Kekecewaan 2 ~~

1257 Words
Arion menatap datar dan dingin pada pria yang kini sedang menatap tajam ke arah dirinya. Pria dengan selimut yang dililitkan pada tubuhnya itu, kini mulai berjalan menghampiri. Tiba-tiba, pergelangan tangan gadis itu ditarik secara paksa dan kasar oleh Victor, dan membuat tangan kekar Arion refleks menahan lengan Victor, dan menggenggamnya sangat erat. Victor seketika menoleh, menatap dengan tajam pada Arion. "Jangan ikut campur!" ujar Victor dengan penuh penekanan. "Jangan pakai kekerasan!!" timpal Arion dengan suara baritonnya yang terdengar sangat tegas. Victor semakin menarik paksa tangan Nara seraya menghempaskan tangan Arion. Gadis itu terlihat meringis kesakitan, dan membuat Arion semakin tak dapat membiarkannya begitu saja. "Ah ... Victor! Sakit!" keluh Nara. Victor semakin menarik paksa gadis itu dan hendak membawanya ke suatu tempat. Arion masih terdiam di tempatnya. Memastikan, kemana pria itu membawa Nara. Dan tepat saat melihat pria itu benar-benar membawa masuk Nara kedalam kamar hotelnya, Arion mulai melangkahkan kakinya, dengan sebelah tangan ia masukkan kedalam saku celana bahannya. Dengan santai, Arion mendorong pintu kamar tersebut hingga terbuka lebar. Pria tampan itu melangkahkan kakinya masuk, dan melihat seorang wanita tanpa busana, sedang terlentang diatas tempat tidur dengan mata terpejam, tak sadarkan diri. Sedangkan Nara, dia berdiri di samping ranjang tersebut dengan Victor, berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan besar Victor yang sangat kencang. Nara menatap pada Arion dengan tatapan sendu, berharap pria itu akan menolongnya. Namun, Pria itu malah membuang muka, menghindar dari pandangan menjijikan bagi dirinya. Arion membalikkan tubuh dan hendak meninggalkan kamar tersebut. Tetapi, suara lirih dari wanita itu, membuat dirinya seketika menghentikan langkah. Suara lirih yang terdengar sama dengan mantan istrinya itu, membuat Arion tercekat. "T-tolong, Pak!" ucap gadis itu dengan suara bergetar. Arion masih bergeming di tempatnya. "Victor lepasin tangan gue! Gue mohon." Pinta Nara memelas. Dan Victor seketika menampar wajah Nara cukup keras, hingga bunyi tamparan itu terdengar cukup nyaring dalam kamar hotel. Arion menarik napas dalam-dalam, memejamkan matanya sesaat, berusaha menetralkan perasaannya yang tak karuan. Akhirnya Arion memutuskan untuk menolong gadis itu. ia kembali berbalik kebelakang dan berjalan menghampiri Victor. Tanpa terduga, Pria itu melayangkan pukulannya tepat pada wajah Victor, hingga pria itu jatuh diatas tempat tidur king size tersebut. Ia tarik pergelangan tangan gadis itu dan membawanya keluar dari kamar hotel tersebut. Namun tiba-tiba, pria itu menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar yang masih terbuka, lalu menghela napasnya kasar. "Jangan pernah sentuh wanita gue! Berani lo sentuh barang sehelai rambutnya aja, lo bakal habis ditangan gue!!" ujar Arion dengan nada penuh ancaman. Arion kembali melangkahkan kakinya tanpa melepas genggaman tangannya dari tangan Nara. Gadis itu hanya bisa terisak dalam diam, merasakan rasa sakit yang semakin menusuk dalam dadanya, serta rasa panas di pipi kirinya. Arion membawa Nara masuk kedalam lift, dan kemudian menekan tombol angka 25 untuk membawa mereka menuju ruang direktur utama. Hening ... tak ada satu orang pun dari mereka yang membuka suara. Arion masih larut dalam pikirannya, dan Nara larut dalam rasa sakit yang sedang ia rasakan. Ting. Suara dentingan yang terdengar nyaring menyela keheningan dalam kapsul lift tersebut. Keduanya kembali dari pikiran mereka, tepat sesaat sebelum pintu terbuka. Arion kembali berjalan lebih dulu keluar dari dalam lift, dan tanpa sadar menarik tangan Nara. Tetapi, gadis itu termangu di tempatnya. Hingga membuat Arion membalikkan tubuhnya kebelakang. Tatapan Arion turun pada tangannya, dan ia pun segera melepaskannya dengan salah tingkah. "Saya gak bermaksud ...," Nara menggelengkan kepalanya. "Saya pamit iya, Pak. Terima kasih, sudah menolong saya." Potong Nara dengan suara yang sedang menahan tangis. Belum sempat Arion membalas perkataan Nara, Gadis itu sudah menekan tombol lantai 24 dan pintu lift pun tertutup. Hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja, hingga lift tiba di lantai yang dituju. Setelah bunyi dentingan terdengar dan pintu lift terbuka, Nara segera keluar dari dalam lift dan berjalan menuju pintu darurat yang letaknya tak jauh dari pintu lift tersebut. Gadis itu menarik pintu yang terbuat dari seng bercat putih di hadapannya dan segera masuk kedalam. Ponsel yang sejak tadi bergetar dalam saku celananya, masih tak dihiraukan oleh Nara. Yang wanita itu lakukan hanya satu, terus berjalan menaiki tangga darurat hingga ia tiba dirooftop hotel yang sudah ditutup untuk tamu. Rooftop bergaya modern, dengan infinity pool yang sangat luas dan sangat menawan. Pemandangan gedung-gedung pencakar langit dan lampu-lampu berkerlip, menjadi saksi perasaan Nara yang sangat terasa perih dan menyakitkan baginya malam itu. Nara berjalan gontai dengan air mata yang terus berjatuhan diatas wajahnya. Tiba-tiba, ia menjatuhkan dirinya di lantai, memeluk kedua kakinya yang terlipat seraya menyandarkan kepala dan tubuhnya pada dinding rooftop. Cahaya dari sorotan lampu didalam kolam renang, memantulkan sinar putih kebiruan, mengalihkan fokus gadis itu. Nara mengusap lembut pergelangan tangan yang memar akibat genggaman kasar Victor. Kilatan masa lalu yang sudah ia lalui bersama tunangannya terus berputar dalam benaknya. Sikap protektif Victor, yang seakan terlihat sangat mencintai Nara, ternyata hanya untuk menutupi kebusukan pria itu sendiri. Dan hari ini, Tuhan menghendaki Nara untuk mengetahui semuanya. Ponsel dalam saku celana Nara kembali bergetar. Wanita itu merogohnya lalu mengeluarkan benda tersebut untuk melihat siapa yang menghubunginya. Dan disana, tertera nama Victor dilayar ponsel Nara, membuat gadis itu tanpa sadar melempar ponsel yang di genggamnya hingga pecah. Ia tutup telinga dengan kedua tangannya, berusaha mengenyahkan bayangan wanita bertelanjang dan Victor dalam kamar hotel tadi. "Kenapa lo setega ini sama gue? Kenapa?!" pekik Nara, disela isak tangisnya yang semakin kencang. Ia sudah tak dapat menahan rasa sakit hatinya lagi saat bayangan-bayangan itu kembali muncul. Ya .... Hubungan Victor dan Nara berjalan cukup lama. Sudah hampir lima tahun mereka berhubungan, dan tepat satu tahun yang lalu, Victor melamar Nara saat hari jadi hubungan mereka. Tak pernah sedikit pun, Nara mencurigai tunangannya. Apapun yang Victor katakan, Nara akan selalu mempercayainya. Tak jarang, teman-teman satu tempat kerjanya, juga teman-teman resepsionisnya, yang sering mendapati Victor membawa wanita, sering memberi tahu Nara, tetapi gadis itu selalu menolak mempercayai kabar burung yang didengarnya. Pria yang super protektif pada Nara itu, terlihat sangat menyayanginya, itu yang Nara yakini dalam dirinya. Tanpa Nara tahu, Victor sudah sangat sering bermain wanita dibelakangnya. Nara yang selalu menolak disentuh oleh Victor pun, dijadikan alasan pria busuk itu untuk mencari pelampiasan hasratnya pada wanita lain. Dan tepat hari ini, Victor yang tak tahu jika Nara bertukar jadwal libur dengan temannya, ternyata menjadi jalan dari Tuhan untuk memperlihatkan pada Nara, bagaimana kelakuan Victor yang sebenarnya. Nara mengusap jari manis pada tangan kirinya, bekas cincin pertunangan Nara dan Victor masih tercetak memerah. Gadis itu bangkit dari tempat duduknya, berjalan mendekati tepi kolam renang sedalam empat meter itu. Ia pandangi pantulan dirinya yang nampak kusut pada air kolam renang tersebut. Entah setan apa yang menghampiri wanita itu. Ia memutar tubuhnya, membelakangi kolam renang, dan tiba-tiba saja, Nara menceburkan dirinya ke dalam kolam renang tersebut. Ia tak berusaha berenang, yang dia lakukan hanya terdiam dengan mata terus terpejam. Dengan perlahan, ia terjatuh semakin dalam hingga tubuhnya membentur dasar kolam. 'Aku sayang banget sama kamu, Nara.' 'Jangan pernah ninggalin aku, tetap disisiku, apapun yang terjadi.' 'Hapus semua kontak lelaki dari ponsel kamu, jangan pernah berteman dengan lelaki, apalagi bersentuhan sama mereka, itu bikin aku cemburu.' 'Sayang, menikahlah denganku, jadilah pelengkap dalam hidup aku. Aku gak bisa hidup tanpa kamu. Kamu segalanya untuk aku.' Semua perkataan yang pernah Victor katakan padanya, terus terngiang dan berdatangan dalam kilas ingatan Nara. Semakin sesak yang ia rasakan, dan semakin lemas pula tubuh Nara. Bahkan untuk sekedar bergerak pun, Nara sudah tak berdaya. Namun tiba-tiba, siluet seseorang terlihat berenang mendekat ke arahnya. Nara membuka mata sedikit, tepat saat seseorang tersebut berhasil menggapai tangan Nara, wanita itu tak sadarkan diri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD