8. Ketahuan

1097 Words
“Menikahlah denganku!” ulang Rex. Intan ngeblank. Dia tidak bisa berfikir jernih. Ini lamaran atau pemaksaan? Ingin hati mengangguk mengiyakan, tapi kepalanya justru malah menggelang. Ya bagaimana bisa mengangguk kalau dia saja tidak tau apa motif atasannya mengajaknya menikah. Bisa jadi kalau Rex hanya nge-prank semata. “Mau aja aunty, coalnya kata papaku, Om Lek ini gak laku-laku.” ucap Zika dengan gaya cadelnya. “Hah?” Intan membeo. “Iya, aunty. Kacian om ku belum menikah.” “Auuu om, kenapa paha Zika dicubit?” teriak Zika saat Rex mencubit pahanya. “Syukurin! Makanya punya mulut jangan buat ngomong sembarangan. Nih rasain cubitan om lagi!” ucap Rex makin kencang mencubiti Zika. Zika menangis kencang. “Pak, itu keponakannya nangis, jangan dicubitin kayak gitu!” ucap Intan merasa kasihan. “Rasa sakit dia karena aku cubit, sama sekali tidak ada apa-apanya daripada rasa sakit hatiku saat kamu tolak, dan menanggung malu saat keponakanku ini berbicara yang tidak-tidak.” ucap Rexvan dengan tajam. Intan melongo. Dia menolak Rexvan? Apa karena Rexvan megajak menikahinya dan dia menggeleng? “Tapi itu keponakan bapak sendiri.” Ucap Intan. “Aku tidak peduli. Emang punya keponakan lambe turah itu menyusahkan.” Ketus Rex. “Om, takit om huwaaaaaa hikssss hiksss om jahat!” tangis Zika seraya mengusap ingusnya yang keluar. “Ingat Intan, aku tidak akan mengajakmu menikah untuk yang kedua kali.” Ucap Rex melenggang pergi membawa bungkusan papper food. Dengan kasar, Rex mendudukkan Zika di depan dan laki-laki itu langsung melajukan motornya dengan kencang meninggalkan Intan yang tampak terpaku. Zika masih menangis kencang, dan Rex sama sekali tidak punya inisiatif untuk menenangkan. “Mbak, itu tadi masnya melamar embak. Kenapa tidak diterima?” tanya ibu-ibu yang kebetulan dari tadi menjadi saksi pertengkaran Rex dan Intan. “Eh maaf, bu. Itu atasan saya.” Jawab Intan kikuk. “Dia anak pak Gerald. Kedua adiknya sudah menikah, tinggal dia saja yang belum. Kayaknya dia memang serius sama mbak, sayang kalau tidak diterima.” ucap ibu itu lagi. Intan hanya menganggukkan kepalanya, bingung mau berekasi apa. Dalam benak Intan bertanya-tanya. Apa alasan Rex mengajaknya menikah? Bukankah dia kenal Rex hanya sebatas atasan dan bawahan? Dan Intan kira, mereka tidak pernah dekat secara Intens. Wajar saja kalau Intan Ragu dengan lamaran Rexvan. Karena tidak mau berfikir yang tidak-tidak, Intan memilih untuk segera pulang. Sedangkan di rumah, Rex sedang ditatap tajam adiknya. Pasalnya, si Zika ngadu kepada papanya kalau dia cubit sampai gosong. Dan lihatlah sekarang. Ray sudah seperti banteng ingin mengamuk. “Ini yang dicubit om Lex, pa. Takit, campe gocong!” adu Zika menangis. “Ngadu terus! Ngadu!” hardik Rexvan dengan mendelik. “Tuh kan, pa. Om Lex melotot gitu. Huwaaaa hiksss hiksss …” Zika menangis sambil mengulurkan tangannya minta digendong. Rayhan langsung menggendong anaknya, dan Zika mengalungkan tanganya di leher papanya. “Kamu baper banget sih, bocil. Dari orok ya mata om mu ini sudah besar. Gak usah melotot juga tetap besarnya segini.” kesal Rex. “Rex!” tegur Ray. “Apa?” sewot Rex. “Kamu nikah sana! biar tau rasanya punya anak. Biar kamu juga gak sembarangan nyakitin anak orang kayak gini. Aku saja yang papanya Zika tidak pernah main tangan, malah kamu seenaknya sendiri nyubit anakku.” ucap Ray. “Makanya tuh anak diajarin bicara yang baik. Jangan Sukanya mengumbar aib.” kesal Rex dan berlalu pergi. “Kakak!” teriak gadis dua puluh dua tahun yang merupakan adik bungsunya. “Ini lagi, kenapa panggil-panggil?” bentak Rex. “Kakak sewot banget sih. Kakak salah makan?” tanya Rafasia. “Gak,” “Cia Cuma mau bilang, kalau ada teman Cia yang ingin datar di kantor kakak. Terima ya, kak! Ini lewat jalur dalam.” ucap Cia. “Kakak tidak mengurusi karyaman masuk, Cia. Bisa daftar ke bagian pendaftaran atau hubungi saja Bu Dina!” jawab Rex. “Tapi, kak. Kalau lewat bu Dina pasti tidak akan lolos.” “Kalau lewat bu Dina saja tidak lolos, apalagi lewat kakak? Kakak tidak peduli penampilan calon karyawan itu bagaimana, tapi kaka butuh yang cekatan dan cerdas, Tidak bertele-tele dan ngaret dalam hal pekerjaan.” ucap Rex dengan tegas. “Yah, kak.” “Sudah ya, Cia. Kaka mau istirahat. Kalau kamu mau masukin teman kamu kerja, tetap harus sesuai prosedur yang ada.” Cia hanya memanyunkan bibirnya saat Rex malah melenggang pergi begitu saja. Kakaknya terlalu perfectionis dalam pekerjaan. Cia mengikuti kakaknya,gadis itu memohon agar temannya diperbolehkan kerja di perusahaan kakanya. Dan dengan angkuhnya, Rex tetap tidak mau menerima. Dan menyuruh Cia untuk mengikuti segala prosedur yang ada. Tidak ada karyawan anak emas, tidak ada juga karyawan masuk jalur pakai uang ataupun pakai orang dalam. Sudah pasti yang pakai jalur dua itu sangat tidak berkompeten. Ngomong-ngomong soal kompeten, Rex jadi ingat Intan. Intan sangat cerdas dan berkompeten meski belum banyak pengalaman. “Ck! Intan lagi,” kesal Rex menjambak rambutnya. “Intan siapa, kak?” tanya Cia yang masih ada di kamar kakaknya. “Kamu kenapa masih di sini? Pergi kamu!” “Kakak jahat banget sih sama adek sendiri. Kalau aku pergi sama temen cowok pasti tidak dibolehin, saat sama kakak malah kakak usir.” “Jangan harap bisa pergi berdua sama temen cowokmu yang lembek itu!” ucap Rex. Cia ingin sekali menendang kakaknya ke planet ke tujuh. Sok berkuasa dan sok mengatur-ngatur. Tidak mempedulikan Cia, Rex segera berlalu ke kamar mandi. Tubuhnya sudah lengket dan gerah. Rex mengguyur kepalanya dengan air dingin. Kalau kepalanya tidak segera didinginkan, sudah pasti kepalanya akan meledak dalam waktu dekat. Ditolak cewek itu sungguh menjatuhkan harga diri Rex. Sebenarnya Rex heran, kenapa dirinya terlahir menjadi pria sadboy. Dulu saat SMA dia menyukai teman sebangkunya, yaitu Wulan. Saat itu Wulan menolaknya dan memilih Bersama Reino. Dan saat ini, Rex ingin menikahi Intan. Namun dengan bodohnya Intan menolak. “Awas saja Intan, sekarang aku akan buktikan kalau aku bukan pengemis cintamu!” ucap Rex dalam hati dengan mantap. Setelah mandi, Rex membuka hp nya. Dia ingin membaca lanjutan cerita dari akun yang bernama pena @Penakluk_CEO. Siapa tau bisa menghiburnya dari peliknya kehidupan. “CEO tebar pesona itu ternyata berbau busuk,” ucap Rex membaca sepenggal judul di bab dua cerita CEO tebar pesona. Rex mengerutkan alisnya. Membaca kalimat-kalimat yang tertera di layer kaca hp-nya. “Awalnya si Jelita sangat nyaman duduk di samping Dewa, tapi CEO yang bernama Paijo ini menyuruh Jelita untuk duduk di dekatnya. Kepala Jelita sangat pusing saat mencium bau busuk Paijo. Namun, Jelita tidak berani protes, pasalnya dia sadar kalau dia hanya anak magang.” Rex menggeram marah. Ini bukan soal kisah Paijo, Jelita dan Dewa. Rexvan yakin, kalau penulis itu adalah Intan. Karena semua adegan sangat persis seperti yang dia alami. Rex membaca kembali setiap kalimat yang ada cerita. Makin lama, matanya menyala tajam, sedangkan hidungnya kembang kempis seperti hidung banteng. “Berani sekali kamu membuat diriku tampak jelek di cerita busukmu ini!” geram Rex meremas hp nya. “Rupanya kau main-main denganku. Anak magang durhaka, tidak tau diri, dan sok segalanya!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD