Tujuh belas

1128 Words
Hari ini, lagi-lagi UCL meliburkan seluruh siswanya. Dikarenakan para dosen akan mengadakan rapat dadakan, lagi. Klarisa dan yang lain tau betul alasan dosen meliburkan mereka, pasti para dosen tidak ingin siswanya mengganggu rapat mereka. Tau sendiri kan bagaimana keadaan kelas tanpa guru yang mengajar? Lapangan yang semula sepi, berubah menjadi area tanding basket ataupun sepak bola dan berbagai olahraga populer lainnya. Kantin yang semula sunyi pun berubah menjadi seperti di pasar, ricuh. Begitulah kebiasaan turun temurun yang buruk. Klarisa mendengus sebal karena Damian membatalkan untuk menemaninya ke salon karena ada rapat penting yang mengharuskannya hadir disana juga. Apa hari ini hari rapat sedunia? Klarisa benar-benar sebal. Apalagi Paula yang kini tidak bisa dihubungi sama sekali. Ia tidak ingin meminta Vrans untuk menemaninya ke salon, sudah dipastikan laki-laki itu akan bosan. Lagipula tau apa Klarisa tentang perjuangan Vrans selama ini? Bahkan Vrans sangat rela kekayaannya ditukar hanya dengan sosok gadis bernama Klarisa Vanaya Wesley itu. Klarisa benar-benar gadis yang pantas untuk diperjuangkan. Tidak seperti Valleri, maaf ya. Sebuah ide muncul di kepala Klarisa. Ia mengutak-atik ponselnya, lalu menghubungi seseorang yang dibalas dengan tidak kalah antusias nya. "OKE NANTI QUEEN AKAN KERUMAH KAKA DENGAN SUPIR PRIBADI MOMMY. SEE YOU!." pekik seseorang di sebrang sana. Suara cempreng yang sangat ciri khas milik Queen memang sangat merusak telinga. Klarisa tersenyum senang, lalu melesat ke kamarnya. Memoles sedikit wajahnya yang memang jarang sekali ia memakai make up. Kali ini ia hanya memakai t-shirt dan celana jeans selutut dan dipadukan dengan high heels bewarna hitam. Ia tidak pernah berpenampilan yang berlebihan karena memang bukan gayanya. Ia juga tidak lupa untuk izin dengan Damian terlebih dahulu. Klarisa Aku pergi kesalon bersama, Queen. read Loh tadi bukannya Damian sedang meeting? Dam(n)ian❣️ Be careful. Meeting saya tertunda sekitar setengah jam lagi. Seakan bisa membaca pikiran Klarisa, Damian membalas pesannya seperti itu. Ah Klarisa mencintai Damian, sangat mencintainya. Klarisa Damian Dam(n)ian❣️ Apa, Clay? Klarisa Semangat, aku sayang kamu. Klarisa melempar ponselnya kekasur king size miliknya. Astaga dadanya kali ini sangat bergemuruh. Pipinya bersemu merah, apa yang dilakukannya? "KAK VANAYA, QUEEN YANG CANTIK SUDAH DATANG!" Teriakan Queen menggelegar disetiap sudut ruangan rumahnya. Klarisa memekik senang dan langsung melupakan rasa berdesirnya akibat ulah Damian, lalu menyambar sling bag-nya dan dengan tergesa-tesa ia menghampiri Queen yang sudah menunggunya di bawah. Queen berdecak kagum. Bahkan Klarisa yang berpenampilan sangat sederhana itu masih terlihat cantik, bahkan sangat cantik. Sudah dipastikan jika dirinya yang mengenakan pakaian seperti gadis dihadapannya ini, bukannya terlihat cantik justru malah terlihat seperti gembel. Maka dari itu ia kali ini memakai dress selutut bewarna soft blue dengan flatshoes berwarna hitam. "LET'S GO!" Ucap Klarisa berapi-api yang lebih dulu meninggalkan Queen dibelakangnya. Dengan tidak kalah semangat, Queen menghampiri Klarisa yang sudah duduk manis di mobilnya, ah lebih tepatnya dimobil daddynya. "Ka Vanaya aku sudah tidak sabar, pokoknya nanti kita harus live streaming bersama!" Klarisa tidak pernah risih dengan sifat Queen yang terlewat ngefans dengan dirinya. Ia tidak peduli akan hal itu, yang ia pedulikan kini, Queen adalah adik iparnya yang harus ia jaga dengan kasih sayang. Walau Queen tertarik padanya seolah-olah hanya fans pada Klarisa, kalian salah. Queen sama tulusnya dengan Klarisa, ia juga sangat senang dan menyayangi Klarisa seperti kakaknya sendiri. "Girls time!" Ucap mereka berbarengan, lalu tertawa bersama. Ah mereka berdua sangat cocok jika digabungkan. ... Di kediaman keluarga Victoria, Paula sedang menatap benci figura yang kini berada di genggamannya. Foto sang ayah yang terlihat sangat bahagia sambil menggendong kakaknya, sedangkan dirinya tengah menangis meminta bergantian untuk di gendong laki-laki itu. Ia benci ayahnya, ia sangat membencinya. Bukan hanya ayahnya yang sangat menomor satukan kakaknya, laki-laki tua itu telah menghancurkan hati ibunya. See? Laki-laki memang b******k, tidak ada laki-laki yang benar-benar baik di dunia ini, tidak ada. Dengan mudahnya, Leonard Davinci menyalurkan emosinya pada ibunya, Hellen Victoria. Mereka menjalankan pernikahan yang kasar. Tapi ibunya tetap bertahan sampai suatu hari Leonard benar-benar sudah keteraluan membuat Hellen menggugat cerai dirinya. Sepulang sekolah Hellen menyuruh dirinya untuk tidak keluar dari kamar sekali dan harus mengunci pintu tersebut dari dalam kamar, Paula sangat kebingungan dan tidak menuruti perintah Hellen. Ia bersembunyi dibalik sofa, melihat Hellen dan Leonard yang sedang berbicara serius. "Selamanya Paula itu anakku, darah dagingku, Leo." lirih Hellen yang kini sudah mulai terisak kecil. Leonard yang sudah mulai emosi langsung menjambak rambut Hellen dengan kencang. "DIA ANAK KAMU, TAPI BUKAN ANAK AKU!" Deg Paula merasakan sesak di dadanya. Apa ini alasan ayahnya sangat tidak ingin menyentuh dirinya? Bahkan enggan berbagi kasih sayang antara dirinya dan kakaknya. "BUKA MATA KAMU LEO, BUKA! DIA ITU ANAK KAMU, KAMU MASIH MENYANGKALNYA JUGA YA!" Hellen menahan mati-matian rasa sakit dikepalanya. Leonard sudah gila, ini sudah hitungan kesepuluh laki-laki itu bertindak seperti ini padanya. Mengenaskan sekali. Plak Paula menutup mulutnya refleks, ia meneteskan air mata melihat ibunya yang ditampar sebegitu kerasnya. "ANAK SAYA HANYA VALLERI VICTORIA DAVINCI! TIDAK ADA PAULA HIDUP SAYA!" Bentak Leonard kasar lalu mendorong tubuh Hellen sampai terjatuh di sofa. "SAYA TIDAK PERNAH MERASA BERJUANG UNTUK KEHADIRAN PAULA!" Hellen sudah menangis, bagaimana mungkin Leonard berpikir seperti ini? "Paula anak kamu, Leo. Anak kamu..." Ucapan Hellen perlahan menjadi sebuah lirihan, ia sangat lelah dengan ini semua. Leonard berdecih lalu menghimpit tubuh Hellen sampai ia tidak bisa pergi kemana-mana. Ia mengeluarkan pisau roti dari balik saku kemejanya, dan mengarahkan ke leher Hellen. "Atau jangan-jangan kamu selingkuh?" Ucap Leonard dengan rendah, hatinya sudah menggelap. Ia benar-benar tidak merasa menghamili Hellen untuk kedua kalinya. Ia bersumpah! Hellen menahan napasnya. "Jika ini akhir dari segalanya, satu yang harus kamu ingat, aku akan selalu mencintaimu." Paula yang melihat kejadian ini mengalami trauma yang cukup parah. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi pihak kepolisian. Ia tidak ingin melihat Hellen yang sepertinya sudah menahan luka yang cukup dalam. Leonard tertegun. Namun ia kembali tersenyum jahat. "Dan aku tidak bisa mencintai seorang gadis yang sudah dijamah lelaki lain." Sakit. Itu yang Hellen rasakan. Ia berani bersumpah jika dirinya tidak pernah melakukan hal kotor seperti itu. Malam itu, Leonard pulang dalam keadaan mabuk parah. Lebih parahnya lagi, Leonard memaksa Hellen untuk melakukan 'hal itu' dengan sangat kasar. Dan saat dirinya bangun di pagi hari, seluruh tubuhnya terasa nyeri dan Leonard masih tertidur pulas. Saat dua minggu kemudian ia mengetahui jika dirinya positif hamil. Bukannya senang, Leonard malah terus-terusan menuduhnya, seperti sekarang ini. Hellen lelah! Leonard menggoreskan pisau roti di pipi Hellen, membuat pipinya tergores dan darah mulai menetes. Paula menangis. Dirinya ingin berlari dan mendorong ayahnya, namun sayang dirinya tidak sebodoh itu. "Sakit, Leonard. Kamu kali ini sangat menyakitiku." Ada kilatan kecewa di kedua manik mata Hellen. Ia menatap sendu laki-laki yang berstatus suaminya ini. Apa mencintai memang sesakit ini? Belum sempat Leonard membalas ucapan Hellen, dua orang polisi sudah mengintrospeksi pendengarannya. "Permisi tuan, anda ditangkap." Sampai sejak saat itu, Paula enggan bertemu dengan Leonard walau laki-laki itu sudah memohon-mohon permintaan maaf darinya. Bahkan ia juga meminta rujuk pada Hellen. Tapi maaf Hellen belajar dari masa lalu. Paula membanting figura itu dengan sorot mata kebencian. Ia tidak akan pernah membuang air matanya lagi untuk laki-laki psikopat seperti Leonard. "Bye, devil and you my stupid sister." // Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD