Dua belas

1089 Words
Dengan jaket kulit kebanggaannya, Klarisa kini sudah duduk manis sambil meneguk minumannya. Kali ini ia membiarkan rambut bergelombangnya jatuh tanpa ada ikat rambut yang menahannya. Membuat dirinya terkesan manis namun berbahaya. Tapi tetap saja dimata Damian gadis itu tidak ada apa-apanya, bahkan terlihat manja dan menggemaskan.  "Jangan menatapku terus-terusan, Damian." Ucap Klarisa yang memang mulai risih, ah lebih tepatnya ia sangat malu diperhatikan sebegitu intensnya dengan Damian. Membuat ia salah tingkah dengan pipi yang mulai memerah. Damian menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa? Saya mempunyai hak untuk menatapmu." Klarisa mendengus sebal, lalu mulai menyantap bouillabaisse-nya. Bouillabaiase adalah sebuah masakan tradisional Provençal berupa sup ikan yang berasal dari Kota Marseille. Hidangan seafood yang sangat menggugah selera makan. Sedangkan Damian kini tengah sibuk menyantap coq au vin-nya. Yaitu Ayam jantan yang dimasak dengan wine, lardon, jamur, dan garlic. Mereka menikmati hidangannya masing-masing. Makan dalam keadaan hening merupakan salah satu kebiasaan mereka. "Kenyang banget." Ucap Klarisa sambil mengelus-elus perutnya yang sedikit buncit karena kekenyangan. Damian yang melihat itu hanya terkekeh. Ada-ada saja gadisnya ini. "Kan kamu habis makan ya kenyang lah. " Klarisa hanya cengengesan, "iya benar juga kamu, orang tua." Ucapnya sambil menyubit lengan kokohnya. Belum sempat membalas kejahilan Klarisa, sebuah suara yang sangat familiar terdengar memanggil dirinya. "Damian." Tubuh Damian menegang, berbeda dengan Klarisa yang memandang biasa saja pada gadis yang kini telah berdiri di dekat Damian. Gadis itu adalah Valleri.  "Ada apa?" Tanya Damian dengan nada yang sangat dingin, tatapannya pun tajam sekali, ia tidak suka dengan gadis yang selalu merusak kebahagiaannya. Valleri bergelayut manja dilengan Damian. "Aku merindukanmu, Mian." Ucapnya dengan sangat manja tanpa mempedulikan Klarisa yang sedang memperhatikan mereka. Ia sangat berharap Klarisa marah kepada Damian lalu pergi dari restoran ini seperti tempo hari lalu. Damian melirik Klarisa. Gadisnya itu masih memasang wajah setenang mungkin. Klarisa tidak akan kalah kali ini, bahkan ia tidak ingin gadis jelek ini yang akan menjadi pemenangnya kembali. "Sepertinya kamu kurang kasih sayang, makanya sekarang kamu menjadi jalang yang selalu mengekori suami orang." Ucap Klarisa lantang membuat semua pasang mata menoleh ke arahnya. Ia menyeringai begitu melihat wajah Valleri yang merah menahan amarahnya. Ia sengaja. Damia tersenyum simpul. Ia suka dengan permainan yang akan dibuat gadisnya. "Kamu yang jalang, kamu yang rebut Mian dariku, dasar tidak tau diri!" Ucap Valleri dengan nada menggeram yang masih menahan tubuhnya agar tidak berbuat lebih kasar pada Klarisa. Klarisa hanya tersenyum, sangat cantik. Bahkan Valleri sempat tertegun. Pantas saja Damian lebih memilih gadis muda ini dibandingkan dirinya. Bahkan ia mengakui dirinya jika dibandingkan dengan Klarisa akan terpental jauh, ia sudah pasti kalah. "Jangan lupa, Damian sendiri yang menginginkanku. Justru kamu yang membuang Damian dulu." Tontonan yang menarik di restoran ini. Seorang Wilson diperebutkan oleh kedua gadis. Lebih parahnya lagi ada gadis lain yang mereka tidak kenal dengan kurang ajarnya bertindak seperti itu di depan sang istri. Sangat menarik untuk ditonton. "Dasar kurang ajar!" Ucap Valleri yang siap menampar wajah Klarisa namun sudah lebih dulu di tahan oleh Damian. "Berani menyentuh gadis saya, akan saya acak-acak perusahaan ayah kamu." Ucap Damian penuh penekanan. Ia menggeram, sangat marah dengan tingkah Valleri. Valleri pun terkejut dengan gerakan Damian yang mencengkram pergelangan tangannya dengan kencang, sakit. "Apa-apaan sih Damian! Sakit tau." Ucap Valleri, meringis menahan sakit dipergelangan tangannya. Baru kali ini Damian sekasar ini padanya, dan itu semua karena Klarisa. Iya pasti karena Klarisa! Damian menghempaskan tangan Valleri dengan kasar, lalu beranjak dari duduknya begitu juga dengan Klarisa. Damian menggenggam tangan Klarisa dengan erat membuat gadis itu sudah menahan amarah. "Saya tidak kenal kamu, catat di otak kamu. Jangan harap kamu bisa masuk ke hidup saya." Klarisa menjulurkan lidahnya kearah Valleri. Ia mengerling jahil. "Kamu kayak nenek sihir sih, pantesan Damian tidak ingin lagi sama kamu." Kalau ini bukan situasi yang menegangkan, pasti semua orang yang melihat adegan ini sudah tertawa mendengar ucapan Klarisa, mereka hanya menahan tawa supaya tidak memecahkan suasana. "Yuk pergi dari sini." Ucap Damian lalu membawa Klarisa pergi dari hadapan Valleri.  Valleri malu setengah mati. Menjadi tontonan publik yang pasti mereka semua menganggap dirinya sebagai perusak hubungan Damian. Terlebih lagi selepas kepergian Damian dan Klarisa, semua orang yang ada di restoran ini mulai berbisik-bisik membicarakan kejadian tadi. Tidak sedikit juga yang mencibir dirinya terang-terangan. Mengejek betapa rendahnya ia melakukan hal seperti tadi. "Liat saja, Klarisa. Siapa yang akan menang untuk mendapatkan Damian." Gumam Valleri sambil beranjak pergi meninggalkan restoran mewah ini. ... "Kak Vanaya, Queen mau diajarkan bermain piano." Rengek Queen sambil bergelayut manja di lengan Klarisa. Klarisa yang melihat itu hanya terkekeh geli dan mencubit gemas pipi Queen. Queen begitu terinspirasi dari salah satu postingan Klarisa jauh sebelum menikah dengan Damian, Klarisa sangat pandai memainkan piano dan suaranya sangatlah merdu, sangat memanjakan indra pendengaran. Damian yang melihat itu tersenyum karena Queen menerima Klarisa dengan baik. Mungkin karena Klarisa termasuk idolanya, tapi tidak apa justru itu menjadi pengawalan yang baik. Sebelumnya Queen sangat cuek dengan Valleri. Bahkan ia tidak segan-segan berbicara dengan nada sinis dengan mantan pacar Damian satu itu. Katanya Queen tidak suka dengan wajah Valleri yang terlihat tua dan dandanannya berlebihan. Seperti ingin ke diskotik, Valleri juga sering berpakaian minim membuat mata adik kesayangan Damian tercemar oleh lekuk tubuh Valleri yang jauh dari kata body goals. "Pertama-tama kamu harus mendalami kunci dasarnya dulu ya Queen, aku contohkan terlebih dahulu." Ucap Kalrisa yang sudah duduk di kursi khusus yang diletakkan keluarga Wilson untuk bermain piano. Nada dari rendah ke tinggi dimainkan oleh Klarisa. Walau sebenarnya terlihat biasa saja, entah kenapa jika Klarisa yang memainkannya menjadi terdengar sangat lembut. Queen bertepuk tangan dengan riang, Damian tidak salah memilih Klarisa sebagai istrinya. "Aku mau coba kak, tapi kalau nanti aku salah, beritahu aku ya." Damian yang melihat keakraban keduanya hanya bisa tersenyum, sesekali ia menyesap coffe latte yang menemani dirinya sejak tadi. "Klarisa gadis yang sempurna ya, Damian." Ucap Frans yang baru datang bersama Felish. Felish terlihat cantik walau sudah banyak kerutan di wajahnya. Ah memang keluarga Wilson tidak bisa dibantah kesempurnaan wajahnya. Damian mengangguk. "Aku sangat beruntung memilikinya. Aku kira dia gadis pemberontak karena awalnya ia tidak terima dengan ini semua, tapi aku salah, grandpa." Mereka bertiga memperhatikan Klarisa yang dengan sabar mengajari Queen yang selalu salah menempatkan jarinya di deretan balok bewarna putih. Sampai akhirnya Queen berhasil. "YEAY AKHIRNYA KAMU BISA!" Klarisa memekik senang sambil tertepuk tangan seperti seorang anak kecil yang bahagia dibelikan permen oleh sang ayah. Tidak berbeda jauh, Queen pun memekik senang dan memeluk tubuh Klarisa. "YEAY QUEEN BISAAA!" Pekiknya sambil meninju udara. Sepertinya mereka akan cepat akrab. Lihat saja, perilaku mereka tidak jauh berbeda.  Mereka yang menjadi penonton hanya terkekeh menyaksikan tingkah kekanakkkan Klarisa dan Queen. Damian tidak pernah malu dengan Klarisa yang terkadang masih seperti anak kecil, justru sifat itu yang belum pernah ia temukan pada gadis manapun. "Dia sangat sempurna." Gumam Damian. // Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD