“Yah..” keluh Tavi saat menyadari bahwa ia dan Jeje sudah berada pada halaman terakhir sebuah buku cerita yang sangat menarik. Putri dari Cyntia Zahrah tersebut merebut buku yang ada pada tangan temannya dan membalik-baliknya. Mencoba menerka berapa lembar yang hilang dari buku tersebut. Tavi tidak pernah menemukan buku cerita yang semenarik ini seumur hidupnya.
“Kamu, ‘kan, anak manja,” ucap Tavi pada teman baiknya.
Jeje menyerngit mendengar empat kata yang barusan Tavi ucap. “Kamu engga?” tanya nya sinis.
“Kamu lebih kaya, ‘kan, tapinya?”
“Mau kamu apa?” tanya Jeje kesal.
Begitu mendengar kalimat yang ia tunggu-tunggu Tavisha Chareeze Elaine segera memutar tubuhnya sehingga benar-benar menghadap pada Jeje. “Aku mau kamu minta belikan buku ini sama Papamu.” Sebelum Jeje menolaknya, gadis itu mengatakan bahwa minggu ini ia telah memakan banyak coklat. Jadinya tidak ada di antara Ayah dan Ibunya yang mau membelikan apapun untuknya.
“Ya, Je?” desak Tavi karena temannya masih saja diam.
“Ga ada orang yang boleh tau kalo kita baca buku ini,” ucapnya panik. Tidak seorangpun yang boleh tau,termasuk Papanya.
“Gentala,” panggil Keysha pada ponakannya yang duduk melantai bersama Tavi. Gentala selalu bisa dititipkan pada Ilham dan Icin apalagi kalau Keysha tiba-tiba punya kegiatan.
“Iya, Ma.. sebentar.” Gentala Jayden Padmaja memberikan senyum lebar pada Mamanya. Meminta beliau untuk menunggu sementara ia harus memastikan Tavi berjanji beberapa hal dulu. Tavi adalah anak perempuan paling cerewet yang pernah ia temui dan untuk itu Jeje, panggilan Gentala dari Tavi, harus membuat bocah itu tidak menceritakan apapun yang mereka baca pada Ibu dan Ayahnya. “Kamu mau nikah sama Papaku, ‘kan, Tav?” tanya Jeje menyembunyikan seringaiannya. Papanya adalah kelemahan Tavi. Selalu seperti itu. Buktinya Tavi langsung mengangguk antusias.
“Papaku ga akan suka kalau calon istrinya baca buku seperti ini. Papa suka calon istrinya membaca buku ekonomi, biologi, sejarah dan lain-lain.”
“Oke. Aku janji ga akan cerita soal buku ini sama semua orang. Tapi kapan kita bisa baca kelanjutannya? Menurutku Shakka suka sama Bella. Aku ga sabar pengen baca.”
“Nanti,” ucap Jeje memungut tas sekolahnya dan tentu saja buku tersebut. Meskipun buku itu ditemukan oleh Tavi dari rak buku Ibunya, Jeje tetap akan membawa pulang buku itu bersamanya. Karena buku itu menceritakan tentang Papanya.
“Gentala rusuh ga tadi, Cin?” tanya Keysha pada teman baiknya itu.
“Maaa..” rengek Jeje. Ia sudah sembilan tahun dan Mama selalu saja curiga kalau ia akan membuat semua orang yang dititipkan dirinya repot.
“Gentala selalu menghabiskan makan siangnya meskipun gue taruh sayur di piringnya. Lo beruntung anak lo ga serewel anak gue,” kekeh Icin kemudian mencium jidat Gentala sayang. Begitu selesai dengan lambaian tangannya serta mobil yang Keysha kendarai menghilang dari pandangan, Icin segera meminta putrinya untuk merapihkan semua mainannya kembali.
“Kenapa suruhnya ga waktu ada Jeje aja?”
“Karena bukan maunya Jeje untuk main dengan semua mainan kamu itu kan?” tanya Icin dengan kedua tangan berada di pinggang sementara putrinya mengemasi semua alat peragatnya dengan lesu. “PR sudah selesai?”
“Udah, tadi Jeje bantu.”
Icin memutar bola matanya kesal. Kenapa Shakka harus memiliki anak yang sama pintar dengan dirinya sih? Jeje atau Gentala satu tahun lebih muda dari Tavi tapi otaknya empat tahun lebih tua dari Tavi. Padahal seharusnya Tavi lah yang mengajarkan Jeje pelajaran sekolah.
>>>
“Papa kapan pulang, Ma?” tanya Jeje sambil memeluk erat ranselnya.
“Papa pulang lusa. Kamu kangen Papa? Kita bisa buat Papa pulang malam ini kalau kamu mau,” ucap Keysha ceria. Namun bocah di sampingnya itu menggeleng lemah. “Anak ganteng Mama tadi di sekolah belajar apa?” tanya Keysha untuk membuat putranya itu kembali ceria. Namun Gentala menjauhkan ranselnya.
“A- akku..” ucap Gentala gugup. Ia tidak ingin Mama membuka tas ini dan menemukan buku cerita yang tadi ia dan Tavi baca. Semua orang menutupi sesuatu darinya dan Gentala tau itu. Jika ia membiarkan buku ini lepas dari tangannya, maka bocah itu percaya ia tidak akan bisa memilikinya lagi.
“Sayang, kamu ada masalah di sekolah?”
“Engga, Ma. Aku baik. Guru-guru baik dan teman-temanku juga baik. Nilaiku baik juga kok. Tapi.. hm..”
“Ada apa, Nak?”
“Boleh ga Papa jadi orang pertama yang liat nilaiku?”
“Astaga Sayang, ya boleh lah. Kamu bikin Mama ketakutan tau. Mama pikir kenapa-napa.”
Gentala menyingkirkan ranselnya kemudian beringsut mendekati Mama dan memeluk beliau. Mengucapkan terima kasih yang langsung dibalas dengan kecupan di seluruh wajahnya oleh Mama.
Setelah sampai di rumah, bocah itu turun dengan memeluk ranselnya di depan tubuh dan berjalan sambil menunduk. Suasana hatinya sungguh tidak bagus hari ini dan ia hanya akan berada di dalam kamar sampai waktunya makan malam.
“Kenapa dengan anak itu, Key?” tanya Naya pada putrinya. Biasanya Gentala tidak pernah melewatinya begitu saja.
“Ga ada masalah, hari ini hanya tidak sebagus hari lainnya. Selalu ada hari seperti itu, ‘kan, Ma? Shakka sekali, ya, ‘kan?” Beberapa saat setelah Keysha berujar, ia bisa mendengar pekikan Gentala dari arah kamarnya sana.
“Shakka udah pulang?” tanya Key pada Mamanya dan wanita itu mengangguk dan tersenyum. Mamanya selalu cantik meskipun kini ia bisa melihat beberapa kerutan di wajah beliau. Oh pantas saja, Mama tidak menahan cucu kesayangannya itu dulu bersamanya.
Sementara itu, apa yang sebenarnya terjadi di dalam kamarnya Gentala adalah bocah itu masuk tanpa menduga sang Papa sudah menunggunya disana. Ia meletakkan tasnya di atas meja belajarnya dan begitu bocah itu akan berbalik, ia mendengar: “Jadi apa kesalahan yang Tavi buat hari ini?”
Wajah lesu Gentala berubah seketika mendapati Papanya tiduran di atas ranjang sambil membaca komik kesukaan mereka berdua. Kalau bukan karena komik One Piece, Gentala mungkin tidak akan pernah bisa membaca. Gentala tidak pernah menyukai pelajaran apapun yang Papa sodorkan padanya. Ia juga tidak secepat Papa saat belajar membaca. Kata Kakek, Papa sudah bisa membaca sebelum bersekolah sedangkan Gentala baru bisa membaca setelah duduk di bangku kelas satu dan itu pun bukan karena gurunya. Melainkan karena Papa menemukan metode paling ampuh untuk mengajarinya. Belajar dengan Papa adalah kegiatan yang paling menyenangkan. Papa bisa membuat proses belajar tanpa Gentala merasa bahwa mereka sedang belajar. Tapi meskipun ia mendapatkan banyak hal dari Papa, Gentala tetap harus berseolah. Karena kata Papa, Papa tidak bisa mengeluarkan ijazah SD, SMP dan SMA yang diakui oleh negara.
“Papa!” pekiknya senang kemudian menghambur ke atas tempat tidur. Memeluk orang yang wanginya paling ia sukai. “Mama bilang Papa pulang lusa.” Gentala menaruh kepalanya di atas bantal yang sama dengan Papa. Bocah itu menceritakan adegan-adegan selanjutnya di komik tersebut jika Papa membalik halamannya. Ia terus mengoceh sambil memeluk sang Papa. Satu tangannya di atas d**a Shakka sedang sati kakinya berada di atas perut sang Papa. Begitu hamalan dibalik dan apa yang ia katakan sama sekali tidak meleset, Gentala selalu berujar, “Aku bilang juga apa,” dengan sombongnya. Sepasang Ayah dan anak itu tetap pada posisinya sampai seseorang membuka pintu kamar. Tepatnya Nenek yang masuk dengan membawa irisan buah untuk mereka berdua.
“Papa tau kamu ga suka jambu biji,” ucap Shakka pada putranya begitu sang Mama menutup pintu dari luar.
“Tapi Nenek ga tau,” ucap Gentala yang langsung melompat menuju ranselnya untuk mengambil tumbler miliknya. Bocah kesayangan Shakka Orlando Padmaja itu menenggak habis air di dalamnya. Irisan buah jambu biji yang di bagian dalamnya putih seperti yang beberapa detik lalu ia makan untuk menyenangkan Nenek sebetulnya masih bisa ia tolerir. Tapi kalau jambu biji yang di dalamnya merah, Gentala bisa langsung muntah saat mencicipinya.
Sementara Gentala membersihkan mulutnya dari rasa jambu biji, Shakka justru menatap putranya dengan tatapan tak terdefinisikan. Putranya memang miliknya, semua yang ada pada Gentala adalah bukti nyata bahwa mereka adalah Ayah dan Anak. Tidak akan ada satu orang pun yang menyangkal bahwa Gentala Jayden Padmaja adalah darah daging Shakka. Tapi masalah jambu biji ini dan beberapa hal lainnya juga mengatakan bahwa Gentala bukan hanya anaknya seorang. Gentala juga adalah bagian dari wanita itu.