CH.5 Surprise

1415 Words
Demi menghilangkan rasa kesal dan penasaran dalam waktu bersamaan akhirnya Rasyid kembali ke ruang tengah dan kedatangannya mendapat tatapan aneh dari keduanya. Pria bertubuh atletis itu bukannya tak sadar hanya tak ingin menanggapinya. “Napa lu pada,” celetuk Rasyid tak suka. “Udah liat cctv nya?” tanya Dika santai dan membuat Rasyid hanya menghela napas. Dia sepersekian detik memutar otak untuk mengganti topik cctv ini. “Ada kabar soal The Shadow?” tanya Rasyid membuat Edgar langsung siaga dan melapor apa yang sudah dia kerjakan. “Sedikit lagi Bos, saya sudah memperkecil kemungkinan dan mendapatkan ciri khas dari organisasi itu,” lapor Edgar. “Bagus, aku balik kamar dulu deh, ke sini karena haus,” ucap Rasyid kembali berdiri karena tak tahan dengan tatapan kecurigaan Dika yang dia tahu pasti jiwa tengil dan keponya luar biasa menyebalkan. Semalaman Rasyid berusaha melupakan rasa penasarannya tapi sayangnya setiap dia memejamkan mata selalu saja bayangan senyuman itu yang muncul dalam kepalanya. Tengah malam yang entah jam berapa itu dia duduk di tepi ranjang dan mengusap wajahnya kalut. “Kenapa bisa dia menguasai pikiranku sampai seperti ini, astaga aku bisa beneran gila kalau begini caranya,” gumam Rasyid yang akhirnya pergi untuk mengambil sweaternya dan berjalan keluar kamar. Di ruang tengah dia masih melihat cahaya layar laptop yang menyala. Rasyid paham siapa yang duduk di sana, lelaki itu menghampiri orang yang duduk di sana. “Kamu tidak tidur?” tegur Rasyid membuat pria itu menggeleng. “Aku tidak memintamu untuk memforsir tenagamu sampai kamu tidak tidur, kenapa kamu harus repot begadang seperti ini,” ujar Rasyid membuat lelaki di sana diam dan menatap Rasyid. “Tidak masalah Bos, saya sudah tidur sebentar dan baru saja saya bangun, Bos tau sendiri bagaimana kebiasaan saya,” jawab lelaki itu santai. “Edgar, bukan begini caranya bekerja untukku,” tegur Rasyid lagi tapi Edgar hanya mengangguk. “Saya tahu, lebih baik Bos liat ini deh,” ucap Edgar membuat Rasyid penasaran dan akhirnya dia melihat hasil kerja pengawal sekaligus intel bagi pengusaha muda itu. “Bukankah ini lambang The Shadow,” ucap Rasyid dan Edgar mengangguk. “Tidak hanya itu saja Bos, saya mencari banyak orang yang menggunakan tanda ini dalam tubuhnya dan salah satu yang menarik adalah,” Edgar menggantungkan ucapannya sampai kemudian dia menunjukkan satu wajah. “Tunggu, ini bukannya Oman,” ucap Rasyid bersamaan dengan rasa tak percaya yang muncul dalam kepalanya. Lagi-lagi Edgar mengangguk. “Apa selama ini Oman bekerja sebagai anggota The Shadow?” tanya Rasyid. “Lebih tepatnya seperti ini Bos,” ucap Edgar lalu menunjukkan satu foto dan satu potongan bagan yang entah bagaimana cara pria itu mendapatkannya. “Astaga Head of The Shadow,” kekeh dan kesal datang bersamaan dalam nada suara Rasyid. “Jadi selama ini dia begitu rapi menyembunyikannya yang ternyata dia sendiri seorang pimpinan The Shadow,” desis Rasyid. “Cek dimana markas utama mereka, kayanya kita perlu ada kunjungan soal ini dan kita perlu membawa hadiah atas keberhasilan mereka menyembunyikan semua ini bukan,” sindir Rasyid namun di dalamnya ada kalimat perintah yang membuat Edgar langsung mengangguk paham. “Apa Bos mau keluar?” tanya Edgar membuat Rasyid diam, lalu dia menjawab, “Tadinya begitu tapi melihat apa yang kamu temukan aku jadi ingin berkunjung ke tempat Oman,” kekeh Rasyid. Edgar langsung berdiri dan bersiap mengambil jaket serta kunci mobil. “Baik Bos, kita bisa berangkat sekarang,” ucap Edgar tapi Rasyid kemudian menggeleng. “Diam saja di sini, aku mau tahu Oman ada dimana dulu,” ucap Rasyid dan mengambil ponselnya untuk menghubungi  seseorang. “Ga kurang pagi lu telpon gue jam segini,” celetuk suara berat di sebrang sana. Rasyid hanya terkekeh pelan, “Ga pengen reuni sama aku yang lagi di Indonesia,” balas Rasyid. “Kapan datang Bro, kenapa ga ngabarin,” jawab Oman santai. “Sengaja, buat kejutan,” jawab Rasyid sekenanya. Oman hanya terkekeh mendengar jawab itu. “Ada dimana lu?” tanya Rasyid membuat dia melirik Edgar yang sudah dapat lokasi markas The Shadow. “Di rumah aja Bro, liat jam dunk, dikata aku kalong jam segini masih keluyuran,” kata Oman santai masih tak curiga. “Okay besok ngumpul deh, aku telpon Reno juga gimana,” usul Rasyid dan hanya diiyakan oleh Oman. Koordinat pasti tentang keberadaan Oman sudah diketahui dan Rasyid mengakhiri panggilannya. “Ayo berangkat,” kata Rasyid membuat Edgar sigap. “Bawa mobil Danger aja,” pinta Rasyid dan segera Edgar menukar kuncinya. Keduanya kini berada dalam lift dan Rasyid masih memegang ponselnya yang langsung terhubung dengan GPS aktif. “Bener-bener cerdik, dua tahun dicariin udah dicurhatin masih aja berani ngibulin gue, liat aja entar,” gumam Rasyid dengan segudang rencana dan pikiran penuh balas dendam. Tak sampai satu jam karena jalanan yang masih lengang di pagi buta. Turun dari mobil mereka memperhatikan tempat yang akan mereka masuki, dari luar nampak normal bahkan tak nampak seperti rumah atau tempat yang penuh dengan mata-mata. Rumah dengan model kuno, halaman luas dan air mancur, pagar yang dibuat tidak terlalu tinggi tapi memperlihatkan jika tak sembarangan orang bisa masuk. Rasyid membuka bagasi dan membawa satu souvenir kecil untuk Oman yang dia masukkan dalam selipan pinggangnya. Edgar memencet bel pagar membuat beberapa orang yang berjaga di dalam kaget. Mereka melihat di layar komputer dan melihat wajah asing di sana. Seorang perwakilan diutus untuk menemui Edgar dan tak lama orang tersebut sudah pingsan dengan sekali pukulan yang Edgar pelajari untuk melumpuhkan musuh. Keduanya akhirnya masuk ke dalam dengan mudah karena akses hanya dibuat di pagar, namun setelah masuk tidak ada akses khusus yang digunakan. “Kenapa markas ini mudah sekali dimasuki orang, apanya yang hebat untuk hal macam begini,” keluh Rasyid dan langsung masuk ke ruang tengah ruangan. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar dan melihat ada satu pintu yang membuatnya tertarik. Pria itu menempelkan telinganya di pintu tapi sayangnya dia tak mendengar apapun. Tanpa menunggu lebih lama lagi, dia langsung membuka pintu itu membuat semua orang yang ada di dalamnya langsung sigap berdiri dan menodongkan ssenjataa. “Woooww,,wooooww,,,sabar Bro, masa begini menyambut tamu jauh,” ucap Rasyid dengan kekehan yang sarat sekali dengan ejekan. Edgar yang berdiri di belakang Rasyid sudah siap dengan senapan laras panjang yang sekali tembak bisa mengeluarkan banyak peluru. Oman menurunkan senjaatanya dan meletakkanya di meja membuat semua orang yang ada di sana langsung bingung tapi akhirnya mereka juga melonggarkan seenjata mereka. “Sejak kapan kamu tau soal tempat ini,” tanya Oman membuat Rasyid tertawa. “Kamu lupa kalau aku ini siapa dan apa aja yang aku lakukan selama ini untuk menemukan apa yang aku inginkan,” sindir Rasyid. “Sepertinya aku memang tidak bisa meremehkanmu sebagai seorang pengusaha yang hebat dan bertangan dingin,” balas Oman santai. Rasyid berdecak kesal dan dia berjalan mendekati meja tempat mereka berkumpul lalu menarik sebuah kursi dan duduk santai di sana. Semua orang memandang bingung apa yang Rasyid lakukan, mereka melirik Oman dan pria itu hanya menggelengkan kepalanya membuat semuanya akhirnya menurunkan dan melepaskan senjatta mereka dari genggaman tangan. “Pesta selamat datang yang menarik Brother,” ucap Oman yang berjalan ke arah Rasyid duduk. Rasyid yang melihat pergerakan Oman akhirnya bangun dari duduknya dan merangkul sahabatnya itu. “Surprise party Bro,” balas Rasyid menepuk punggung Oman tak lama dia melepaskan pelukan itu dan menghadiahi Oman dengan pukulan di wajahnya membuat semua orang bereaksi. Oman menaikkan tangannya tanda bahwa mereka tak perlu khawatir soal ini. “Sialan bener lu jadi orang, lu tau sendiri gimana susahnya aku mencari jejak The Shadow, sedangkan orang yang aku cari ada di depan mataku sendiri. Temen paling ngeselin sedunia lu,” omel Rasyid yang hanya dibalas kekehan sumbang tapi santai oleh Oman. “Bukannya aku tak peduli dengan kesusahanmu Bro, tapi masalahnya tujuanmu itu yang aku ga suka Bro, balas dendam itu bukan bagian dari job The Shadow. Selain itu, caramu membalas dendam juga tak sejalan dengan prinsip yang aku anut,” jelas Oman membuat deru napas kesal Rasyid perlahan menurun. “Jangan bilang cuma aku yang ga tau kalau kamu adalah The Shadow,” tebak Rasyid yang berharap Oman akan menggeleng tapi pada kenyataannya Oman mengangguk mantap. “Sayangnya begitu, tapi kamu cukup marah sama aku aja, karena aku yang minta kondisinya seperti ini kepada yang lain,” jelas Oman. “Dan menurutmu aku bakal terima begitu saja kamu perlakukan kaya begini.” ***** Ada yang kaget dan tegang baca ini??? Ga ada?? Baiklah tak apa,, hehehhe.. Aku maklum,, hahhaa.. Next chapter dibuat lebih seru lagi, To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD