"Bang." Suara Rani, menghentikan pukulan tangan ini pada samsak yang menjadi pelampiasan emosi. Bayang-bayang kemarahan Farel, tangisan Hana, dan penolakan anak-anakku membuat amarah dalam diri menggelegak. Ditambah menyaksikan sendiri bagaimana akrabnya Kia dan Arka dengan pria yang bernama Sandi, makin membuatku takut akan kehilangan mereka karena sudah ada orang lain yang menggantikan peranku sebagai seorang ayah. Membayangkan Hana dan anak-anak tertawa bahagia dengan pria lain, sungguh, diri ini tidak rela. Tungkai kaki terasa lemas. Tubuh ini bersimpuh di atas lantai dengan kepala yang tertunduk lemah. "Bang." Aku tak menjawab. Terlalu malas jika harus berdebat lagi dengan Rani tentang persoalan di rumah Hana. Aku memang kecewa padanya yang tidak bisa menjaga mulut dan lebih ber