Ingin Memiliki

1163 Words
“Akhirnya gue bisa BBQ-an lagi sama kalian,” kata Naura. Saat ini mereka ada di restaurant Korea. Ada berbagai macam makanan di atas meja dan itu semua gratis. Varen yang bayar. Siapa yang tidak suka makan sepuasnya, apa lagi Elina yang uang jajannya kini terbatas. “Varen emang baik,” puji Hendra. Dialah yang paling banyak makan diantara mereka berlima. Naura memanggang daging sapi lalu memotongnya dengan gunting. Elina dengan mudah menyumpit daging lalu melahapnya. “Ini hari special karena kita bisa ngumpul lagi,” kata Varen yang disambut sorak gembira oleh temannya. “Elina mau coba bir?” tawar Hendra. “Jangan!” teriak Naura dan Gina bersamaan. Mereka menjauhkan bir dari hadapan Elina. Bagaimana pun juga mereka harus memastikan Elina makan makanan yang sehat. “Kenapa? Kalian kok kompak banget?” tanya Varen. “Elina sedang masa diet. Lihat wajahnya udah kayak tahu bulat.” Elina yang diejek pun cemberut. Ia tahu ejekan itu untuk menyelamatkan dirinya, tapi tetap saja gadis itu belum menerima pipinya dikatakan mirip tahu bulat. Hendra meneliti perubahan Elina yang makin berisi dari hari ke hari. “Elina kayak orang lagi hamil. Mekar sana sini,” kata Hendra bermaksud menggoda sahabatnya yang terlihat chubby. “Doakan saja semoga cepat hamil,” ucap Elina membuat Varen yang mendengar jawaban itu seketika murung. Ia belum rela Elina menikah dengan Ervin, apa lagi memiliki anak. Ada perasaan tak senang setiap kali ingat kalau Elina sudah bersuami. “El, boleh aku bicara sesuatu?” tanya Varen. Elina mengangguk. “Sekarang?” “Nggak nanti saja pas pulang.” Elina kembali melanjutkan makannya. Tiba-tiba ia teringat Ervin. Apa suaminya sudah makan mengingat Elina belum masak makan malam. Walau Ervin bisa masak biasanya pria itu malas ke dapur. Terlebih suaminya sedang sibuk dengan skripsi membuat Elina khawatir Ervin lupa makan. Elina merasa bersalah karena dia makan lezat sementara Ervin tidak tahu apakah sudah makan atau belum. To: Mr. Pelit (I Love You) MISTER SUDAH MAKAN? Elina mengirim pesan singkat pada Ervin, tapi tak kunjung dibalas. Ia sengaja meng-capslock tulisannya supaya Ervin tahu seberapa besar perhatianya pada sang suami. Elina yakin suaminya sedang sibuk dengan tugas akhir yang memusingkan. Ia pun menyimpan ponselnya kembali setelah menunggu beberapa menit. To: Ms. Manja Aku belum makan, nunggu kamu pulang. Elina memeriksa ponselnya yang bergetar. Balasan pesan Ervin membuat Elina khawatir. Ervin menunggunya untuk makan malam bersama membuat Elina berpikir kalau suaminya sedang berhemat. To: Mr. Pelit Jangan nunggu aku pulang. Mister makan dulu biar gak cacingan Baru saja pesan itu terkirim Ervin sudah membacanya. Elina yang asyik berkirim pesan mengabaikan sejenak percakapannya dengan para sahabat. Varen yang sejak tadi memperhatikan raut wajah Elina berubah-ubah hanya bisa tersenyum tipis. Kenapa bukan dirinya sumber dari senyuman gadis itu? To: Ms. Manja Apa hubungannya gak makan sama cacingan? To: Mr. Pelit Ada dong, pokoknya Mister jangan banyak tanya. Nurut saja sama istri demi kebaikan Mister. Aku gak mau punya suami cacingan. To: Ms. Manja Iya, aku makan sekarang. Kamu pulang jam berapa? To: Mr. Pelit Setelah ini aku akan pulang. To. Ms. Manja Hati-hati,ya. Mau aku jemput, Sayang? Mambaca pesan dari Ervin membuat Elina tertawa sendiri. Hatinya menghangat membaca kata sayang di pesan itu. Jarang-jarang Ervin memanggilnya sayang. Semua teman-temannya mematung melihat bagaimana Elina bisa sebahagia itu. Naura dan Gina saling bertatapan lalu mengedikkan bahunya sementara Hendra sibuk mengisi piringnya dengan makanan. To: Mr. Pelit Tidak perlu Sayang. Nanti teman aku yang nganter pulang. To: Ms. Manja Inget jangan makan sembarangan, harus berhemat,ya. Elina tidak lagi membalas pesan Ervin. Jika ia membalasnya bisa dipastikan Ervin akan menceramahinya tentang keuangan alias berhemat. *** Mobil berhenti tepat di depan jalan menuju rumah Ervin. Sebenarnya jalan menuju rumah cukup lebar dan mobil bisa melintas, tapi Elina meminta Varen menurunkan ia di depan. Bisa bahaya kalau Ervin tahu Elina diantar pulang oleh Varen. Suaminya mungkin tidak akan marah, tapi mogok bicara. Elina paling tidak suka kalau Ervin mendiaminya seharian. “Kamu mau bicara apa?” tanya Elina. Varen meremas stir mobil kuat-kuat. Elina bisa menebak ada sesuatu yang serius saat melihat sahabatnya gelisah. “Kamu dan Kak Ervin baik-baik saja, kan?” tanya Varen. Elina menekuk alisnya bingung. Tumben-tumbennya Varen bertanya tentang hubungan dirinya dan Ervin. Dari empat sahabatnya Varen satu-satunya orang yang tidak mau tahu tentang pernikahan Elina. Setiap kali mereka membahas tentang Ervin, pria itu selalu pergi. Lebih tepatnya menghindar. “Baik kok. Kenapa?” Varen menatap Elina lalu menggelengkan kepalanya beberapa kali. Elina semakin curiga dengan Varen. “Aku nggak mau ngasih tahu kamu soal ini, tapi aku nggak bisa merahasiakan ini selamanya. Kamu teman aku jadi aku akan memberitahu kamu sekarang sebelum terlambat.” Wajah Elina tiba-tiba menegang. Varen tidak mungkin mempermainkannya. Kalau saja yang bicara di depannya adalah Hendra kemungkinan besar apa yang dia katakan hanyalah guyonan. Namun, yang bicara saat ini adalah Varen. Pria yang anti tipu-tipu. “Ada masalah apa sih?” tanya Elina penasaran. Varen meraih tangan Elina. Gadis itu bingung dengan sikap Varen padanya. “Kak Ervin tidak sebaik yang kamu pikir,” kata Varen. Elina melepaskan tangannya dari genggaman pria itu. Ia belum paham apa yang dimaksud sahabatnya. “Bisa langsung saja? Ini udah malam Varen. Kak Ervin bisa marah kalau aku pulang larut.” Elina tanpa sadar meremas ujung pakaiannya. Ia takut Varen akan memberikan informasi buruk tentang Ervin. “Kak Ervin selingkuh di belakang kamu,” kata Varen membuat Elina terdiam. Gadis itu masih mencerna informasi yang baru saja ia dengar. “Apa?” Elina tertawa mendengar ucapan Varen. Melihat reaksi Elina membuat Varen menekuk alisnya. Elina menggeleng lalu megusap lengan Varen lembut. “Kak Ervin gak kayak gitu orangnya. Dia pria yang baik. Kalau selingkuh pasti mikir-mikir dulu. Dia itu kere nggak punya uang, kalau selingkuh udah nggak mungkin. Cewek mana yang mau sama cowok pelit seperti dia kecuali aku. Varen, kamu nggak perlu khawatir sama aku. Kak Ervin nggak akan macam-macam. Aku turun dulu, ya. Sampai jumpa besok di kampus.” Elina melepas sabuk pengaman, tapi Varen memegang tangannya. Elina menatap Varen lekat, ia tidak tahu apa tujuan sahabatnya bicara seperti itu. “El, kamu harus percaya sama aku. Kak Ervin tidak sebaik yang kamu kira. Di belakang kamu dia berselingkuh. Aku tahu kamu tidak mudah percaya, tapi berhati-hati saja,” ucap Varen. Elina melepaskan membebaskan genggaman tangan Varen. “Terima kasih kamu sudah perhatian sama aku. Varen, menikah memang tidak mudah akan selalu ada orang ketiga dalam sebuah hubungan. Aku percaya pada Kak Ervin begitu juga sebaliknya. Walau dia dekat dengan perempuan lain, tapi yang dia cintai hanya aku.” Elina tersenyum tipis membuat Varen terdiam. Kenapa gadis itu tidak bisa melihat pengorbanan dirinya. Varen ingin Elina melihat ketulusan cinta yang ia berikan. “Terima kasih untuk hari ini. Sampai jumpa besok.” Elina keluar dari mobil. Gadis itu tidak berbalik lagi. Ia berjalan menyusuri jalan berbatu untuk sampai di rumah. Varen memukul stir mobilnya kesal. Ia harus mencari cara untuk bisa memisahkan Elina dan Ervin. “Aku akan mencari cara agar kamu bisa jadi milikku.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD