Untuk Pertama Kali ~~

1079 Words
Setelah gadis penolongnya pergi, Arion segera masuk kedalam ruang istirahatnya. Sesekali ia menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, hanya untuk sekedar merenggangkan otot leher yang terasa kaku. Ia buka lemari pendingin, dan mengambil sekaleng bir dingin didalamnya lalu menutupnya kembali. Arion pun berjalan keluar dari ruang istirahatnya dan membuka pintu tangga darurat menuju rooftop hotel. Pria itu menarik penutup kaleng tersebut dan meminumnya sedikit seraya menaiki tangga. Tetapi, tepat pada belokan menuju deretan anak tangga terakhir, Arion mengerutkan keningnya, melihat punggung seorang pria berkemeja hitam, sedang melihat sesuatu di rooftop. Ia pun kembali melanjutkan langkahnya, dan saat tiba di anak tangga terakhir, Arion terlihat nampak marah. Pria yang berdiri, mematung di depan pintu masuk rooftopnya adalah pria yang tadi sempat dipukulnya. Belum sempat Arion menegur Victor, hal lain mengalihkan pikirannya. Byuur. Terdengar suara sesuatu yang tercebur ke dalam kolam. Arion mengerutkan dahinya, saat dari celah sisi Victor ia melihat seseorang menjatuhkan diri ke dalam kolam. Matanya membulat sempurna melihat kejadian itu. Tanpa banyak menunggu lama, ia hempaskan bahu Victor yang termangu ditempatnya, lalu ditaruhlah bir yang ada pada tangannya diatas meja, lalu segera berlari dan menceburkan diri kedalam kolam renang untuk menyelamatkan orang itu. Ditariknya tangan Nara yang nampak sudah melemah, dan didekapnya leher Nara dari belakang dengan sebelah tangan, seraya membawanya keatas kolam renang. Ia baringkan wanita tersebut, dan mulai melakukan CPR. Victor yang melihat Nara tak sadarkan diri, segera berlari menghampiri, dan hendak membantu Arion. Tetapi sayangnya, Arion yang benar-benar sangat membenci pria itu, menepis tangan Victor dari atas d**a Nara, hingga mereka saling bertatapan untuk sesaat. "Ini peringatan terakhir dari gue! Jangan pernah menyentuh tubuh wanita gue lagi. Berani lo menyentuh barang sehelai rambutnya saja, gue bisa menjamin, lo akan habis di tangan gue!" ujar Arion dengan penuh penekanan dan memberi tatapan yang tajam. "Gue tunangannya! Jadi gue berhak buat nyentuh dia!" sahut Victor. Sedangkan Arion kembali terfokus pada Nara dan tak menggubris ocehan pria b******k itu. Ia memilih menolong Nara terlebih dahulu dengan melakukan CPR pada dadanya. Arion berhenti, dan masih tak ada reaksi apapun dari gadis itu. Arion mengecek detak jantung pada nadi di lehernya. "Ah, s**t! Lemah sekali," gerutunya. Arion mendongakkan kepala Nara, memegang pangkal hidung gadis tersebut hingga mulutnya terbuka, dan hendak memberi napas buatan. Tetapi lagi-lagi, Victor dengan cepat menarik lengan Arion untuk menghentikan pria itu. "Mau apa lo?" tanya Victor dengan nada tinggi. Arion menolehkan kepalanya kebelakang, lalu menepis tangan pria itu dari lengannya. "Bukan urusan lo!!" sahutnya. Arion pun langsung menunduk dan mulai memberikan napas buatan melalui mulutnya pada mulut Nara. Tepat saat Arion mulai menjauhkan wajahnya, wanita itu terbatuk seraya mengeluarkan air yang cukup banyak dari mulutnya. Terdengar suara helaan napas lega dari duda tampan itu. Nara terdiam untuk sesaat, merasakan rasa pening di kepalanya. Gadis itu pun bangun, dibantu oleh Arion. Tepat saat pandangannya jatuh pada pria pengkhianat itu, Nara seketika tercekat. Matanya menatap tajam pada Victor dengan napas yang mulai memburu, tangannya pun terkepal kuat. "Nara ... Aku mau jelasin ...," "Gak ada yang harus dijelasin lagi, Victor! Hubungan kita, udah berakhir," potong Nara. Wanita itu membuang wajahnya ke sisi kanan, dan mendapati Arion yang tengah menatap ke arahnya. Seluruh pakaian pria itu basah kuyup. Rambutnya yang biasa tertata rapi, kini terlihat sangat berantakan. Ternyata, siluet seseorang yang terlihat berenang ke arahnya saat tenggelam, adalah pria yang sudah ditolongnya tadi. Nara menatap sendu pada Arion, dengan air mata yang sudah tak dapat ia tahan lagi, dan jatuh begitu saja diatas wajah pucat gadis itu. "Jangan pernah ganggu hidup aku lagi, Victor! Aku mohon." Lirih Nara seraya menundukkan kepalanya. Berusaha menyembunyikan sisi terlemah yang sedang menyeruak dari dalam dirinya. Arion tak bisa berbuat apa-apa. Pria itu tak punya hak apapun pada gadis yang sedang terpuruk itu. Ia tahu batasan dirinya. "Rooftop ini, tidak dibuka untuk pengunjung hotel. Gue ... sebagai pemilik hotel, meminta pengertiannya dari lo sebagai tamu, untuk segera pergi dari tempat ini!" ujar Arion tanpa mengalihkan tatapannya dari Naya. Tanpa banyak berbicara lagi, Victor yang masih terlihat terkejutdan memilih bungkam, segera pergi meninggalkan rooftop tersebut. Brak. Bunyi pintu rooftop yang di tutup sangat kencang oleh Victor itu terdengar memekakan telinga Nara. Entah karena perasaannya yang sangat sakit, entah karena memang suaranya yang terlalu keras. Yang pasti, Victor saat ini sudah jauh dari Nara, membuat gadis itu bisa dengan bebas terisak dengan keras. Meluapkan semua perasaan sedih dan sakit hatinya sejak tadi. "Ke-kanapa bapak malah nolong saya?" tanya Nara di sela isak tangisannya. Arion mengerutkan dahinya, mendengar apa yang baru saja gadis itu tanyakan. "Saya hanya tidak ingin, rooftop kesayangan saya harus dipasang police line jika kamu meninggal dalam kolam renang saya!" sahut Arion dengan nada santai. Pria itu berdiri dari posisinya dan berjalan ke arah meja, tempat dimana Arion menaruh kaleng bir yang ditaruhnya saat akan menyelamatkan Nara. Nara seketika mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk, lalu menatap Arion yang kini sedang berjalan ke arahnya. Wanita itu bahkan menghentikan isak tangisnya. Kaus basah yang dikenakan Arion, menempel dengan sangat sempurna pada tubuhnya, membuat otot-otot sixpack di perutnya tampak sangat seksi dan menggoda. Pria itu meneguk bir dalam kalengnya seraya duduk di kursi santai, tepat di hadapan Nara. Arion nampak tak memperdulikan tatapan tajam yang Nara berikan padanya, dan memilih memandang ke atas langit. Hal itu jelas membuat Nara semakin merengut, dan kini berdiri dari tempatnya seraya menghapus air mata diwajahnya. "Kenapa bapak ngasih napas buatan?" tanya Nara tiba-tiba. Ia teringat, saat kesadarannya kembali, seseorang sedang menempelkan bibir pada bibirnya dan memberikan napas buatan padanya. Arion yang masih meneguk bir dalam kalengnya, seketika menoleh dan menengadahkan kepalanya, menatap Nara yang kini berdiri di depannya. Pria itu menyudahi minumnya dan menatap bingung pada Nara. "Lalu ... apa yang harus saya lakukan? Jika saya tidak memberimu napas buatan, kamu tidak akan hidup dan menatap tajam seperti itu sama saya!" sahut Arion dengan suara baritonnya. "Itu pertama kalinya buat saya!!!" pekik Nara dengan kesal. Arion terkesiap. Pria itu seketika menatap Nara dengan tatapan yang sulit diartikan. "Saya enggak mencium kamu. Saya hanya memberi napas buatan sama kamu!" protes Arion membela diri. "Dasar, red onion!" umpat Nara. "Red onion? Bawang merah?" tanya Arion dengan membeo kan apa yang baru saja Nara umpatkan padanya. Nara tak menjawab pertanyaan Arion, ia memilih pergi dari rooftop tersebut dengan perasaan kesal yang terus menggelayuti perasaannya. Ia hentakkan langkah kakinya tepat pada anak tangga ke lima, dan menghentikan langkahnya. Ia berbalik kebelakang, dengan mata yang menatap pintu roofrop yang kini sudah tertutup. "Gue benci sama lo, red onion!" gerutunya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD