"Sorry." Itu adalah kata yang di lontarkan Catherine setelah Beni pergi, Stella masuk kedalam rumah, dan tukang bakso juga sudah pergi.
Leo menatap Catherine dengan tatapan tidak suka.
"Don't do that again. "
Dengan santainya Catherine mengedikkan bahu.
"But thanks, " Ucap Catherine dengan senyum cantiknya. Tangannya mengelus rahang Leo namun dengan cepat lelaki itu menepisnya.
Catherine tertawa kecil lalu kembali menatap lawan bicaranya.
"I like you." Bisiknya tepat di telinga Leo dan dengan cepat mengecup bibir pria lagi.
Tentu saja Leo masih terkejut dengan serangan yang ia dapat. Sebelum pergi Catherine mengedipkan sebelah matanya. Gadis itu tertawa melihat reaksi Leo yang masih diam ditempatnya.
Ya, itu adalah ciuman pertama Leo Anggara Widyatama di usianya hampir tiga puluh tahun. Walaupun kemarin dia pacaran dengan Gea, dia tidak pernah melakukan hal yang lebih dari sekedar bergandengan tangan dan mengusap kepala gadis itu.
"Gila... Gila... Gila..." Itulah yang di ucapkan Stella saat Catherine masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa, sih? Kok serius banget. "
"Kamu itu udah gila."
"Me?" Catherine menunjuk dirinya sendiri setelah meletakkan tas Selempangnya diatas meja.
"Iya. Bisa-bisanya kamu cium pak Leo. "
"Aku baru cium dia lagi. "
"Hah? " Mulut Stella sampai terbuka. Sepupunya itu benar-benar sudah gila.
"Aduuuhh... Reaksi kamu itu lebay banget. Lucu tau nggak sih liat reaksi dia waktu aku cium. Kayak anak remaja yang baru dapat ciuman pertama, kaget. Bukanya malu-malu."
"Gila... "
"Kayaknya itu ciuman dia yang pertama. " Catherine merebahkan tubuhnya di ranjang sedangkan sepupunya duduk diatas ranjang sambil memeluk bantal.
"Kamu jangan gila Cat, dan jangan berpikiran buat jadi'in pak Leo deretan mantan kamu. Dia nggak bakalan suka sama kamu." Stella memandang sepupunya dengan tatapan serius.
"Really? Aku malah jadi termotivasi buat deketin dia. Aku juga belum pernah pacaran sama dosen. "
Stella hanya geleng-geleng kepala melihat sepupunya.
***
Leo baru saja keluar dari kelas mengajarnya. Ketika berjalan menuju ruang dosen, dia melihat Gilang sedang berdiri di depan sebuah ruangan.
"Ngapain kamu disini?" Tanya Leo pada teman mengajarnya.
"Lagi nunggu bidadari, " Jawab Gilang sambil mengedikkan dagunya kedalam kelas.
Leo mengikuti petunjuk Gilang. Kepalanya menoleh pada kelas yang pintunya terbuka itu. Tampak Pak Surya sedang berbicara dengan seorang wanita. Leo tidak bisa melihat wajah wanita itu karena posisinya yang membelakangi Leo.
"Siapa dia?" Tanya Leo pada Gilang.
"Bidadari."
"Aku serius Gilang. "
"Aku bilang bidadari."
Leo berdecak karena tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
"Oke, aku kasih tau. Namanya Catherine."
Beberapa detik kemudian wanita itu berbalik dan Leo langsung membulatkan matanya karena melihat wajah wanita itu.
Bukan karena wanita itu cantik atau jelek. Boleh di bilang dia sangat-sangat cantik tapi yang membuat Leo melebarkan matanya adalah karena wanita itu adalah Catherine.
"Sorry kalau nunggu lama, " Ucap Catherine pada Gilang.
"It's oke, princess, " Jawab Gilang.
Pandangan Catherine beralih pada laki-laki yang berada di sebelah Gilang.
"Selamat siang Pak Leo." Sapanya ramah.
"Ngapain kamu disini?"
"Kalian saling kenal?" Itu Gilang yang bertanya.
"Pak Leo ini tetangga sepupu aku jadi aku tau." Jelas Catherine.
Leo sedikit heran dengan sikap Catherine sekarang. Gadis itu bersikap berbeda sekali dengan yang ia tahu sebelumnya. Biasanya genit, menyebalkan, dan juga pakaiannya yang sedikit terbuka. Tapi sekarang dia bersikap formal dan pakaiannya sopan. Memakai dress berwana peach dipadu padankan dengan blazer berwarna navy serta rambutnya yang di ikat kendor.
"Thanks ya Gilang udah nemenin aku ketemu sama pak Surya. "
"Iya, princess. Apapun buat kamu. "
"Aku balik dulu, ya."
"Aku anterin ya? Aku udah free, nggak ada jam ngajar. "
"Nggak usah Gilang. Aku nggak mau ngerepotin kamu. Tapi sebelumnya makasih atas tawarannya."
"Ya sudah kalau begitu." Gilang sedikit kecewa karena di tolak. Dia juga tidak mau terlihat terlalu mengemis hanya untuk bisa mengantarkan Catherine pulang. "Maybe, next time. "
Hanya senyum yang Catherine suguhkan.
Sebelum pergi Catherine menunduk sekilas pada Leo. Gilang memperhatikan gadis cantik itu sampai hilang dari pandangannya.
"Gagal nganterin bidadari pulang, " Ucap Gilang kecewa.
"Mata kamu rabun nyebut cewek kayak gitu bidadari. " Olok Leo. "Dia itu freak. "
"Mata kamu yang rabun. Dia itu bidadari, pintar, mengagumkan, incaran banyak cowok. Aku yang ngejar-ngejar dia sejak SMA aja nggak pernah di perduli'in."
Leo tidak percaya yang dibicarakan teman kerjanya itu.
"Pintar dan mengagumkan dari mana? Dia itu cewek gila. "
"Kamu yang gila. " Gilang meninggalkan Leo dengan sedikit kesal sebab sang pujaan hati di sebut gila.
Sepuluh menit kemudian Leo melangkahkan kaki ke tempat parkiran karena jam mengajarnya sudah selesai. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat Catherine ada didekat mobilnya. Gadis itu dengan santainya melambaikan tangan pada Leo.
"Ngapain kamu disini? " Tanya Leo tidak suka.
"Nunggu kamu lah baby, " Jawab Catherine begitu manis.
"Baby? " Ulang Leo.
"Iya, kamu kan baby aku sekarang. "
"Astaga... " Leo mendongak keatas lalu mendengus. Gadis dihadapannya benar-benar freak.
"Aku nebeng kamu pulang ya baby. Rumah kita kan sebelahan."
Belum juga Leo menjawab gadis itu sudah memegang gagang pintu mobil yang tidak bisa di buka.
"Baby, bukain pintunya. " Pintanya manja.
Tidak mau menjadi perhatian mahasiswanya yang ada di sekitaran tempat parkir Leo langsung menekan remot kunci mobilnya.
Setelah masuk kedalam mobil, Leo disuguhi pemandangan yang sedikit mengejutkan. Catherine yang membuka blazernya. Menunjukkan bagian atas dressnya yang cuma bertali kecil seukuran spaghetti. Ditambah lagi dengan aksi mengikat rambutnya seperti ekor kuda. Yang jelas-jelas menampakkan lehernya yang jenjang.
"Aku cantik kan baby? " Leo memilih diam tidak menghiraukan gadis cantik yang ada disebelahnya.
Mobil Leo sudah berjalan meninggalkan area parkir kampus. Sepanjang perjalanan Catherine terus saja mengoceh sampai kuping Leo panas mendengarnya. Menurut Leo Catherine termasuk gadis yang berisik dan dia tidak suka gadis seperti itu.
"Baby, kita makan yuk. Aku lapar nih." Ajak Catherine.
"Aku nggak bisa. " Tolak Leo.
"Ih, kok gitu sih. Aku lapar tau. Kalau aku lemes terus pingsan gimana? Kalau pingsan terus ada yang ngapa ngapain aku gimana? Aku ini cantik baby... Cewek cantik itu rawan di apa-apain. Ka-"
"Berisik." Potong Leo. "Iya, kita makan. " Leo sebenarnya juga lapar.
Mobil Leo berbelok ke restoran langganan keluarganya.
"Kamu mau pesan apa? "
Catherine melihat buku menu yang ia pegang.
"Samain aja baby. Aku mau ke toilet, " Jawab Catherine yang terlihat buru-buru ke toilet.
Leo pun memesankan makanan yang sama seperti yang ia pesan. Sesaat kemudian ponsel lelaki itu berbunyi. Menampilkan sebuah nomer baru yang tidak ia kenal. Ia langsung mengangkatnya siapa tahu itu telepon penting.
"Ha-"
"Baby"
Tanpa mencari tahu jawabannya, Leo sudah tau jawabnya. Tidak ada yang memangilnya seperti itu kecuali Catherine.
"Ada apa? "
"Eemmm... " Catherine ragu menjawab.
"Ada apa? Kalau nggak ada yang penting aku tutup teleponnya. "
"Beliin aku pembalut, " Kata Catherine cepat. Didalam bilik toilet gadis itu memejamkan mata. Sebenarnya malu meminta tolong pada Leo. Tapi mau bagaimana lagi.
"Hah? Kamu bilang apa tadi, pem-"
"Pembalut baby. Yang di pakai cewek pas lagi menstruasi. "
"WHAATTT... " Pekik Leo tidak percaya. "Kamu suruh aku beli pembalut?" Leo merendahkan suaranya takut pengujung lain mendengar percakapan mereka.
"Iya, " Jawab Catherine memelas. "Tolong ya baby... Beli'in. Aku nggak bisa keluar kalau nggak pakai pembalut bisa-bisa nanti tembus."
Terdengar helaan nafas dari seberang.
"Beli'in yang ada sayapnya ya baby. " Lanjut Catherine. "Aku tunggu... Tapi jangan lama-lama ya. "
Leo menghembuskan nafas lebih dalam. Tangannya menggaruk pelipisnya. Bingung dengan permintaan gadis freak yang beberapa hari dia kenal. Dia minta dibelikan pembalut dan apa kayanya tadi, harus ada sayapnya. Mana mengerti Leo dengan pembalut dan yang ada sayapnya. Pastinya orang-orang akan melihatnya aneh karena membeli barang itu.
Terdengar notifikasi pesan masuk dan sepertinya itu dari orang yang menelepon sebelumnya.
08xxxxxxxxxx
Baby, jangan lama-lama ya. Didepan restoran ada minimarket, beli disitu saja.
Dengan setengah hati Leo pergi ke minimarket didepan restoran. Gadis itu benar-benar menyusahkannya. Beruntung minimarket itu sepi. Leo berdiri di rak berisi macam-macam pembalut dari berbagai merek. Dia mengambil asal karena tidak tahu apa yang sering di pakai Catherine. Yang penting ada sayapnya.
Petugas minimarket melihat Leo sekilas sambil menahan senyum. Baru kali ini melihat ada laki-laki ganteng membeli pembalut. Untungnya juga tidak ada antrian.
"Beli buat ceweknya ya, mas?" Tanya petugas kasir.
"Cepetan dong mbak, " Kata Leo yang tidak sabar. Lebih tepatnya malu. Ditambah lagi pengunjung minimarket bertambah banyak.
"Atau malah mau di pakai sendiri? " Goda petugas lagi.
"Buat pacar saya, " Jawab Leo. Semoga membuat petugas kasir itu puas.
"Totalnya dua puluh tujuh ribu. "
Setelah mendapat kembalian Leo langsung pergi. Dia sekarang berada didepan toilet wanita dan ada maslah satu lagi. Bagaimana cara memberikan barang itu pada Catherine? Masuk kedalam toilet wanita hanya akan membuat masalah. Beberapa detik kemudian seorang wanita datang, sepertinya ingin ke toilet juga.
"Mbak." Panggil Leo.
"Ya mas? "
"Bisa minta bantuannya nggak? "
"Kalau boleh tau apa ya mas? "
"Tolong kasihkan barang ini ke orang yang ada didalam. " Leo menyodorkan bungkusan plastik putih itu. Wanita itu membuka isinya dan sedikit terkejut.
"Pembalut? "
"Ii-iya, " Jawab Leo kikuk. "Tolong di kasihkan ya mbak. Namanya Catherine. "
"Buat pacarnya ya mas? "
"Iya." Leo iya-iyain saja dari pada ditanya lebih panjang.
"Iihh, mas ini so sweet banget. Mau-maunya beli'in pembalut buat pacarnya. Saya jadi iri. Andai aja mas belum punya pacar. Saya mau lo mas jadi pacarnya mas. "
Ingin sekali Leo memutar bola mata tapi ia sadar itu tidak sopan.