9. Atasan gila

1311 Words
Pagi ini, Rex sudah ganteng dengan stelan kantornya. Pria itu dengan semangat empat lima, langsung menuju dapur. Saat sampai dapur, dengan kompak mama, papa dan adik-adiknya menutup hidung mereka. Sedangkan Rex tanpa rasa bersalah langsung duduk di kursi. "Rex kamu pakai parfum apa mandi parfum sih? baunya nyengat banget." omel Keyara menutup hidungnya. Aroma kayu manis yang melekat pada tubuh Rex membuat orang-orang di sekitarnya ingin pingsan. Bukannya wangi malah bau busuk. Rex memang sengaja memakai banyak minyak wangi aroma kayu manis, untuk membalaskan dendamnya pada Intan. Hari ini, ia akan  membuat Intan mual-mual di dekatnya.. "Om, bauna gak enak!" sungut Zika menutup hidungnya. "Jangan banyak bacot! gue ketekin baru nyaho." sewot Rex. "Rex, kamu sama ponakan sendiri gak ada sayang-sayangnya!" tegur Gerald. "Papa yang gak sayang sama Rex. Sejak ada Zika, posisi Rex jadi tergeser dari daftar anak kesayangan." jawab Rex ketus. Gerald bersiul-siul, untuk mengalihkan pembicaraan. Bisa gila kalau pembahasan ini diteruskan. Rex memakan nasi goreng sosisnya dengan lahap.Dari kecil seleranya tidak berubah, tetap nasi goreng sosis. Setelah memakan sarapannya, Rex segera berangkat ke kantor. Dalam setiap langkahnya, dia tersenyum sinting membayangkan ekspresi Intan karena mencium bau badannya. Salah sendiri berani bermaian-main dengannya.  Sedangkan pukul setengah delapan pagi, si Dewa dan Intan sudah nangkring di ruangan mereka. Intan duduk di kursi, sedangkan Dewa ada di depannya seraya berdiri, Tampak mereka berdua sedang becanda ria.  "Masa sih pak Dewa masih single? gak percaya saya, pak." ucap Intan. "Saya masih single, mau bukti? saya bawa KTP." jawab Dewa. Dewa memulai aksinya untuk memepet terus si Intan, anak magang yang sangat berprestasi. "Tidak perlu, pak." ujar Intan terkekeh. "Dewa! Intan! ke ruangan saya sekarang!" ucap Rex yang entah kapan datangnya sampai membuat dua orang itu berjengkit kaget.  Rex langsung pergi begitu saja setelah menegur Dewa dan Intan. Batinnya berteriak kesal sembari menyerukan 'Ini kantor, bukan tempat pacaran!'  Rex memasuki lift khusus petinggi. Biasanya kalau ada bawahannya yang ingin naik, Rex selalu mempersilahkan. Namun, kali ini dia akan menjadi jahat sedikit. "Lewat tangga!" titah Rex melirik Dewa dan Intan sebelum menaiki liftnya.  Dewa dan Intan mengangguk, menuruti perintah atasannya uantuk naik ke lantai paling atas sendiri dengan tangga. Sebenarnya Intan ingin protes, tapi dia urungkan. Memangnya dia siapa kok berani protes. Dia hanya anak magang yang membutuhkan nilai di perusahaan dengan CEO paling menyebalkan.  "Intan, kamu kuat naik apa tidak? biar aku gendong kalau tidak kuat." ucap Dewa. "Bapak menghina saya, ya?" tanya Intan menelisik. Dewa tergagap. "Eh tidak, memangnya kenapa?" "Bapak pasti tau kalau berat badanku itu hampir enam puluh lima kilo. Tidak akan mungkin kalau bapak menggendong saya." ucap Intan setengah kesal. "Eh maaf, Intan. Saya sama sekali tidak berniat menghina kamu. Saya menawari gendongan karena saya kasihan sama kamu." jawab Dewa merasa tidak enak hati. Intan tidak menjawab, gadis itu terus berusaha naik sampai ke lantai lima belas. Dan untungnya saat di lantai lima belas, mereka bertemu dengan bu Dina dan diajak naik ke lift sampai lantai tiga puluh. Bu Dina mempesilahkan Dewa dan Intan untuk masuk ke ruangan Rex. Rex tengah sibuk dengan berkas-berkasnya. Dia hanya bergumam kecil saat Dewa dan Intan duduk di hadapannya. Satu menit Intan duduk di hadapan Rex, Intan sudah menunjukkan gelagat tidak enak. Intan tampak tidak nyaman, sampai meremas-remas blous yang dia kenakan. "Intan, jaga tanganmu! jangan sampai merusak penampilanmu. Aku tidak suka melihat karyawanku berpakaian lusuh." ucap Rex saat melihat tangan Intan meremas blousenya sendiri. "Eh, baik, pak." jawab Intan tersenyum kecil dan melepas cengkramannya pada blouse. Rex mengambil beberapa dokumen yang tadi sudah dia periksa, melemparnya di hadapan Dewa dan Intan. "Kerjakan!" titahnya dengan sekali ucap. Dewa dan Intan membuka map berwarna biru itu. Dina meletakkan komputer ke depan keduanya untuk media mengerjakan. Bu Dina juga sedikit menjelaskan agar Intan dan Dewa paham dengan permasalahannya.  ""Bu, apa harus mengerjakan di sini? kalau saya bawa ke ruangan saya, apakah boleh?" tanya Intan sesopan mungkin. "Maaf, tidak bisa. Ini data yang paling penting. saya tidak mau kalau ada kesalahan lagi," jawab Rex cepat. Intan mengangguk. Dia tanya Bu Dina kenapa yang jawab Rex. Kepala Intan sangat pusing membaca grafik yang rumit. Malah semakin pusing saat mencium bau tubuh Rex yang sangat tidak enak. "Intan, kerjakan dengan benar! jangan kebanyakan melamun!" bentak Rex melempar bolpoinnya. Intan tersentak. Gadis itu berusaha mefokuskan dirinya tapi tidak bisa. Harum tubuh Rex sangat membuatnya sakit kepala. "Kamu bisa kerja tidak? kalau tidak serius, biar saya menggantinya dengan orang lain." ucap Rex menatap Intan tajam.  Intan menunduk takut, ini baru pertama kalinya Rexvan menatapnya tajam. Biasanya atasannya itu selalu bertingkah gesrek, tapi hari ini sangat serius. Sudah ada tiga kali dia dibentak pagi ini. "Saya tanya sekali lagi, kamu bisa serius apa tidak?" tanya Rex menggebrak meja seraya berdiri. Dewa dan Intan kompak mengusap dadanya karena kaget.  "Bisa, pak. Saya bisa serius dan saya akan mengerjakan sebaik mungkin." jawab Intan dengan cepat. "Makanya jangan urusin Paijo yang bau busuk!" tandas Rex dengan mata menyala. Intan menegang. Kali ini gadis itu benar-benar cemas. "Malah melamun lagi!" bentak Rex membuat Intan langsung menghadap ke layar laptop.  Rex tersenyum setan dalam hati, selamat datang di gerbang penderitaan, batinnya. Sembari Intan dan Dewa mengerjakan laporan keuangan, Rex juga memantau setiap perkembangan para karyawan yang bekerja di lapangan. Perusahaan Rex tengah melakukan kerja sama dalam membangun sebuah Resort mewah di kawasan pariwisata Jawa Tengah. Tepatnya di dekat pantai Parangtritis.  Rexvan mengumpat pelan saat penanggung jawab bagian lapangan mengiriminya gambar pondasi. Itu tidak sesaui dengan gambar yang dia kirim. Rex mendial nomor Pak Hamdan untuk menyalurkan kekesalannya. Rex berdiri, memutari meja dan berdiri di belakang Intan.  "Bapak sudah bilang kalau akan mengerjakan sesuai intruksi saya, lalu itu yang bapak kerjakan atas intruksi siapa?" teriak Rex dengan kencang. Intan dan Dewa yang merasa kaget, hanya bisa diam sambil menyibukkan diri di laptop mereka. "Saya tidak suka karyawan yang bertele-tele! bapak menyanggupi, harusnya juga bisa memikul tanggung jawab itu. Jangan iya-iya saja! harus kerjakan!" bentak Rex.  Percayalah, tidak enak rasanya saat berada di situasi seperti Intan dan Dewa. Saat bos marah dengan orang lain dan kita ada di tempat yang sama, sudah pasti akan kena imbasnya. "Dewa, itu kenapa ada tanda titik di situ?" tanya Rex menunjuk layar. "Kamu taukan, satu tanda yang salah, hitungan juga sudah berbeda."  "Eh iya, pak, Tadi kepencet saja," jawab Dewa buru-buru menghapus tanda titik yang memang benar kepencet. "Bongkar saja, Pak Hamdan. Kalau pondasinya sudah tidak kokoh, bangunan itu juga akan cepat roboh," ucap Rex mematikan sambungan telefonnya. "Lihat ini Bu Dina, orang-orang pada tidak takut dosa. Semen dan batu bata saja dikorupsi. Pantesan saja perut mereka buncit-buncit." kesal Rex. Bu Dina hanya mengangguk untuk menimpali. "Kalian kerjakan itu dulu! saya mau keluar sebentar." titah Rex menatap Intan dan Dewa yang fokus dengan pekerjaan mereka. "Baik, pak." jawab mereka kompak. Rex mengambil kunci mobil yang ada di meja dan segera melenggang pergi. Waktunya dia menengok anak-anaknya. Setelah Rex menutup pintu, Intan dan Dewa menghela nafas lega. Akhirnya mereka lolos dari situasi yang paling menegangkan. Intan mengipasi hidungnya agar aroma Rex hilang, tapi kepalanya tiba-tiba sangat berat dan perutnya seperti diaduk-aduk dengan hebat. Brukkk Intan menjatuhkan kepalanya di meja, gadis itu pingsan karena terlalu lama mencium aroma kayu manis yang sangat busuk. "Intan, kamu kenapa Intan?" tanya Dewa dan Dina panik. Mereka menggoncang tubuh Intan yang lemas dan pucat. Dina mengambil minyak angin di tasnya dan mengoleskan pada hitung Intan. Untung saja Bu Dina selalu membawa minyak angin, karena wanita itu juga sering masuk angin kalau terlalu banyak pekerjaan. "Intan ,bangun!"  Sayup-sayup Intan terbangun meski kepalanya sangat pusing."Baunya pak Rex sangat tidak enak." racau Intan tanpa sadar. Dina menghubungi Rex untuk memberitahu kalau Intan pingsan di ruangannya. Bu Dina juga mengihidupkan loudspeaker biar Intan dan Dewa dengar. "Pak, ini Intan pingsan di ruangan bapak." ucap Dina memberi laporan. "Biarkan saja, kalau tidak bangun buang ke rawa-rawa!" jawab Rex dengan kejam lalu mematikan sambungan telefonnya sepihak. Intan yang mendengar, hanya bisa tersenyum pias. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD