Kejutan?

1302 Words
"Nona ingat jika tuan Yudha ingin memberi kejutan buat Nona di acara pesta nanti. Tuan pasti akan sangat kecewa jika Anda tidak datang." Marta mencoba meyakinkan Vira dengan perkataannya. "Tapi gaun ini ...." "Ah! Sepertinya mobil yang akan mengantar Anda sudah menunggu di bawah. Mari kita turun Nona, Anda tidak boleh terlambat!" Marta sedikit memaksa. Vira hanya bisa pasrah. Pelayan itu meraih tas kecil di atas meja nakas, lalu menuntun Vira untuk keluar dari kamar. Sepatu high heels 7cm membuat ia harus ekstra hati-hati saat melangkah. Maklum, Vira sudah lama tidak memakai sepatu tinggi seperti itu. Saat melewati ruang tengah, Vira melihat Nyonya Widya sedang duduk manis sambil memainkan ponselnya. Dia mulai cemas, takut jika wanita paruh baya itu mengacaukan penampilannya. Di luar dugaan wanita itu tidak memberikan respon apa-apa, dia hanya melihat sekilas lalu kembali fokus melihat layar gawainya. Lega dan juga heran. Sepanjang perjalanan Vira tidak berhenti memikirkan semua kejanggalan hari ini. Sampai mobil yang membawanya tiba di tempat tujuan. Sebuah rumah mewah 4 lantai. Vira mengerutkan alisnya. Dia merasa ada yang aneh. "Bukankah seharusnya di hotel? Lalu ini rumah siapa?" Belum hilang rasa terkejutnya seseorang sudah datang menyambut lalu mengantarnya masuk ke dalam. Dari sinilah semuanya berawal. Begitu Vira tiba di dalam semua mata langsung tertuju ke arahnya. Mereka melihat Vira seperti melihat mahluk asing yang langka sekaligus menjijikkan. Suasana ruangan pun tiba-tiba berubah menjadi sunyi. Saat ini Vira tidak ubahnya seperti badut jalanan yang sedang menarik perhatian pengunjung. Dia benar-benar menyesali keputusannya. Dia merutuki kebodohannya. Sementara di sudut ruangan, seorang pria menatapnya dari jauh dengan penuh kebencian. *** Vira menunduk. Wajah tirus yang di balut riasan tebal telah berubah pucat pasi. Dia merasa seperti sedang ditelanjangi secara beramai-ramai. Di antara semua tamu yang hadir hanya dirinya saja yang memakai pakaian berbeda dan riasan mencolok. Sudah tentu ini membuatnya merasa malu. Jika ia datang ke sebuah pesta dansa, maka gaun yang ia kenakan sudah benar. Akan tetapi pesta yang sedang ia datangi ini adalah pesta ulang tahun seorang anak kecil dan tema yang di usung adalah tema batik. Vira sudah seperti orang bodoh yang tidak mengerti apa-apa. "Mas Yudha, Kenapa kamu tega melakukan ini kepadaku?" rintih Vira dalam hati. Dia masih belum tahu di mana keberadaan Yudha saat ini. Suasana yang tadi hening mulai diwarnai kasak-kusuk di antara tamu undangan. "Siapa wanita itu? Mengapa dia berpenampilan seperti itu?" "Entahlah! Aku juga tidak tahu." "Apa mungkin dia tersesat?" "Dia salah mamasuki tempat." "Lalu ada kepentingan apa dia datang ke sini? Dengan pakaian seperti itu?" Suara-suara itu tak ubahnya seperti dengungan sekumpulan lebah di telinga Vira. Sangat menyakiti telinganya. Tidak ada yang mengenalinya sebagai istri seorang Yudhanta Pratama. Dia ingin lari dari tempat itu, tapi dia tidak mampu menggerakkan tubuhnya yang gemetar. Sampai tiba-tiba ada seorang anak kecil berlari dengan kencang dari arah luar dengan beberapa teman yang mengejarnya dari belakang. Anak seumuran mereka belum mengerti tentang bahaya, mereka masih fokus dengan kesenangan dan canda tawa. Bagaimana kondisi di sekitar, anak-anak itu juga nggak peduli. Sementara di depan sana Vira berdiri seperti patung manekin, dia tidak bergeser ataupun berpindah tempat sedikit saja. Sampai salah satu dari anak-anak itu menabraknya dari belakang. Vira memekik keras. Dia terkejut sekaligus panik. Dorongan keras dari arah belakang membuat ia kehilangan keseimbangan. Heels yang tinggi dan runcing semakin mempersulit kondisinya. Tubuh kurus itu terhempas, melayang ke depan seperti orang hendak terbang. Bersamaan dengan itu, dua orang pelayan melintas di depan. Mereka ada membawa nampan dengan kue tart besar berhias krim warna-warni di atasnya. Semua yang melihat menganga tegang. Seperti sedang menunggu bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Dua pelayan juga sudah tidak sempat menghindar. Mereka hanya bisa pasrah ketika tubuh kurus Vira menabrak lalu menimpa kue tart yang mereka bawa. Bunyi benda jatuh bersama tubuh kurus Vira terdengar nyaring di lantai. Wajah wanita itu terbenam di atas kue tart, juga sebagian atas tubuhnya. Suasana ruangan langsung berubah riuh. Mereka tertawa melihat adegan itu, seperti mendapat hiburan cuma-cuma. Tidak lupa mereka juga mengabadikan kejadian itu dari ponsel masing-masing. Vira seperti ingin menangis, dunia ini begitu kejam baginya. Dia ingin mati saja rasanya. Kalau begini, bagaimana dia akan bangun dan menegakkan wajahnya? Dua pelayan saling melihat satu sama lain, kemudian menatap tubuh kurus yang masih tertelungkup di atas kue tart. Mereka merasa kasihan kemudian sepakat untuk membantu. "Mari, kami bantu berdiri Nona." Pelayan berbaik hati membantu Vira untuk bangkit. Kemudian salah satu dari mereka mengulurkan tisu. "Terima kasih," ucap Vira dengan suara bergetar. Saat ini pandangannya masih kabur karena krim mentega yang menutupi wajahnya. Setelah itu dibersihkan barulah dia bisa melihat sekelilingnya. Sayangnya hal yang pertama ia lihat adalah wajah Yudha. Pria itu menatapnya dengan aura yang sangat mengerikan. Vira langsung mengkerut melihatnya. Yudha pasti tidak akan mengampuninya. Tapi ini bukan salahnya. Bukankah Yudha yang telah menyuruhnya datang dan memakai gaun itu? "Ada apa denganmu, Nona Vira? Lihatlah, kau terlihat sangat kacau." Jeslyn muncul tidak terduga. Memindai penampilannya dari atas sampai ke bawah penuh penghinaan. Vira hanya bisa menunduk. Kedua tangan meremas gaun yang kotor dengan sangat kuat. Seseorang yang berdiri di samping Jeslyn bertanya, "Siapa dia? Apa kamu mengenalnya?" Wanita itu tampak kesal menatap Vira. "Tentu saja aku mengenalnya." Jeslyn menjawab santai. "Aku tidak merasa mengundangnya, tapi dia datang sebagai perusuh dan mengacaukan pesta ulang tahun putriku." Wanita lain datang dengan membawa kemarahan. "Dia adalah putri angkat dari keluarga Wiryawan. Hanya karena ada nama Wiryawan di belakang namanya, dia menjadi sombong dan serakah. Wanita ini menghasut mendiang tuan Surya Pratama hanya supaya bisa menikah dengan tuan muda dari keluarga itu." Vira yang sejak tadi menunduk seketika menegakkan kepalanya. Terkejut mendengar penjelasan Jeslyn. Itu sudah jelas sebuah fitnah. "I-itu tidak benar." Dia berbicara dengan bibir gemetar, bahkan suaranya nyaris tak terdengar di antara hiruk pikuk cacian dan hinaan. Vira melirik ke arah Yudha, dia berharap pria itu mau membuka mulut dan menjelaskan kebenarannya. Tapi pria itu justru membuang muka tidak peduli. Jeslyn tersenyum licik kemudian kembali berkata, "Keluarga Pratama tidak sudi mengakui dia sebagai menantu, tapi dia bersikeras tinggal di rumah itu seperti benalu." "Kalau begitu, sebagai Nyonya rumah aku tidak akan segan lagi untuk mengusirnya! Jika keluarganya saja tidak mau mengakuinya, apalagi kita orang luar!" Setelah berkata demikian, Nyonya rumah itu berseru memanggil penjaga. Vira terkejut dan ketakutan. Dia mundur beberapa langkah. Dua orang pria bertubuh besar datang. Vira semakin ketakutan, dia menggeleng lemah dengan mata berkaca-kaca. Sementara semua orang sibuk merendahkan dirinya. "Seret wanita tidak tahu diri ini keluar!" Nyonya rumah memberi perintah yang langsung dikerjakan oleh pengawalnya. "Tolong! Jangan seret saya! Saya bisa keluar sendiri!" Vira memohon ketakutan, sayangnya dua pengawal itu abai dan tetap menyeret tubuh kurusnya keluar. Dari tempat duduknya, Yudha melihat kejadian itu dengan ekspresi datar. Dia benar-benar tidak peduli meskipun itu menyangkut harga diri dan nama baik keluarganya. "Tuan Yudha, tidakkah Anda berbelas kasihan sedikit saja kepada wanita itu?" Pria yang duduk di samping Yudha membuka suara, dia merasa kasihan melihat Vira yang diseret dengan kasar. Yudha tersenyum sinis. Kemudian dia menjawab, "Sudah sepantasnya dia diperlakukan seperti itu, dengan begitu barulah dia akan sadar di mana tempat yang pantas untuknya." Pria di sampingnya hanya bisa menggeleng heran, tidak ingin ikut campur terlalu jauh akhirnya dia memilih topik yang lain. *** Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Vira, begitu dia menginjakkan kaki ke dalam rumah. Ternyata ibu mertua sudah menunggu kepulangannya. Dia menatap Vira dengan sejuta amarah yang terpancar di matanya. Kondisi Vira yang kacau tidak sedikitpun membuat wanita paruh baya itu menaruh iba. "Kamu sengaja datang ke pesta orang tanpa diundang, hanya untuk mempermalukan keluarga Pratama! Sungguh tidak tahu diri sekali kamu!" Nyonya Widya langsung melemparkan tuduhan kepada Vira. Wanita itu ingin membuka mulut membela diri, tapi dia segera ingat dengan janjinya tempo hari kepada Yudha. Dia tidak akan berbicara lagi. "Kamu jadi wanita jangan terlalu tebal muka, tahu diri sedikit sama kedudukan kamu!" Nyonya Widya kembali melontarkan kata-kata keji.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD