Mama dan Papa menyebut ia sial hari itu karena kehilangan uang jajan. Tapi Shakka tidak bisa merasa demikian. Uangnya yang hilang justru membuat cowok itu memiliki alasan untuk bicara pada Bella. Lusa, sesuai yang cewek itu inginkan, Shakka akan mengembalikan uangnya. Rencana awalnya memang seperti itu sampai Shakka menemukan fakta bahwa kembarannya bersama youtuber terkenal seperti Joseph Vincent, Alex Aiono, Conor Maynar dan Jason Chen akan mengadakan konser di Singapura siang esok. Harapan untuk bisa bertemu Keysha lagi membuatnya melupakan segala hal. Termasuk rencana bicara dengan Bella berkedok mengembalikan uang.
Abid membuka pintu kamar sang Abang ketika kedua orang tua mereka yakin bahwa si bungsu dan juga di sulung sudah tidur. Dengan piyama yang sudah cukup kekecilan pada tubuhnya, Abid mendekati Abangnya. Semakin dekat pada Abangnya, Abid memangku tubuhnya sendiri. Kamar Abang adalah tempat paling dingin di rumah ini.
“Ada pertanyaan yang harus Abang jawab?” tanya Shakka pada adiknya yang masuk ke kamar dengan muka mencurigakan.
“Kenapa AC harus dipasang di atas?” tanya Abid yang sebetulnya tidak begitu tertarik. Hal lain yang sebenarnya ingin ia katakan adalah kenapa suhu ruangan ini rendah sekali?
“Hm.. kalo Abang jawabnya begini, kamu kira-kira paham ga ya? Udara dingin yang keluar dari AC itu lebih berat dari udara yang tanpa AC. Tapi kalo di sekolah, kita nyebutnya ga berat tapi massa jenis…”
Abid menguap saking lamanya penjelasan Abang. Ia merasa sedang berhadapan dengan salah satu guru lesnya yang menjengkelkan. Bocah itu bahkan sengaja menguap lebar-lebar untuk menunjukkan kebosanan atau justru rasa kantuknya.
“Ada lagi?”
“Abang besok mau ke Kakak, ‘kan?” pertanyaan barusan membuat gerakan sang Abang tertahan. Tidak hanya Abang saja yang mengetahui keberadaan sang Kakak. Abid adalah subscriber Kakak yang paling setia. Ia mengikuti semua kegiattan Kakak sehari-hari dan Abid pun tau mustahil Abang tidak mengetahui apapun tentang Kakak.
“Kamu datang kemari ingin mengancam Abang?” tanya Shakka menyatukan kedua alisnya. Sekali sambar maka ia akan mendapatkan telinga Abid dan ia berjanji tidak akan melepaskannya sekalipun Mama melerai mereka.
“Aku mau ikut.”
“Kamu ga bisa ikut.”
“Aku harus ikut.” Beberapa hari yang lalu Abid mendengar kedua orang tuanya bicara. Tepatnya Mama yang membicarakan Kakak pada Papa. Mama menyanjung Kakak dan pesatnya perkembangan kemampuan menyanyinya. Mama bilang, mungkin karena Kakak bertamu dengan orang-orang yang satu frekuensi dengannya sehingga ia tumbuh dengan sangat baik. Banyak hal lain yang Mama katakan pada Papa tapi beliau bergeming. Papa masih tidak menerima Kakak dan mimpinya. Itu artinya, untuk beberapa waktu ke depan, mungkin setahun, dua tahun atau bahkan lebih, mereka tidak akan bisa menemukan Kakak di rumah ini. Jadi, ketika ada kesempatan di depan mata untuk bertemu dengan kembarannya Abang, kenapa Abid harus melewatkannya?
“Ini bukan soal kamu yang harus ikut atau engga. Ini soal uang. Singapura bukan dapur yang bisa kamu datangi hanya karena kamu lapar. Dan kamu ga berencana minta uang sama Papa, ‘kan, Bid?”
“Aku menabung, Bang. Aku punya uang.”
Shakka menatap wajah sombong Adiknya muak. Kenapa adiknya harus sekeras ini kalau ada maunya? Dan keesokan harinya, Shakka akan mendapati muka sombong Abid lagi saat adiknya itu berhasil keluar dari sekolah dengan wajah super puas.
Saat Shakka dan adiknya menikmati pertunjukan Keysha dan rekan-rekannya di National Stadium Singapore, memperhatikan wajah bahagia saudara mereka dari jauh atau pun dari layar LED yang terletak beberapa meter di belakangnya. Seseorang di Bina Bangsa justru celingak celinguk mencari keberadaan orang yang kemaren ia pinjami uang.
Seharian ini Bella mondar-mandir di koridor seluruh lantai di gedung selatan, kantin bahkan sengaja mengamati toilet anak cowok. Barang kali ia akan menemukan Shakka keluar dari sana. Tapi Shakka tidak ada di mana-mana. Bella memastikan hal tersebut karena ketika jam pelajaran terakhir berlangsung, ia sengaja izin pada guru dengan alasan kebelet. Tidak berbohong sepenuhnya karena gadis itu benar-benar kebelet untuk bertemu Shakka. Bella sengaja mengintip di jendela ruang kelas Shakka hanya untuk menemukan bangku milik cowok itu kosong.
“Hm.. ngaku ga lo kalo lo lagi nyari temen gue?” tanya Galih pada Bella setelah mensejajarkan wajahnya dengan gadis itu. Galih ikutan menonton keadaan di dalam kelas sama seperti yang Bela lakukan.
Glek. Sejak kapan cowok ini menangkap basah dirinya? Tanya Bella dalam hati.
“Shakka bilang lo udah ga nguber-nguber dia lagi.”
“Siapa yang nguber-uber Shakka?” tanya Arif acuh tak acuh. Galih dan cewek yang tidak bisa ia kenali karena yang menghadap padanya adalah bagian punggung itu berbicara dengan suara pelan sambil memantau keadaan di dalam kelas. Kalau mereka memang segitu inginnya belajar, kenapa tidak izin pada guru dan bergabung dengan anak-anak lainnya? ya, kan? Arif bisa merelakan bangkunya untuk Galih sedang cewek ini bisa menempati bangku Shakka yang absen hari ini.
“Emang engga. Gue nyari dia soalnya dia ada utang sama gue.” Bella mengatakan hal yang sejujurnya kan? Maksudnya soal utang itu. Tapi wajah Galih membuatnya merasa seperti ketahuan berbohong. Namun beberapa detik kemudian ia dan Galih sama-sama memutar kepala ke arah asal suara.
“Lo ngapain disini? Bukannya lo harusnya ada di dalam?” tanya Galih pada teman sekelasnya Shakka.
“Gue kebelet, kalian ngapain disini?” tanya Arif tapi pertanyaan tersebut jelas hanya ditujukan pada Bella. Galih mah memang selalu patroli di tiap jam pelajaran. Kalo kata Evan, pantatnya bisulan makanya ga betah duduk lama-lama.
“Gue sama sekali ga nyari temen kalian,” ucap Bella panik. Hari ini memang Shakka tidak datang ke sekolah tapi bagaimana saat ia datang besok, kedua temannya ini mengadu padanya?
“Gue ga peduli apa yang lo lakuin sekalipun itu ada hubungannya sama Shakka.” Arif meninggalkan keduanya kemudian menarik tuas pintu.
“Sumpah gue ga bohong, Rif.. Shakka ada utang sama gue. Gue cuma mau minta hak gue.”
Arif menghentikan langkahnya sedang Galih sudah bersandar di dinding, menatap punggung Bella dengan seringai bodohnya. Posisinya saat ini adalah Arif yang berdiri di ambang pintu, Bella dan kemudian Galih. “Tadi dia ngakunya ke gue juga gitu,” ucap Galih pada Arif.
“Nih.. urusan lo sama temen gue emang bukan urusan gue. Tapi utang dia, utang gue juga,” Arif mengambil pergelangan tangan Bella kemudian meletakkan empat lembar uang sepuluh ribuan di telapak tangan Bella dan masuk ke kelasnya. Tentu saja dengan menutup pintunya sehingga Galih ataupun Bella tidak perlu membuat yang lainnya terganggu.
>>>
Shakka mendengus saat adiknya mengulurkan ponsel. Layar ponsel adiknya menunjukkan kontak Mama mereka. Shakka bilang juga apa. Datang bersamanya hari ini tidak semata tentang punya uang saja. Shakka memiliki ribuan alasan untuk pulang telat atau bahkan tidak pulang sekalipun. Lalu bagaimana Abid akan mengatasi masalah ini dengan uangnya itu? Uang yang jujur saja hanya cukup untuk biaya akomodasi pulang pergi itu.
Menyambar ponsel adiknya, Shakka langsung menyambut sapaan panik Mamanya dengan nada ceria. Mengatakan bahwa adiknya sedang bersama dengan dirinya di rumah Ilham. Ilham adalah pilihan terbaik karena Abinya tidak pernah berada di rumah di siang hari. Jadi proses untuk berbohong juga lebih mudah. Setelah berhasil menenangkan Mama, Shakka membiarkan wanita yang telah melahirkannya itu untuk bicara dengan Abid.
Keduanya sedang menunggu jadwal keberangkatan pesawat yang sudah dibooking dari kemaren. Tanpa banyak bicara karena jauh di dalam hati, keduanya sedikit kecewa karena tidak bisa bertemu langsung dengan Keysha. Ponsel saudari mereka tersebut tidak bisa dihubungi. Dan di antara dua anak laki-lakinya Rama tersebut, Shakka lah yang paling dalam lamunannya. Tabungannya habis untuk mendapatkan dua tiket konser di menit-menit terakhir. Bukan masalah kehabisan uangnya yang menjadi beban tapi fakta bahwa ia tidak bisa lagi menyusul Key di konser berikutnya. Dan ngomong-ngomong soal uang, ia juga ingat punya hutang pada Bella. Ingatan tersebut membuat hatinya menjadi ringan seketika. Besok, Shakka akan membayar hutangnya pada Belladiva Wicaksono.
>>>
Namun ternyata hanya dirinya saja yang begitu semangat untuk pengembalian uang karena Belladiva Wicaksono sepertinya lupa. Buktinya cewek itu bergegas menuju halte sepulang dari belajar tambahan. Bella mengulum bibirnya, menahan tawa melihat video lucu di channel youtube favoritnya yang sedang ia tonton. Ia sampai menonton video itu berulang kali karena begitu menikmati kelucuannya sampai suara klakson mengganggunya.
“Busway nya masih belum datang?” tanya Shakka dari dalam mobilnya. Tidak begitu yakin Bella akan menyahutnya mengingat betapa seriusnya dia dengan ponselnya. Kemudian ia bersorak senang, gadis itu mengangkat pandangannya sehingga Shakka bisa melihat wajahnya.
“Iya belum.”
“Gue mau balikin uang lo.”
“Oh iya.” Bella langsung berdiri mendekati mobil tersebut begitu Shakka mengulurkan uangnya.
“Lo yakin mau nungguin busway? Langitnya udah gelap banget itu,” ucap Shakka yang jadi agak gugup karena barusan jarinya bersentuhan dengan milik Bella.
“Iya kayaknya emang mau ujan. Thanks, ya.” Setelah menerima uangnya, Bella langsung berbalik. Besok ia akan mencari Arif dan mengembalikan uang cowok itu karena uang yang ia inginkan baru saja ia dapatkan beberapa detik yang lalu.
“Kita searah.”
“Iya,” ucapnya kembali menghadap pada Shakka. Dalam hati Bella berkata ‘Lo baru sadar? Kalo duit lo ga ilang lo ga bakal sadar-sadar dong?
“Itu artinya ga apa-apa kalo lo mau nebeng gue. Kali ini gue berbaik hati nebengin lo. Pertama karena lo udah baik hati juga minjemin duit dan kedua, ujan gede bentar lagi mau turun.” ucap Shakka gemas. Ia mengatakan bahwa arah rumah mereka searah bukan untuk mendapat satu kata itu dari Bella.
Sedang dewi batin Bella di dalam sana sudah berlonjak girang. Shakka yang menawarkan tumpangan adalah kesempatan yang sulit sekali untuk ia dapatkan. Kesempatan ini tidak datang setiap hari. Ibarat peristiwa alam, tawaran Shakka ini seperti komet Halley yang datang tujuh puluh enam tahun sekali. Masa ia lewatkan, ya, ‘kan?
“Ngga deh.. gue pulang pake busway aja,” ucap Bella setelah menatap lama cowok di balik kemudi itu. Ada yang Bella pertimbangkan dan ini juga demi kebaikan dirinya sendiri. Bagaimana kalau setelah di antar pulang sekali oleh cowok ini hatinya jadi berharap yang tidak-tidak? Ia sadar seratus persen bahwa Shakka hanya sedang berbaik hati. Tidak ada maksud lain seperti yang Bella harapkan di balik tawaran pulang bersama ini. Tapi hati, kodratnya adalah untuk berharap. Apalagi ini hatinya Bella.
“Oke. Makasih soal duitnya,” ucap Shakka sebelum mobilnya berbaur dengan kendaraan lainnya di jalan Raya. Seperti yang cowok itu ramalkan, hujan deras memang turun beberapa menit kemudian. Bella tidak henti merengut sepanjang jalan. Pertama karena seragamnya basah ketika berjalan dari halte ke pintu busway dan kedua karena ia mengetahui bahwa untuk selanjutnya Shakka tidak akan menggunakan transportasi darat satu ini lagi untuk selamanya. Untuk selama lama lama lama lamanya. Mereka juga tidak akan bicara lagi karena tidak akan ada kemungkinan di mana Shakka kembali menjatuhkan uangnya. Memikirkan begitu sulit untuk berada di sekitar Shakka lagi membuat Bella naik darah. Jika tadi ia berlari saat memasuki busway, sekarang saat keluar dari kendaraan itu ia berjalan pelan. Seperti menantang hujan itu sendiri. Ia sudah kehilangan Shakka dan hujan seperti ini tidak akan ada apa-apanya bagi Belladiva Wicaksono.
“Ya, ampun Bel, kamu kenapa sampai basah kuyup begini?” tanya sang Mama begitu Bella memasuki rumah.
“Ma, besok pastikan Pak Roni jemput aku on time ya, Ma. Kalo bisa Pak Roni udah nungguin aku di depan gerbang kaya dulu waktu TK sama SD dulu. Kalo misalkan ban mobilnya pecah lagi, langsung telfon Papa, Ma.. minta tolong Papa biar aku langsung bisa pulang begitu bell sekolah bunyi.”
Wanita itu mengangguk dan menuntun Bella ke kamarnya agar sang anak segera mandi atau ia akan terkena flu. Anak gadisnya sudah kelelahan karena selalu mendapat pelajaran tambahan dan ia tidak tega kalau Bella sampai terkena flu juga.