oleh Albert. “Jangan bilang kondisi kamar kalian seperti terkena badai?” selidik Christy sambil menaikturunkan alisnya. “Sebentar lagi aku dan Cella ikut bergabung. Turunlah lebih dulu,” perintah Albert tanpa menanggapi pertanyaan menggoda kembarannya. Tanpa menunggu balasan dia pun langsung menutup pintu kamarnya. Albert menghampiri Cella setelah tidak lagi mendengar gerutuan sang adik karena diusir. Dia menyentuh dahi Cella untuk memastikan keadaannya. “Syukurlah, demamnya sudah benar-benar turun,” ucapnya dalam hati. “Cell, bangun. Sudah pagi.” Albert menepuk bahu Cella dengan pelan. Cella melenguh dan menggeliat karena ada yang mengusik tidurnya. “Cell, ayo, bangun. Keluarga Smith sudah menunggu kita untuk sarapan.” Albert kembali membangunkan Cella. Dengan perlahan Cella membuka mata, betapa terkejutnya dia saat melihat wajah Albert yang sangat dekat. Dia seperti orang linglung ketika menyadari berada di atas ranjang, bukan di sofa yang kemarin digunakan sebagai tempat tidurnya. “Tidak usah heran begitu. Cepat bangun, kita sudah ditunggu di ruang makan,” tegur Albert dengan nada tak bersahabat dan berjalan menuju kamar mandi. Sambil menunggu suaminya keluar dari kamar mandi, Cella berusaha mengingat dan mencerna kejadian pagi ini yang sangat tidak biasa. Saat Cella ingin menuruni ranjang setelah sepuluh menit suaminya di kamar mandi, dia semakin terkejut karena mendapati pakaian tidurnya semalam telah berganti ketika menyibakkan selimut. Pintu kamar mandi terbuka, terlihat Albert sudah menggunakan pakaian santai. Cella pun segera menuju kamar mandi karena merasa tidak enak hati pada keluarga Smith. Mengenai kejadian yang menimbulkan banyak pertanyaan di benaknya, akan dia tanyakan nanti. *** Cella dan Albert sudah bergabung dengan keluarga Smith yang masih sarapan. Keduanya memberi salam kepada pemilik rumah dan meminta maaf atas keterlambatannya, kemudian mereka pun duduk berdampingan. “Bagaimana tidur kalian?” tanya Rachel yang masih menikmati kopinya. “Sepertinya sangat melelahkan, Ma.” Bukannya Albert atau Cella yang menjawab, melainkan Christy mewakili dengan nada menggoda. Apalagi pertanyaannya tadi saat menyambangi kamar kakaknya tidak dijawab. Steve, Joshua, dan Rachel yang mendengar jawaban Christy terkesan menggoda, hanya bisa menggelengkan kepala. Lain dengan Albert yang memberikan tatapan tajam kepada sang adik karena menggodanya, sedangkan Cella hanya bersikap biasa. “Sudah, sudah, jangan kamu goda kembaranmu, Chris,” tegur Joshua karena dia bisa merasakan tatapan tajam Albert kepada menantunya yang lumayan jahil. “Cell, nikmati sarapannya dan anggap saja sedang berada di rumah sendiri. Suamimu dulu sering ke sini dan sudah Uncle anggap sebagai anak,” ucapnya kepada Cella. Cella mengangguk. “Terima kasih, Uncle,” balasnya ramah. Cella mulai mengambil sarapan untuknya juga Albert. Suasana pagi di kediaman Smith sangat hangat dan kekeluargaan, hal ini pertama kali dirasakannya semenjak menikah. “Cell, kamu sudah rutin memeriksakan kandunganmu?” tanya Rachel di tengah-tengah aktivitas sarapan mereka. “Sudah, Aunty, hari ini jadwalku periksa lagi,” jawab Cella setelah meminum air putih. “Albert yang akan mengantarmu?” Christy menyelidik. Cella memandang Albert sebentar dan beralih ke yang lainnya, kemudian dia menggeleng pelan. Albert memang tidak terlalu peduli dengan yang dilakukannya, begitu juga terhadap keadaan bayi mereka. “Belakangan ini Albert sedang ada banyak urusan perusahaan yang harus ditangani. Sahabatku yang akan menemaniku saat periksa nanti,” jawab Cella santai. Christy hendak berkomentar lagi, tapi segera dicegah oleh Steve. Dia tidak ingin istrinya terlalu ikut campur dalam pernikahan saudara kembarnya, yang juga sahabatnya sendiri. Sebenarnya Steve sangat kasihan melihat Cella. Dia tahu banyak mengenai Cella dari George, karena sahabatnya tersebut selalu bercerita tentang adik semata wayangnya, berbeda dengan Albert. Walaupun mereka bertiga bersahabat, tapi Albert lebih sibuk dengan hubungannya bersama Audrey tanpa mau mendengarkan ceritanya maupun George. Di saat hubungan Albert mengalami permasalahan dengan Audrey, baru sahabatnya itu mau bergabung dan meminta saran. Albert seperti telah dibutakan oleh cinta Audrey. *** Hari sudah menjelang siang, Cella dan Albert pun berpamitan untuk pulang. Sedangkan Joshua dan Steve sudah menuju kantornya masing-masing usai sarapan. “Sayang, jika kamu ada waktu, seringlah datang ke sini,” pinta Rachel saat Cella hendak memasuki Porsche putih milik Albert. “Iya, Aunty. Sampai jumpa dan sampaikan salamku kepada Christy,” balas Cella sambil melambaikan tangan. Christy sedang menidurkan putri cantiknya. Albert dan Cella pun meninggalkan mansion keluarga Smith. Di dalam mobil keheningan mulai tercipta, Cella teringat akan kejadian tadi pagi saat dirinya terbangun di ranjang yang seharusnya menjadi tempat tidur suaminya. “Al, hm, bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Cella hati-hati. “Kalau ingin menanyakan kejadian tadi pagi, baiklah aku akan mengatakan yang sebenarnya terjadi. Aku memindahkanmu ke ranjang karena kamu demam. Karena pakaianmu basah kuyup oleh keringat, maka aku putuskan untuk menggantinya saja. Jangan berprasangka terlalu jauh, aku sama sekali tidak tertarik dengan bentuk tubuhmu itu,” Albert menjelaskan tanpa perasaan. Mendengar penjelasan suaminya yang tanpa basa-basi, tiba-tiba Cella merasakan nyeri menyerang dadanya. Terutama tepat pada akhir kalimat. “Terima kasih telah bersedia memedulikanku,” ucapnya tulus, meski hatinya sakit.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD