Rasyid membaca cepat data yang diberikan Oman, dia ingin tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya tapi Oman tak mungkin memberikan informasi yang salah.
“Ada yang ga beres Dik,” ucap Rasyid membuat Dika yang hendak berlalu dari sana kembali ke tempat duduknya.
“Ada apa emangnya?” tanya Dika.
Rasyid menoleh, “Panggil Edgar juga ke sini,” pinta Rasyid. Meskipun penasaran tapi pria itu menelpon Edgar untuk datang.
Rasyid berdiri dan menyandarkan tubuhnya di meja kerjanya dengan tangan disilangkan ke d**a. Kedua orang kepercayaannya saling pandang.
“Priandita Sanjaya bekerja untuk Marques dan dia jadi anak buah Marques. Kayanya kita ga bisa santai dan cuma ngawasi aja sekarang, kita harus punya rencana soal ini,” kata Rasyid.
Edgar nampak berpikir sedangkan Dika kaget dengan informasi yang dia dengar. “Jika Priandita anak buah Marques, apa semua yang terjadi ini bisa dikatakan kebetulan?” ucap Dika melebarkan segala kemungkinan.
“Apa maksudmu?” tanya Rasyid.
“Asmara, Devio, Sinta, Priandita, kamu menyelidiki mereka semua kan? Dan keempat orang itu saling berkaitan, tapi kali ini kita tahu jika Priandita itu anak buah Marques. Make sense jika semua yang terjadi diantara mereka hanya kebetulan atau scenario,” jelas Dika.
Deg.
Rasyid menegang, semua memang nampak kebetulan yang sempurna, tapi ini kebetulan atau memang scenario. Jika ini scenario siapa yang ingin merancang dan mengatur kehidupan seseorang sedemikian rupa sampai menyakiti orang tak bersalah.
“Kita bisa lakukan penyelidikan awal dengan bantuan Dark Eye Bos, dari data yang kemarin dikirimkan kepada saya, ada cara bagi kita untuk bertemu dengan Marques meskipun kemungkinannya kecil,” kata Edgar.
Rasyid menatap Edgar, “Termasuk aku yang ingin bertemu Marques?” tanya Rasyid dengan menyorot Edgar tajam.
Edgar menghembuskan napas, “Dari semua data yang sudah saya kumpulkan tidak ada satu orang pun yang melihat Marques secara langsung kecuali anak buahnya dan orang terdekatnya,” jawab Edgar.
“Apa orang semacam dia memiliki orang terdekat?” respon Dika tanpa jeda. “Satu orang yang saya tahu, Nima dan satu orang lagi yang mengetahui masa lalu Marques,” kata Edgar.
“Orang yang tahu masa lalu Marques, who?” tanya Rasyid.
“Zamora Kendra,” seru seseorang sambil membuka pintu ruangan Rasyid. Ketiganya menengok untuk melihat siapa yang datang.
Rasyid memicingkan matanya, “Kapan kamu tiba di Itali, rasanya baru tadi kamu menelpon kita,” tanya Rasyid sok peduli.
Oman berdecak keras, “Tak penting aku datang kapan, demi apa aku langsung kemari setelah Edgar lapor kalo dana kamu hilang,” keluh Oman.
Rasyid hanya mengangkat bahunya, “Bantu aku untuk melobi Kendra, dia orang yang bisa membantumu dalam hal ini dan bisa membuatmu bertemu dengan Marques jika memang kamu mau ketemu sama dia,” kata Oman.
Rasyid mengerutkan dahinya mendengar nama itu. “Dia siapa?” tanya Dika mewakili reaksi Rasyid yang nampak asing dengan nama itu.
“Interpol Eropa dan kebetulan yang menyenangkan dia ada di Italia sekarang. Aku sudah menghubunginya tapi sepertinya dia tak tertarik kepadaku atau tak mau menolong, aku juga tak paham,” kata Oman.
“Kaitannya sama semua ini?” tanya Rasyid masih tak mengerti.
“Karena yang tau wajah asli Marques cuma dia,” sahut Oman makin membuat Rasyid bingung.
“Jika memoriku tak salah aku pernah sekali ketemu sama dia, beda?” tanya Rasyid mulai bingung.
Oman mengangkat bahunya, “Who knows, karena beredar kabar satu-satunya orang yang melihat wajah asli Marques itu Zamora. Jika banyak yang bilang Marques menemui atau muncul di hadapan kalian itu hanya orang bayarannya aja.”
Rasyid merasa makin emosi mengetahui kenyataan ini, bagaimana bisa orang yang jelas jadi duri dalam hidupnya justru tak tau penampakannya.
“Ada hubungan apa Zamora dengan Marques?” Rasyid yakin ada sesuatu diantara mereka berdua.
“Brother in law,” senyum Oman mengembang tapi bermakna menghina. “How could it happen?” Dika tak bisa menahan keterkejutannya.
“Masa lalu yang kelam sih sebenarnya, banyak versi tapi yang paling valid adalah, Zamora itu suami dari Merischa Alexander, adik kandung Marques, dengan tangannya sendiri dia membunuh Merischa di depan mata Zamora.”
Mereka semua tak bisa menyembunyikan keterkejutan, Dika sudah menganga mendengarnya.
“Bener-bener sakit jiwa,” seru Rasyid dan Oman langsung mengangguk, “Exactly, secara kejiwaan dia terbukti memiliki gangguan kejiwaan, tepatnya apa banyak sekali versinya. Dan pesan terakhir Merischa adalah meminta Zamora untuk mengadili kakaknya di penjara sampai kakaknya menyesal.”
“Lalu kenapa dia tidak bisa di penjara?” Dika penasaran. “Entahlah banyak versi yang mengatakan soal itu, tapi banyak yang bilang tidak ada yang berani memenjarakan dia,” jelas Oman.
“Kejadian itu membuat Kendra terkenal, termasuk di kalangan hitam. Tapi melejitnya nama Kendra membuat Marques jadi buronan terutama di area Amerika dan Eropa. Karena itu dia tidak pernah ada di kedua negara itu dan tidak ada yang tau dia ada dimana. Tapi kalangan klan mafia taunya dia penguasa Asia,” tutup Oman membuat Rasyid pusing.
“Gimana caranya aku ketemu dengan Kendra?” tanya Rasyid to the point.
“Be one step ahead from Marques Alexander,” jawaban Oman membuat Rasyid frustasi.
***
Setelah beberapa hari mencoba menghubungi Kendra sesuai saran Oman, akhirnya pria itu mau menemuinya di salah satu resto di tengah kota. Keempat pria itu sudah menyiapkan alat perekam, keamanan diri karena mereka tak tahu siapa yang akan mereka temui kali ini.
Empat pria itu datang beberapa menit lebih awal agar tidak mengecewakan Kendra, tapi mereka menunggu lebih dari satu jam dari waktu yang mereka janjikan.
“Emang dia kudu ngaret banget kaya gini ya?” ucap Rasyid mulai kesal. Oman menggeleng, “Aku juga baru ketemu sekarang,” jawab Oman.
“Tenang dulu kalian, bisa jadi dia lagi sibuk kan namanya juga orang Interpol, sabar, kalo perlu kita tunggu sampai resto tutup,” kata Dika santai.
Rasyid yang sudah uring-uringan mulai ngomel tak jelas. Edgar sendiri sibuk dengan tabletnya dan dia membaca satu laporan yang membuat suasana makin tegang.
“Bos, ada laporan jika pernikahan Asmara diadakan empat bulan lagi,” lapor Edgar dengan tatapan masih fokus pada tabletnya.
Rasyid yang mendengar itu makin kesal. “Haaah, sama sapa?” tanya Rasyid membuat Rasyid merebut tablet itu seketika. “Devio, pria itu jelas selingkuh darinya kenapa dia menikah dengan pria macam itu,” gerutu Rasyid tak terima.
Oman memandang bingung dengan kelakuan Rasyid yang menurutnya tak biasa ini. “Jadi sejauh ini kamu masih terus menyelidiki soal Asmara?” tanya Oman dan Dika yang menjawab karena Rasyid masih sibuk dengan laporan soal Asmara.
“Ada apa sih dengan wanita itu kenapa kalian berdua memperebutkan wanita yang sama, sedangkan ujungnya dia tak bisa kalian miliki,” keluh Oman.
“Berdua, siapa maksudmu?” tanya Rasyid mendadak telinganya tajam mendengar gerutuan Oman. Pria itu melihat semua orang menatapnya penuh tanya. “Kalian ga tahu?” tanya Oman dan semuanya diam.
Oman jadi berpikir haruskah dia mengatakan ini atau tidak. “Siapa dia? Apa dia juga mendekati Asmara?” cecar Rasyid tak sabar.
“Reno,” jawab Oman santai.
Rasyid mengepalkan tangannya dan menegang, apakah kali ini dia harus bersaing dengan sahabatnya sendiri karena masalah wanita.
“Renno serius sama Asmara?” tanya Dika penasaran. Oman hanya mengangkat bahu, “Entahlah, tapi dia sudah lama minta semua data soal Asmara sama aku, aku pikir kalian tahu soal ini,” timpal Oman.
Dika terkekeh mendengar hal ini, “Kayanya dia memang cewek yang ga biasa, sampai dua pengusaha muda memperebutkan dia,” ujar Dika. “Eh, tapi tunggu dink, kalo Reno mau sama Asmara gapapa, kan kalo Rasyid ga serius cuma buat mainannya doank,” sindir Dika tapi dia malah dapat pelototan tajam dari Rasyid.
“Ah, aku kira kalian sudah pulang karena lama menungguku,” sebuah suara berat memecah kegaduhan mereka. Empat pria yang ada di sana langsung fokus pada kehadiran pria itu.
Oman berdiri dan menghampirinya, “Zamora Kendra,” ucap Oman sekaligus memastikan dan pria itu mengnagguk. Rasyid menatapnya dari atas hingga bawah, tak ada tanda jika dia orang yang bisa mengalahkan Marques atau membantunya.
“Identitasmu,” pinta Rasyid menyodorkan tangan membuat Kendra mengerutkan dahinya tapi pria yang lain paham apa maksudnya.
“Ras, jangan keterlaluan, kenapa kamu tak percaya kepadanya,” Dika mengingatkan sahabatnya ini.
Kendra hanya tertawa melihat hal itu dan mengeluarkan identitas dan kartu Interpol yang dia miliki. “Hanya melihat kan? Bukan dibawa,” ucap Kendra dan Rasyid membacanya seksama.
“Okay,” Rasyid mengembalikan semuanya.
“Memang sedari tadi kau yang terlihat tidak sabar dibanding yang lain. Apa kamu yang bernama Rasyid?” tanya Kendra balik dan Rasyid mengangguk.
Oman menyadari perkataan Kendra, “Sedari tadi apa maksudmu?” tanya Oman. Kendra terkekeh, “Aku datang sesuai waktu yang kita sepakati, tapi aku ragu jika ini benar atau jebakan, yo know lah, jadi aku mengawasi gerak gerik kalian sedari tadi. I am sorry,” jelas Kendra.
Rasyid menatap Kendra tajam penuh dengan rasa kesal. “Kau benar-benar membuang waktuku!” geram Rasyid. Perasaan yang sama juga dirasakan oleh yang lainnya tapi posisinya mereka membutuhkan bantuan Kendra saat ini.
“Maaf, aku menyesal, karena aku pikir kalian bermain-main denganku,” sesal Kendra.
“Sekarang kita tak perlu buang waktu lagi, duduklah, mari kita bicarakan masalah intinya,” ajak Oman. Mereka semua duduk rapi saling berhadapan. Dika mempersilahkan Kendra untuk menikmati hidangan yang ada. Tapi pria itu hanya mencicipi sedikit.
“Aku dengar kamu bisa membantu kami untuk menemui Marques,” ucap Rasyid terus terang. Kendra menghentikan kegiatan makannya dan menatap Rasyid.
“Untuk itu kalian menemuiku?” tanya Kendra balik dan semuanya mengangguk. “Dan kalian adalah?” kembali Kendra bertanya.
Dika menjelaskan semua identitas orang-orang yang ada di sana. Kendra menatap satu per satu orang yang ada di sana. “Apa kamu percaya dengan semua orang yang ada di sini?” tanya Kendra kepada Rasyid.
Rasyid mulai kesal dengan nada bicara Kendra, “Kenapa aku harus tidak percaya, mereka yang membantuku selama ini dan menemaniku,” ujar Rasyid.
“Tapi dana perusahaan yang kamu miliki bisa hilang dalam waktu cepat, bukankah hal itu bisa terjadi jika pelakunya adalah orang dalam atau kemungkinan terbesar orang kepercayaanmu,” sahut Kendra.
Rasyid berdiri dan mengepalkan tangannya tapi Dika dan Oman menghalangi Rasyid untuk memukul Kendra. “Kami tahu maksudmu, tapi kami tidak seperti itu kepada Rasyid, karena kami juga tahu rasanya dikhianati,” timpal Oman.
Kendra hanya mengangkat bahunya.
“Edgar sudah menyelidikinya dan dana itu masuk dalam satu rekening yang hanya bisa dicairkan atas nama Marques Alexander. Karena itu kami minta bantuanmu, kita ingin tahu apa tujuannya dalam hal ini?” jelas Dika.
Kendra mengerutkan dahinya, “Laporan itu menunjukkan nama Marques dengan jelas,” tanya Kendra dan Dika mengangguk.
“Apa yang terjadi selanjutnya?” tanya Kendra. Dika dan Rasyid sempat bingung dengan pertanyaan Kendra tapi Oman menyadarinya. “Hampir tidak ada yang terjadi,” jawab Oman.
“Ini aneh, informasi apa yang sudah kalian akses selama ini.”
*****