3. Terpaksa Pulang

919 Words
Sejak dua tahun yang lalu Leo memilih tinggal sendiri di rumah yang ia beli dari jeri payahnya. Awalnya orang tuanya melarang. Terlebih sang mama karena putra sulungnya itu belum menikah. Tetapi dengan alasan A, B, C sampai Z yang diberikan Leo, akhirnya mama memberikan ijin. Leo baru keluar dari kelasnya mengajar. Ia merasakan ponsel yang berada di saku celananya bergetar. Tangannya langsung merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Tertera nama Aira di layar ponsel. Aira adalah adik Leo. "Hallo... " "Kak Leo." "Ada apa Aira?" Biasanya kalau saudaranya menelfon pasti ada apa-apa. "Di suruh mama pulang. " Leo menghela nafas. "Iya." "Beneran ya kak? Jangan ngilang, jangan mangkir, pokoknya harus pulang!" "Iya." "Awas kalau nggak. " Ancamnya. "Iya." Leo menghela nafas dalam lagi setelah mematikan sambungan teleponya. Mau tidak mau dia harus pulang. Sebelum jam makan malam Leo sudah sampai di rumah orang tuanya. Rumah yang sejak kecil sudah ia tinggali. Salah seorang pelayan di rumah itu mengantarkan Leo ke ruang keluarga. Dimana mama dan adiknya berada disana. "Kamu datang juga," Ucap Mayang dingin. Hubungan Leo dan mamanya sedikit bersitegang sebab putranya yang masih belum mau untuk menikah. Di jodohkan selalu menolak. Sudah diberi waktu untuk mencari pasangan sendiri tapi tidak ada hasil. Sampai kadang terpikir oleh Mayang untuk meminta bantuan pada dukun agar anak sulungnya itu mau menikah. Ide meminta bantuan pada dukun berasal dari pelayan senior yang ada di rumah besar mereka. "Kamu datang sendiri?" Tanya mama. "Iya, ma. " Wanita paruh baya itu menghela nafas dalam. "Duduklah, mama ingin bicara. " Leo menurut dan duduk di sofa tunggal yang ada di ruangan itu. "Mama tidak akan basa-basi Leo. Kamu tau kenapa mama panggil kamu untuk pulang. " Jeda sesaat. " Mama ingin kamu segera menikah. " "Ma-" "Mama tau, kamu pasti akan menolak dengan berbagai alasan. Sampai kapan kamu akan terus begini? Kamu itu harus sadar usia kamu sudah hampir tiga puluh tahun. Kamu itu perlu menikah, berkeluarga, mempunyai anak. Kamu pikir berkeluarga itu tidak penting karena kamu merasa masih muda dan bisa melakukan apapun sendiri." Kepala Leo sudah pusing mendengar ceramah ibunya. Dia memilih diam saja dari pada menanggapi. Dia masih ingat dua bulan yang lalu Ibunya collaps dan masuk rumah sakit karena berdebat dengannya karena hal yang sama. "Kamu harus ingat Leo. Suatu saat nanti kamu akan tua dan butuh keluarga untuk merawat dan menjaga kamu. Mama dan papa tidak bisa terus menjaga dan memperhatikan kamu. Pastinya kami akan meninggal terlebih dahulu. " "Ma, jangan bilang begitu." Gumam Leo. "Mangkanya kalau tidak ingin mama cepat meninggal, kamu menikah. Mama sama papa juga tidak mau meninggal dulu sebelum melihat anak-anak kami menikah. Kami juga ingin melihat cucu-cucu kami lahir ke Dunia. " Mayang sebenarnya capek juga sedari tadi bicara panjang lebar. Apalagi bicaranya pakai urat. "Mama itu sayang sama kamu dan mau yang terbaik buat kamu. Mama tidak ingin kamu menjadi perjaka tua seperti om kamu. " Kakak tertua papa Leo yang usianya hampir enam puluh tahun juga tidak menikah. Dikarenakan pacarnya menikah dengan sahabatnya sendiri. Mama takut putranya mengikuti jejak Omnya. "Apa kamu masih mengharapkan Ana? " Leo diam. Tanpa menjawab pun semesta tahu kalau dia masih mencintai istri sahabatnya. "Ingat Leo, Ana itu istrinya Andre. Sahabat kamu. Mereka juga sudah menikah. Mama juga dengar kabar kalau Ana sekarang sedang hamil. Sampai kapan kamu terus berharap sama Ana? Sampai Ana menjadi janda atau merebut wanita itu dari suaminya?" Aira yang duduk di sebelah mama mengelus bahu wanita paruh baya itu agar tenang. Takut sang mama collaps lagi. Dia juga kasihan melihat kakaknya yang di marahi terus. "Kemarin mama senang waktu kamu berhubungan dengan Gea. Tapi nyatanya apa? Kamu malah mencampakkan dia. " Leo hanya bisa diam dan menunduk. "Mama sama papa selalu menuruti kemauan kamu Leo. Kamu belum mau memegang perusahaan dan memilih menjadi dosen. Kamu yang ingin tinggal di rumah kamu sendiri. Fine, kami turuti itu. " Terdengar ponsel mama berbunyi. Wanita paruh baya itu beranjak dari tempat duduknya lalu menjauh sedikit dari kedua anaknya untuk menerima telepon. Tidak sampai lima menit ibunya kembali dan duduk di tempat duduknya tadi. "Luangkan waktu sabtu malam besok. Mama dan papa akan mengenalkan kamu dengan anaknya Om Agung. " Setahu Leo, Om Agung adalah relasi bisnis orang tuanya. Anak Om Agung bernama Mayra, berusia dua puluh lima tahun. Seorang model, serta fashion bloggers. "Ma, ak-" "Tidak ada penolakan Leo." Potong Mayang. "Kamu bisa menolak jika kamu sudah punya calon. Bawa calon kamu pada acara besok. Kenalkan sama papa sama mama. " Tegasnya. *** "Pak Leo... " Panggil Stella saat melihat mantan dosenya keluar dari mobil. Gadis itu berdiri didepan rumahnya.Memesan bakso dari abang tukang bakso yang berkeliling. "Sini pak, makan bakso." Ajaknya. Leo mendengar perutnya berbunyi. Dia lapar. Tadi di rumah mama dia tidak ikut makan malam. Setelah omelan dan ceramah ibunya panjang lebar sukses membuatnya kehilangan selera makan. Tapi sekarang dia lapar. Leo menghampiri Stella kemudian ikut memesan bakso. Sebuah mobil berhenti didepan mereka. Dari sana keluar Catherine di susul seorang laki-laki yang juga keluar dari mobil. "BABY.... " Seru Catherine yang langsung memeluk Leo. Leo sendiri membeku ditempatnya. Masih kaget dengan aksi Catherine yang tiba-tiba memeluknya. Catherine yang melepas pelukannya lalu mengecup bibir Leo. Ciuman itu sukses membuat Leo terkejut. Laki laki yang bersama Catherine tadi tidak percaya dengan yang ia lihat sedangkan Stella menepuk jidatnya karena tingkah sepupunya. Untung abang tukang bakso sedang sibuk meracik bakso pesanan Leo. Jadi ia tidak melihat aksi Catherine. "Beni, he is my Boyfriend and my future husband. " Kini Catherine sudah berpindah bergelayut manja di lengan Leo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD