Marques Alexander lahir di Dubai 30 tahun lalu dengan kondisi serba berkecukupan. Tidak ada cita-cita dalam dirinya menjadi lelaki kejam seperti sekarang. Tapi kematian orang tuanya membuatnya segalanya berubah.
Dia memiliki seorang adik perempuan bernama Merischa yang hidup terpisah dengannya setelah kematian kedua orang tuanya. Nenek dari pihak Ibu tidak ingin merawat Marques tanpa tahu alasannya. Dan dia diasuh oleh keluarga Nima Fukuda di Jepang, dimana keluarga Fukuda adalah salah satu orang kepercayaan ayahnya.
Dari Paman Fukuda, Marques mulai mengenal yang namanya dunia hitam karena ayahnya memiliki back up dana di dunia itu yang membuatnya jadi pewaris tunggal dan disegani oleh setiap pebisnis di Jepang.
Dia mendapatkan kekuasaan tertingginya saat usia 19 tahun dan menggerakkan roda organisasinya sendiri tanpa bantuan dari Fukuda. Perdagangan obat-obatan, senjata, wanita, anak-anak semuanya sudah dia pahami, tapi dia menetapkan satu bisnis yaitu kepemilikan usaha.
Dia mempelajari semua tren bisnis, memberikan pinjaman kepada perusahaan yang terancam bangkrut dengan bunga rendah tapi nominal yang besar. Marques memberikan batas waktu jika tak mencapai nominal pinjaman dia meminta minimal lima puluh persen saham atas nama dirinya.
“Kenapa kita harus memmbuat kehidupan Asmara hancur, menyerang Rasyid secara langsung itu lebih mudah bukan,” komentar Merdian saat mereka ada di dalam mobil selepas meninggalkan Andi di restoran itu.
“Aku hanya ingin tahu apa kelemahan Rasyid sebenarnya, wanita atau tahta. Tapi kita tak bisa menyentuh tahtanya dengan mudah tanpa menghancurkan wanitanya,” ujar Marques.
“Bagaimana jika kita membuang waktu atau Andi tetap tak mau membantu kita?” ragu Merdian.
“Masa percobaan ini sampai jalur yang dikerjakan Andi selesai dua bulan lagi, setelah itu kita akan lihat sejauh mana rencana ini akan berjalan,” ujar Marques.
Sesampainya di hotel tempat mereka menginap. Merdian melaporkan hasil pengamatan anak buahnya di Itali. “Rasyid sudah bergerak mengenai uang yang sudah kita tahan Bos,” lapor Merdian.
Marques memiringkan kepalanya, “Siapa yang membantunya?” tanya Marques.
“Dark Eye, ada informasi mereka akan bertemu dengan seseorang untuk membantunya soal masalah ini,” kata Merdian menggantung.
Marques berdecih, “Siapa yang bisa membantunya kali ini?” tanya Marques meremehkan. Merdian masih diam mendengar pertanyaan Marques.
“Merdian!” bentak Marques yang mulai tak sabar menunggu ucapan Merdian. Dia bersiap untuk berbalik dan menyiksa asistennya itu jika mulutnya tak bisa bicara.
“Zamora Kendra,” jawab Merdian lirih.
Deg.
Memori Marques kembali pada kejadian beberapa tahun lalu saat mendengar nama Zamora Kendra. Tubuhnya diam tak bereaksi apapun.
“Jadi pria itu masih ada di dunia ini,” gumam Marques.
Lelaki dengan sorot mata tajam dan wajah yang dingin mendekati Merdian. “Awasi terus pergerakan Rasyid!” perintah Marques dan asistennya itu mengangguk paham.
“Siapkan proyek yang melibatkan Asmara, aku ingin tahu apa istimewanya wanita itu dibanding yang lain,” tambah Marques. Dia mengangkat tangannya untuk mengusir Merdian dari sana.
Marques memandang langit kamar hotel, perlahan dia memejamkan matanya. Bayangan masa lalu yang selama ini berusaha dia lupakan kembali muncul.
Memori Marques.
“Kak, aku tahu kita memang tidak dibesarkan bersama semenjak ayah dan ibu meninggal, tapi bagaimanapun juga aku ini adikmu, apa kamu tidak bisa mempertimbangkan apa yang aku minta,” ucap Merischa kepada Marques yang diam berdiri di depan jendela.
“Kamu tidak tahu kenyataannya Ischa, aku begini karena aku ingin ayah dan ibu meninggal dengan tenang,” bantah Marques.
Merischa tak percaya dengan apa yang dikatakan kakaknya. “Kendra tak mengatakan hal itu, tidak ada bukti jika mereka pelakunya, itu hanya ambisimu Kak. Dan bisa jadi itu data dari Paman Fukuda yang salah,” jelas Merischa membuat Marques murka.
“Kamu saja lebih percaya kepada Kendra kenapa aku tidak boleh percaya dengan Paman Fukuda yang membesarkanku!” seru Marques.
Merischa mulai berkaca-kaca, “Kamu yang sudah diperdaya Paman Fukuda Kak, percayalah padaku, semua bukti sudah aku berikan kepadamu, tapi kenapa kamu tidak percaya,” isak Merischa.
Merischa adik kandung Marques yang menjadi polisi dengan tujuan mengungkap kasus kematian kedua orang tuanya. Tapi lambat laun dia tahu jika semua ini memang sudah takdir Tuhan meskipun orang tuanya meninggal tak wajar. Merischa pindah menjadi Interpol dan bertemu Zamora Kendra yang membuatnya tahu jika Marques jadi buronan.
Merischa masih ingin bersama kakaknya karena itu dia selalu melindungi Marques. Tapi kejahatan yang Marques lakukan sudah tidak bisa ditolerir lagi yang membuat Merischa menyerah dan meminta kakaknya untuk menyerahkan diri agar hukumannya lebih ringan.
“Aku pergi, mereka masih mencarimu, tapi kali ini aku tak bisa membantumu karena ijin penyelidikanku dicabut dan aku tak tahu mereka punya rencana apa, berhati-hatilah,” pamit Merischa keluar dari ruangan itu.
Beberapa hari setelah kejadian itu, rumah Marques yang ada di Italia digrebek oleh Interpol. Semua penjaga berhasil dilumpuhkan dan penggerebekan ini dipimpin oleh Kendra. Merischa yang dikirimi red code oleh Merdian langsung menyusul kakaknya di Itali.
“Serahkan dirimu Marques, maka hukumanmu bisa dipertimbangkan,” kata Kendra menodongkan seenjata. Marques dan beberapa pengawal di belakangnya juga menodongkan seenjata.
“Untuk apa aku menyerah dengan anak bau kencur macam kau, ciihhh,” umpat Marques. “Kecepatan anak buahmu dan anak buahku tak bisa disetarakan Kendra.”
“Kaaakaaak,” teriak Merischa membuat fokus kedua lelaki ini mengarah pada suara wanita yang datang menghampirinya. “Kak, tolong turuti saja kemauan Kendra,” kata Merischa dengan berurai air mata.
“Aku tidak membencimu, aku janji aku akan bantu Kakak untuk dapat hukuman yang ringan dan fasilitas yang layak di penjara,” rayu Merischa.
Tapi Marques yang terlanjur kesal mendorong Merischa begitu saja membuat Kendra kaget dan meletakkan senjataanya begitu saja.
“Ischa, kamu baik-baik saja,” tanya Kendra khawatir. Marques yang melihat kejadian ini kaget. Bukan karena adiknya yang didorong tapi kekhawatiran Kendra kepada Merischa bahkan pria itu memanggil nama kecil Merischa.
“Sejak kapan kamu berhubungan dengan pria Pengganggu ini!” bentak Marques melemahkan pegangan senjataanya. Merischa menggeleng tapi Kendra yang tak tahan akhirnya berdiri dan menatap tajam Marques.
“Kami sudah menikah enam bulan lalu dan dia sekarang sedang hamil anak kami, keponakanmu tapi kamu menyakitinya!” seru Kendra tak kalah kesal.
Seakan ada ribuan ton batu besar menghantam dirinya. Jadi selama ini adiknya berhubungan dengan musuhnya sendiri dan dia sebagai kakaknya tak pernah tahu hal itu.
“Aaaaarrrggghhh!!” Marques berteriak kesal sampai tak sadar dia melepas tembakan membuat suasana jadi gaduh dan anak buah Kendra melepas tembakan kepada anak buah Marques.
“Hentikan!” teriak Kendra dan Merischa hanya meringkuk di lantai. “Ayo keluar dari sini, di sini tidak aman untukmu dan anak kita,” ajak Kendra tapi Merischa menolak.
“Kakak, tolong menyerahlah semua ini sudah berakhir, ayah dan ibu meninggal dengan tenang Kak, ini hanya nafsumu belaka,” Merischa masih mencoba untuk merayu Marques.
“Tinggalkan dia, aku akan merawatmu dan anak itu,” ucap Marques tapi dia sudah menodongkan senjaata kepada Kendra. Merischa menggeleng dan melangkah mendekati Marques.
“Mundur Ischa, jangan buat aku terpaksa menembakmu atau Kendra!” teriak Marques yang sebenarnya mulai panik.
“Ischa jangan!” Kendra berteriak dan hendak menyusul Marques tapi pria itu mengeluarkan satu tembakan di lantai. Kendra diam tak bergerak.
“Kita bisa bicarakan ini baik-baik Kak, aku mohon,” pinta Merischa yang sudah di depan Marques dan pistol Marques ada di d**a Merischa.
“Ischa! Tolong kembalilah,” ucap Kendra sendu. Merischa hanya mengangkat tangannya.
“Aku masih ingin memiliki memori denganmu Kak, tolong,” isak Merischa dengan tetesan air mata dengan tatapan penuh permohonan kepada Marques.
Marques diam menggenggam erat pisitol di tangannya.
Marques menurunkan pistolnya membuat Merischa sedikit lega. Kendra berjalan perlahan tapi tak lama ada titik merah di d**a Marques membuat pria itu berang.
“Noooo,,” Kendra sudah berteriak untuk menghentikan semuanya. Merischa yang kaget juga tak menyangka ada orang lain yang mengawasi mereka.
Kendra secepat kilat menarik Merischa karena Marques kembali menodongkan senjata ke arahnya. Wanita itu yang melihat kakaknya mengacungkan senjataa ke arah Kendra mendorong pria itu.
Dooor.. Dooorrr..
“Ischa…” teriak Kendra yang jatuh karena dorongan Merischa.
Kendra langsung memangku Merischa yang masih tersenyum menatapnya. “Tahan, tahan dulu, aku akan bawa kamu ke rumah sakit,” ucap Kendra panik dan berteriak kepada rekannya untuk memanggil ambulance.
Merischa menggeleng, “Tolong jaga Kakakku, setidaknya biarkan dia hidup meskipun di penjara. Berjanjilah kepadaku,” kata Merischa terbata.
Kendra menggeleng, “Tidak, kamu yang harus menjaganya,” ucap Kendra mulai serak dan matanya buram.
Marques membuang senjatanya dan hanya bisa menatap nyalang adiknya yang terkena peluru pistolnya. Merdian yang ada di belakang Marques ikut terkejut dengan apa yang ada di hadapannya.
“Ischa, Ischa, bangunlah. Ischa!” teriak Kendra dan tak lama banyak pasukan mendobrak pintu itu.
-End-
“Ischa, Ischa,” panggil Marques dalam kondisi mata tertutup. Merdian yang mendengar panggilan itu menghampiri bosnya dan membangunkannya perlahan.
Marques membuka matanya cepat dan duduk di tepi ranjang. Dia mengusap wajahnya, Merdian menyodorkan air mineral kepada Bosnya. Marques menghabiskan dalam satu teguk dan keringat bercucuran di wajahnya.
Marques berjalan ke kamar mandi dan menyiram tubuhnya dengan air dingin berharap bayangan itu menghilang dari pikirannya.
“Aaaaarrrgggghhh,” teriak Marques yang didengar Merdian dari luar. Asistennya itu paham luka apa yang mendera bosnya itu dan dia yakin luka itu tak bisa sembuh meskipun dalam waktu yang lama.
“Maafkan aku Ischa, tolong maafkan Kakakmu yang biaadab ini,” lirih Marques dalam kucuran air shower.
***
“Bos, kita bisa bertemu dengan Asmara lusa, ada satu proyek yang bisa kita sisipi dan kebetulan dia yang mengerjakannya. Ini datanya Bos,” lapor Merdian dan Marques membacanya dengan cepat.
“Nampak seperti wanita yang cerdas,” kata Marques begitu membaca hasil kerja Asmara. “Okay kamu atur detailnya aku hanya ingin melihatnya bekerja dan apa yang membuat Rasyid tertarik kepadanya,” pinta Marques dan Merdian mengangguk.
Marques menyalakan rokoknya, kini dia ada di restoran khas Indonesia tempat janji temu dengan Asmara terkait proyek baru yang akan dikerjakan olehnya. Dengan latar pemandangan alam dan konsep lesehan Marques tak bisa bohong jika dia menikmati suasana itu.
“Good afternoon Mr. Merdian, sorry if you are waiting so long,” sapa seorang wanita dengan senyuman yang membuat Marques diam tak berkutik.
Merdian sekilas melirik bosnya yang diam tapi tatapannya berbeda dibandingkan biasanya. Merdian menyapa Asmara kembali dengan ramah.
“Bagaimana dengan proyek yang sudah kita sepakati, apa kita bisa mendapatkan hasilnya segera,” tanya Merdian dalam bahasa Inggris dan Asmara juga menjawabnya dalam bahasa yang sama.
“Semua berjalan dengan baik, tapi selama ini kami berkomunikasi dengan pihak Indonesia, Mr. Abidin. Detail laporan, saya yakin Mr. Abidin sudah mengirimkannya. Jadi saat saya diminta bertemu dengan Anda saya cukup kaget sekaligus bangga,” ucapnya masih dengan senyum yang menawan.
“Apa kamu selalu tersenyum seperti ini kepada semua pria yang mengajakmu bicara?” tanya Marques membuat Asmara tersedak. Merdian yang melihat tingkah aneh tuannya jadi bingung.
“Maaf Tuan, saya tidak mengerti apa yang Anda bicarakan,” ucap Asmara sopan tapi di telinga Marques terdengar seperti nada kesal.
“Apa sekarang kamu jadi kesal kepadaku?” tanya Marques tegas. Asmara menarik sudut bibirnya dan menatap Marques tajam yang membuat pria itu terhenyak.
“Jika pertemuan ini hanya membahas soal attitude saya, sepertinya Tuan harus menutup mata dan telinga Anda dengan baik. Kali ini saya bicara dengan Mr. Merdian bukan mendengar Anda berkomentar mengenai tingkah saya hari ini,” jelas Asmara.
Marques terkekeh mendengarnya membuat Merdian menelan ludahnya. Dia tak ingin wanita berdosa ini mendapatkan murka dari seorang Marques.
“Something funny here, Mister,” sindir Asmara membuat Marques langsung menghentikan tawanya.
“Kamu tidak takut kepadaku, jika tahu siapa diriku sebenarnya,” tanya Marques sambil menormalkan ekspresinya.
“Atas dasar apa, saya harus takut kepada Anda. Orang yang tidak menghargai kehadiran orang lain walau satu menit,” skak Asmara.
Merdian membulatkan matanya khawatir ucapan itu akan membuat bosnya murka. Asmara berdiri dan menunduk hormat kepada keduanya.
“Saya permisi dulu Mr. Merdian, untuk selanjutnya saya akan komunikasi dengan Mr. Abidin,” ucap Asmara dan berlalu dari sana.
Marques memandang punggung wanita itu dengan tatapan nyalang.
“Awasi dia mulai sekarang, tanpa kecuali!” perintah Marques.
******