Oman hanya terkikik geli karena ucapan Rasyid. Dia paham kenapa temannya begitu emosi mengenai hal ini. Sebagai sahabat bukannya jadi teman yang tak peduli, tapi sebenarnya dia ingin meluruskan dulu niatan yang dijalani oleh sahabatnya ini.
“Terus kamu mau acak-acak tempat ini atau mau bakar tempat ini?” tanya Oman yang masih santai dan memilih menghadap kepada personilnya yang ada di sana. “Kalian boleh bubar, tunggu panggilan selanjutnya,” perintah Oman dan akhirnya semuanya meninggalkan tempat itu menyisakan Oman, Rasyid dan Edgar.
Keduanya kembali duduk sedangkan Edgar masih berdiri dengan menggantungkan senappannya di punggung. Oman menatap Rasyid tegas.
“Seperti yang sudah aku bilang Bro, aku bisa bantuin kamu menemukan bukti Nima itu meninggal dengan wajar atau tidak tapi untuk ikut menguasai Marques atau melumpuhkan kekuasaannya aku tak mau terlibat,” jelas Oman.
“Tapi jika kita tidak menguasai Marques mau ada berapa Nima lagi yang bakal jadi mati sia-sia, hemmm,” protes Rasyid yang membuat Oman menggeleng. “Nima itu ga bakal mati sia-sia, karena yang ada kamu yang menyia-nyiakan hidupnya,” skak Oman.
Rasyid bungkam.
Perkataan Oman telak membuatnya tutup mulut karena apa yang dia katakan itu benar dan jika saja dia bisa membeli atau memproduksi mesin waktu dia ingin mengulang kembali semuanya.
“Kenapa kamu tidak mencoba untuk melangkah ke depan dan memikirkan masa depanmu saja, biarkan Nima tenang dengan dunianya yang sekarang,” saran Oman yang langsung mendapat pelototan dari Rasyid.
“Ga perlu, aku ga akan mencari wanita yang seperti Nima dan aku yakin tidak ada wanita di dunia ini yang bisa tulus mencintai aku seperti Nima,” geram Rasyid.
Oman yang mendengar ungkapan kesal dari sahabatnya ini hanya bisa menghela napas. Selama ini dia bukannya tak tahu apa yang Rasyid lakukan yang hobi ganti-ganti wanita seperti ganti baju, tapi dia lebih memilih tak mau tahu karena dia pikir dengan begitu Rasyid akan sadar dan memilih satu diantara semua wanita yang dekat dengannya.
“Iya terserah kamu aja lah, awas aja nanti kalau udah kecantol cewek terus minta tolong aku buat cariin,” ledek Oman yang pergi meninggalkan Rasyid di sana yang maasih memasang wajah kesal.
“Hey, mau kemana kamu, bantuin aku sini!” teriak Rasyid yang langsung mengikuti langkah Oman ke ruang kerjanya. Sesampainya di sana Rasyid sempat tercengang dengan apa yang dia lihat di sana. Dia dan Oman sudah berteman lama tapi dia tak tahu jika temannya ini kelakuannya sudah seperti intel.
“Sebenarnya udah berapa lama kamu mendirikan The Shadow?” tanya Rasyid penasaran. Oman langsung tertawa mendadak temannya jadi kepo karena melihat perlengkapan yang dia miliki.
“Ini set perlengkapan baru dan aku baru bisa beli sekitar setahun lalu, biar lebih keren kaya kamu gini langsung takjub,” cela Oman membuat Rasyid berdecak keras.
Oman langsung melanjutkan perkataannya, “Aku bentuk The Shadow karena kamu tahu sendiri apa yang keluargaku alami di masa lalu yang tak mendapatkan keadilan membuatku menjerit dan ingin mencari semuanya sampai ke akarnya. Tapi hal itu malah membuatku ingin melangkah lebih jauh sampai sekarang,” jelas Oman.
Rasyid mengikuti arah pandang Oman setelah lelaki itu menjelaskan alasannya kenapa dia membentuk The Shadow. Rasyid melihat ada foto keluarga, ayah, ibu, seorang anak lelaki yang masih remaja dan seorang anak perempuan yang lebih kecil.
Jika dia tak salah ingat keluarga Oman pengusaha sukses di bidang media yang sampai sekarang masih eksis. Entah karena sebab apa yang memang dirasa tidak adil, semua keluarganya dibunuh dan kasus ditutup dengan vonis perampokan padahal tidak ada satupun barang berharga yang hilang.
Oman yang saat itu sedang keluar bersama dirinya dan teman-temannya yang lain jadi satu-satunya orang yang selamat. Tapi sejak hari itu dia memutuskan untuk membunuh identitasnya dan membuat data baru demi mencari keadilan yang dia maksud.
“Aku tahu rasanya kehilangan orang yang kita cintai, tapi memupuk dendam dalam hidup kita itu membuat kita tidak ada bedanya dengan penjahat itu sendiri. Kenapa kau bisa bilang gitu, lima tahun aku mencari keadilan soal kematian keluargaku dan dendam itu membara dalam diriku, tapi begitu aku tahu orang yang membunuh mereka juga mati setelah dua tahun kematian kedua orang tuaku, nyatanya tak memberikan aku ketenangan kecuali satu hal,” kata Oman dengan pandangan masih menerawang.
“Kecuali?” tanya Rasyid penasaran dan menoleh kepada sahabatnya itu. Oman ikut menoleh dan menatap Rasyid. “Mengikhlaskan semuanya dan percaya bahwa Tuhan memiliki takdirnya sendiri untuk kita, selalu ada hikmah di balik semua peristiwa,” kata Oman bijak.
Rasyi memalingkan wajahnya dan memikirkan apa yang Oman katakan. Dia memang sedang dalam prose situ mengikhlaskan semuanya dan ingin melangkah ke depan. Tapi dia tak yakin untuk mengikhlaskan karena semua ini suatu hal yang disengaja.
“Beberapa waktu lalu Reno memberikanku ini, dia menemukannya saat menyusulmu ke Paris di hari Nima mengalami kecelakaan. Dia tidak memberikan benda ini ke polisi karena dia tahu polisi tidak akan kooperatif masalah ini. Selain karena Nima warga negara Indonesia, karena bagi mereka ini hanya masalah kecelakaan biasa yang tak perlu dibesar-besarkan,” jelas Oman.
Rasyid melihat benda yang Oman tunjukkan dan dia mengenali salah satu benda itu dengan baik. Kalung yang selalu Nima kenakan tapi liontin gambar bunga sakura kesukaannya sudah hilang. Dan ada sebuah rantai yang dia tak tahu apa fungsinya apa mungkin itu rantai untuk tas tangan yang biasa Nima kenakan.
“Aku menyelidiki benda yang sudah hangus ini dan mengejutkannya DNA Nima tidak ada di sana, itu artinya barang-barang ini bukan milik Nima,” kata Oman santai.
Rasyid yang tak paham mengerutkan dahinya bingung, “Tapi aku yakin ini kalung yang Nima pakai biasanya, hanya liontinnya saja yang tidak ada,” kata Rasyid yakin.
“Kalung seperti ini banyak di pasaran Bro, tapi kalo memang Nima memakainya seharusnya ada DNA Nima di sini. Siapa yang melihat jasadnya terakhir kali?” tanya Oman membuat Rasyid tak mengerti.
“Entahlah, tapi semua itu Dika yang urus, aku hanya tinggal menunggu di pesawat dan semuanya siap untuk dibawa ke Indonesia,” kata Rasyid pelan tapi mendadak ada satu kecurigaan yang muncul.
“Tunggu sebentar, jangan bilang kalau yang kita bawa itu bukan Nima?” tanya Rasyid dan Oman mengangguk. “Jika melihat apa yang ditemukan oleh Reno semua benda ini memang barang wanita tapi tak ada satupun di sana yang memiliki DNA Nima, itu artinya ada orang lain dalam mobil itu atau memang yang di mobil itu bukan Nima,” analisa Oman.
Deg.
Jika yang dikatakan Oman itu benar, itu artinya Nima bisa saja masih hidup dan ada di belahan dunia lain. Rasyid langsung merasa ada setitik harapan untuk bisa bertemu dengan Nima lagi.
“Apa menurutmu dia masih hidup?” tanya Rasyid dengan nada berbinar tapi Oman menggeleng. “Aku tak yakin soal itu karena sebelum kamu bertanya soal ini aku sudah bertanya kepada Dika yang mengurusi jenazah Nima. Jasadnya memang hangus tapi wajahnya masih terlihat jelas jika itu Nima, tapi kecurigaan Dika adalah Nima meninggal bukan karena kecelakaan,” kata Oman.
Rasyid yang sudah terlanjut bahagia masih tak ingin mengakui jika Nima sudah meninggal. “Enggak, bisa aja wajah itu dibuat dan tempelkan pada wajah orang tersebut kan?” kata Rasyid menebak.
“Yang kamu bilang memang bisa saja dan terlihat masuk akal. Tapi bukan itu maksudku mengatakan hal ini kepadamu Ras,” akhirnya Oman mencoba pikiran sahabatnya ini.
Rasyid yang tak paham apa yang Oman maksud langsung mengatakan apa yang seharusnya Rasyid ketahui. “Nima sebenarnya sudah tahu jika dia akan dibunuh karena itu dia ke Paris untuk menyembunyikan fakta yang memang tak boleh diketahui siapapun termasuk kamu. Itu artinya di dibunuh di tempat lain tapi agar tidak terlihat seolah pembunuhan dibuatlah kecelakaan tunggal seperti yang sekarang kita asumsikan,” kata Oman.
Rasyid langsung diam mendengar ucapan Oman. Dia tak tahu apa yang diketahui oleh Nima, tapi jika nyawanya yang melayang itu artinya fakta itu adalah fakta penting yang membuat orang yang terlibat dalam bahaya.
“Jika memang demikian, artinya yang harus kita cari adalah siapa yang melakukan hal itu kepada Nima dan apa yang sebenarnya disembunyikan Nima sampai dia tega menghilangkan nyawa wanita tak bersalah,” gumam Rasyid.
Oman mengangguk setuju, “Aku akan bantu sebisaku untuk menemukan pelaku dan motif di balik semua ini. Tapi tolong jangan kuasai dirimu dengan amarah sampai ingin melumpuhkan Marques. Buang dendam itu dari dalam hidupmu dan aku ada di sini untuk membantumu,” saran Oman.
Rasyid yang mendengar itu mendadak mendapatkan ide. Pria itu menatap Oman dan tersenyum penuh trik. “Bagaimana kalau sekarang aku yang mendanai The Shadow dan kita bisa jalan bareng dalam hal ini.”
*****