"Hei! Kamu di sini rupanya!" Sebuah elusan lembut membuat Hitam membuka matanya yang masih mengantuk.
"Kamu pasti lapar. Tunggu, aku akan siapkan makanan untukmu." Pria bernama Boni itu menunjukkan dua plastik putih besar pada Hitam. Wajah pria itu tampak ceria, seperti biasanya.
Pria itu lantas membuka plastik itu dan mengeluarkan sebuah wadah dari dalam sana. Boni lantas mengisikan makanan kucing yang ia beli ke dalamnya. Sementara itu, Hitam yang mulai tertarik dengan kata makanan segera turun dari sofa menghampiri pria itu.
"Nah, makanlah. Aku akan membuatkanmu s**u," ucap pria itu. Boni berdiri dan segera ke dapur untuk menyeduh s**u untuk Hitam.
Apa ini? Haruskah aku makan benda ini? Euhhh .... Hitam menjauhkan tempat makan kucing itu dari hadapannya. Tak ada selera sedikit pun untuk memakan sereal kucing itu. Hitam lebih suka dengan serangga yang ia makan di hutan. Sungguh ia tak mau makan benda itu. Akan tetapi rasa lapar pada akhirnya membuat Hitam mau tak mau harus memakannya.
Hitam mendekati tempat makan kucing itu lagi, lalu mulai melahap kepingan-kepingan yang krispi dan terasa lembut itu.
Cih! Ternyata lumayan enak juga. Yah, tidak masalah. Daripada tidak ada makanan sama sekali. Hitam kembali mengambil sekeping lalu mengunyahnya dengan santai.
Di saat Hitam sedang mengunyah makanan yang Boni berikan, bau ikan goreng yang lezat memenuhi indera penciumannya. Membuat air liur Hitam meleleh karenanya. Hitam dengan cepat melupakan makanan yang sudah disediakan oleh Boni, kucing kecil itu mulai berjalan keluar dari rumah itu seraya terus mengikuti dari mana bau itu berasal. Bau lezat ikan goreng itu terus menariknya untuk mendekat. Memancingnya untuk menghampiri dan memakannya. Hingga tanpa Hitam sadari, kaki kecilnya telah melangkah masuk ke dalam rumah besar dan mewah itu.
Di sebuah ruangan yang luas, terdapat sebuah meja yang besar pula. Di sana, ada banyak sekali makanan yang disediakan. Seekor ikan yang baunya menarik perhatian juga terhidang di atas meja.
"Tidak ada siapa-siapa. Aku boleh kan naik ke atas? Baiklah, sepertinya aman. Jika sesuatu terjadi, maka aku akan berlari dengan cepat.' Hitam tak tahan lagi untuk melahap ikan tersebut. Ia benar-benar tidak bisa mengendalikan keinginannya. Kakinya bergerak sendiri menapaki lantai granit berwarna krem itu.
Hap!
Hitam melompat ke atas kursi lalu, melompat naik lagi ke atas meja. Benar-benar ada banyak sekali lauk di sana, akan tetapi hanya ikan goreng yang menarik perhatiannya. Hitam menoleh ke kanan dan ke kiri. Setelah aman, kucing itu memakan ikan goreng itu dengan rakus karena ia diburu waktu. Jangan sampai ia ketahuan oleh seseorang bahwa ia sedang mencuri makanan. Alhasil, dalam beberapa menit saja ikan lezat itu tinggal tulangnya saja, bahkan kepala ikan itu bersih tak bersisa masuk ke dalam perut hitam.
Hm, benar-benar enak. Sungguh sangat berbeda dengan makanan kucing tadi. Sangat memuakkan.
"Leon! Lihatlah!" teriak Raja pada asistennya. Raja menatap Hitam dengan wajah tak bersahabat. Pria itu tentu marah karena makanannya Hitam curi.
"Mampus! Aku ketahuan." Dengan lincah dan gesit, Hitam melompat turun lalu lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
"Leon!" Raja memijit pelipisnya yang terasa nyeri.
"Iya, Tuan ...." Leon hendak berlari mengejar Hitam.
"Sudah hentikan saja Leon. Ganti saja semua makanan yang ada," perintah Raja.
"Baik, Tuan." Leon tampak berpikir. "Tuan, bagaimana kalau kita buang saja kucing itu. Daripada ke depannya, Tuan semakin susah karenanya."
Raja memelototkan matanya, tidak suka dengan ucapan Leon. "Aku tidak mau mendengar kata itu lagi. Lebih baik cepat ke dapur, minta makanan baru."
Raja meninggalkan Leon yang mematung di sana, tak lama pria itu menghilang memasuki lift yang membawanya naik ke atas.
"Dia takut, dia benci tapi dia mau kucing itu tetap ada di sini. Siapa yang tahu, kucing itu akan berkeliaran ke mana saja. Huh!" Leon mengikuti apa yang dilakukan majikannya, yaitu memijat kepalanya yang terasa nyeri karena memikirkan bosnya.
Cih! Hanya karena seekor ikan saja, dia marah begitu? Apa nyawanya itu lebih murah dari seekor ikan. Bahkan jika dia memberi aku sekarung ikan, tidak akan pernah cukup untuk membayar nyawanya yang telah aku selamatkan, gerutu Hitam seraya berjalan memasuki rumah belakang.
"Hei! Kamu ke mana saja? Aku sudah bilang kan? Jangan sembarangan berkeliaran?" Boni mengangkat tubuh kecil Hitam hingga keduanya saling bertatapan mata. "Ayolah, dengarkan semua perkataanku. Jangan cari masalah, oke?"
Dia ini selalu perhatian kepadaku. Tapi dia cerewet sekali, menyebalkan! batin Hitam.
"Baiklah, mari Kamu harus makan lalu minum susu." Boni membawanya ke tempat makan yang telah pria itu siapkan.
"Ayo, makanlah," perintah pria itu.
Bagaimana aku bisa memakannya? Perutku sudah sangat kenyang setelah menghabiskan ikan tadi, batin Hitam.
"Ayolah, makan atau Kamu akan sakit." Boni memaksa Hitam untuk makan, semenjak Hitam benar-benar sudah kekenyangan. Bahkan perutnya saja rasanya hampir meledak.
"Hei, kenapa Kamu tidak mau makan? Apa Kamu sakit?" Pria itu mulai khawatir karena Hitam sama sekali tidak mau menyentuh makanannya.
"Boni!" Leon datang menghampiri dengan mata yang penuh kilatan amarah.
"I-iya, Tuan," jawab Boni.
"Kamu apa-apaan! Kenapa membiarkan kucing ini ke rumah utama? Apa Kamu tahu apa yang ia lakukan? Ia menghabiskan seekor penuh ikan milik Tuan," ucap Leon.
"Hah? Tapi dia dari tadi bersama saya ...."
"Kamu yakin?" tanya Leon.
Boni berpikir sebentar, Pantas saja dia tidak mau makan sereal ini. Rupanya dia sudah memakan ikan besar milik Tuan.
"Ah, mungkin dia pergi saat saya sedang membuatkan s**u untuknya," ucap Boni penuh sesal. "Apa Tuan marah?"
"Iya, sedikit. Tapi untungnya masih terkendali," ucap Leon.
"Baiklah, Tuan. Saya tidak akan membiarkan dia berkeliaran lagi," janji Boni.
"Kalau perlu, ikat saja dia!" perintah Leon.
"Di-ikat?" Pria itu tidak akan tega melihat Hitam tak dapat bergerak bebas.
"Iya, ikat dia."
"Tapi, Tuan ...."
"Boni! Jangan melawanku! Kamu tahu kan, aku paling tidak suka dengan penolakan? Ikat dia, atau aku akan menyingkirkannya dengan caraku," ancam Leon sebelum akhirnya pria itu pergi.
Apa? Aku akan diikat? Tidak mau! Hitam meronta-ronta di dalam pelukan Boni.
"Hitam, aku tahu Kamu gelisah. Tapi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku harus mengikuti perintah bosku. Kamu akan aku ikat, lebih baik begitu daripada Tuan Leon semakin marah dan akan melakukan hal di luar dugaan," ucap Boni seolah Hitam akan menjawab perkataannya.
Jangan! Jangan ikat aku! Hitam berharap Boni akan membelanya. Namun, apa yang pria itu lakukan padanya setelah menemukan tali yang dimaksud membuat Hitam kecewa. Boni benar-benar mengikatnya seperti apa yang Leon perintahkan.
Dasar Leon kurang ajar. Aku bersumpah bahwa aku tidak akan membuat hidupmu tenang!
"Maafkan aku, Hitam. Aku terpaksa melakukan ini. Coba saja Kamu menuruti ucapanku, Kamu tidak perlu diikat seperti ini. Aku sudah bilang kan, Hitam. Jadilah anak manis yang tidak nakal," ucap Boni.