"Bagaimana? Abang setuju?" "Tidak!" jawabku tegas. Kulihat wajah Rani memerah pertanda amarahnya makin tersulut setelah mendengar penolakanku. G*la saja kalau dia mengira aku akan mengabulkan permintaan egoisnya itu. Sudah cukup aku menelantarkan anak-anakku selama dua tahun, tidak mungkin jika saat ini aku harus kembali menjauhi mereka. "Kalau begitu jangan harap aku akan meninggalkan rumah ini!" sergahnya. "Terserah! Yang pasti Abang tetap pada keputusan untuk memberikan rumah ini pada anak-anak Abang," putusku final. "Abang benar-benar keterlaluan! Sejak bertemu Mbak Hana kembali sikap Abang berubah. Abang tidak pernah lagi menuruti kemauanku. Hanya Farel dan anak-anak Abang yang terus Abang pikirkan!" Rani menjerit. Ia berdiri lalu memukul d**a ini bertubi-tubi. Kutangkap tanganny