BAB 11

1155 Words
“Dimana Callista?” tanya Dean saat membuka pintu kamar. Tidak ada jawaban sama sekali karena ruangan itu hanya terisi oleh sosok wanita dewasa yan tertidur lemas di atas tempat tidur yang sangat besar itu. Dean mengerutkan keningnya dengan kejanggalan itu, padahal ia tadi dengan sangat jelas melihat Callista sudah pulang ke rumah dan menaiki tangga, jadi siapa yang dilihatnya tadi kalau bukan sosok Callista? “Aku tau kau membodohiku, Luna. Lebih tepatnya kalian membodohiku bukan? Tapi Aku tidak sebodoh itu untuk tidak mengetahuinya,” ujar Dean dengan pembicaraan yang langsung ke inti untuk memancing keadaan yang sesungguhnya keluar. Luna masih terdiam mendengar perkataan Dean, napasnya yang teratur dan panjang terdengar sangat jelas, tubuhnya yang merasakan sakit itu sudah lemas dan semakin nyaman dengan tempat tidur yang ditidurinya, ia sama sekali tidak mendengar perkataan Dean yang sangat besar itu karena pada dasarnya Luna tertidur dengan pulas. Dean perlahan melangkahkan kaki jenjangnya itu mendekat ke arah satu-satunya ranjang bewarna merah tua disana, Dean mendekatkan wajahnya ke arah muka Luna dan hanya mendengar dengkuran pelan, sedangkan wajahnya tertutup oleh rambutnya yang sangat berantakan. “Sial! Aku telah menyakiti seorang wanita baru lagi,” ucap Dean menyesali apa yang telah dilakukannya, emosinya belakangan ini susah dikendalikan karena tidak dapat berpikir dengan jernih. “Tapi ia sangat persis seperti kebanyakan mata-mata yang pernah kesini,” gumam Dean dan kembali menjauhkan wajahnya. Ia juga tidak menemukan Callista di dalam, bahkan parfum mahal milik Callista pun tidak tercium di ruangan ini, padahal biasanya Callista selalu membuat sebuah tempat harum karena dirinya lewat atau berdiam beberapa saat saja disana. “Sepertinya aku harus pergi dahulu,” ucap Dean dan kembali menutup pintu kamar Callista lalu pergi dari sana. Tidak lama, Callista keluar dari bawah tempat tidurnya dan duduk di tepian ranjang menatap Luna yang tertidur pulas, “Untung aja Aku memaksanya meminum obat tidur ini,” gumam Callista dengan tangannya yang masih memegang botol obat tidurnya. Callista kembali membereskan lemari bajunya yang diberantakin Luna, ia tidak mneyangka sebenarnya Luna seniat itu untuk mencari tau siapa Dean sampai mengacak-acak isi lemarinya dan tidak sadar jika ada seorang wanita yang tinggal di kamar itu. Setelah selesai dengan semuanya, Callista kembali masuk ke bawah tempat tidurnya dengqan membuka balok kecil yang ada di bawah dan kemudian masuk ke ruangan rahasianya yang bahkan hanya diketahui olehnya saja, Dean pun tidak mengetahuinya, sekarang hanya Luna orang lain yang mengetahui ruangannya itu. Lain kali Callista akan lebih hati-hati untuk itu. Setelah turun ke bawah menggunakan tangga, Callista melihat ruangan kecil bernuansa masa lalu itu dengan banyak corak kayu dan dominan bewarna coklat. Sebenarnya ruangan itu merupakan perpustakaan kecil Callista jika ia ingin mengerjakan sesuatu ada ketika ia sudah bosan dengan semuanya, jadi ia menghabiskan waktunya sendiri dengan membaca seluruh buku yang dibelinya di ruangan di bawah kamarnya itu. “Apa Dean emang belum mengetahui keberadaan ruangan ini, ya?” gumam Callista tiba-tiba dan bertanya kepada dirinya sendiri, aneh saja bagi Callista ketika Dean tidak mengetahui apapun tentang ruangan rahasia miliknya. Bisa dibilang mansion ini milik Dean. Kalau ditanya bagaimana Callista membuat ruangan rahasianya itu adalah dengan cara ketika Dean pergi perjalanan ke luar kota, disaat itulah Callistaa langsung memanfaatkan kesempatan itu, kebetulan di ruangan bawahnya itu ada gudang kecil, dimana gudang kecil itu tidak terlalu tinggi, jadi ada bagian kosong antara kamarnya dan gudang kecil itu. Itulah yang dimanfaatkan Callista untuk membuat ruangan kecil miliknya. Callista menapaki kakinya di ruangan itu dan mengarahkan kakinya berjalan ke arah sebuah rak terbuka yang penuh akan buku bacaan miliknya. Callista sendiri sebenarnya suka sangat lelah mengkuti tuntutan keluarganya dan juga tuntutan Dean yang tidak ada habisnya, ia hanya dijadikan umpan diantara kedua pihak yang dibencinya. Wajah Callista cemberut saat ia tidak menemukan buku yang dicarinya, dengan menghembuskan napasnya secara pelan Callista mengambil buku miliknya secara acak dan kemudian membawanya ke sebuah kursi yang sepaket dengan meja bewana coklat di sudut ruangan. Callista menghidupkan lampu belajar kecil yang ada disana dan menaruh buku yang diambilnya tadi di atas meja dengan melemparkannya, ia menatap aneh pada buku di depannya karena Callista merasa tidak pernah membeli buku seperti yang ada di depannya sebelumnya. “Buku apa ini?” gumam Callista bingung. Callista langsung saja membalik halaman pertama yang dimana disana ada sebuah kertas yang bertuliskan kena kau. “Sial! Jadi ia sudah tau? Pantas saja ia seperti orang yang berpura-pura bodoh,” ucap Callista dan langsung kembali menaruh buku itu ke tempatnya. Callista kembali memanjat tangga yang ada dan keluar dari sana, ia kembali membuat semua posisi seperti semula dan kemudian keluar dari bawah tempat tidurnya yang pengap itu. Detak jantungnya sudah berpacu cepat sedari tadi, ia mengambil beberapa barang penting yang ada di mejanya dan juga lemari miliknya. Saat sudah selesai, Callista memasukkan semuanya ke tas kecil miliknya dan kemudian langsung keluar dari kamarnya dengan hati-hati. “Oke, sepertinya Dean belum menyadari jika aku membuka jebakannya,” gumam Callista. Wanita yang berusia kurang lebih 23 tahun itu langsung berlari dengan cepat keluar rumah dan mengeluarkan mobilnya dari halaman mansion. Ia harus pergi dengan cepat sebelum Dean datang dan membunuhnya, bisa-bisa ia tidak bisa berjumpa lagi dengan keluarganya. Callista melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh dan pergi dengan perasaan yang tidak tenang ke tempat persembunyiannya. Callista tidak berpikir dirinya akan langsung pergi ke sana, ia harus pergi ke jalan tol yang berada di dekat laut dahulu dan menancapkan kecepatan penuh pada mobilnya. Mata Callista terlihat sangat waspada dengan semua mobil yang lewat, karena bisa saja itu adalah suruhan Dean. Saat waktunya sudah tepat, Callista sengaja membelokkan mobilnya ke kiri dan  bertemu dengan jurang yang langsung mengarah ke laut, sebelumnya ia membuka pintu mobilnya sedikit. Saat sudah jatuh masuk ke dalam laut, Callista mengambil udara yang banyak selagi sempat dan langsung keluar dari dalam mobil. Ia kemudian menendang pintu mobilnya keras agar terkunci kembali. Masih di dalam laut, Callista secara perlahan melepaskan seluruh pakaiaannya satu persatu dan membiarkannya jatuh ke bawah begitu saja. Lalu Callista berenang ke pinggiran dan masuk ke dalam gua kecil yang ada di bawah jalan tol. Hanya ini satu-satunya cara konyol untuk ia bisa melarikan diri sementara dari kejaran Dean, setidaknya Callista mampu membuat keadaan menjadi kacau setidaknya dengan orang tuanya yang akan dengan bodohnya percaya bahwa Callista mati tenggelam. Sebelum masuk ke dalam goa kecil itu, Callista melihat sekeliling dengan pandangan yang liar, setelah dapat apa yang ia inginkan. Callista langsung pergi dan mengambil tas miliknya yang ternyata ada di samping goa. Tentu saja sebelum jatuh, Callista membuang terlebih dahulu tas duplikat miliknya. Callista masuk ke dalam goa dengan cepat sebelum ada yang menyadari kehadirannya disana, terlebih lagi ia tidak mengenakan pakaian sehelaipun, akan semakin sulit urusannya nanti. Jadi dirinya mengeringkan pakaiannya terlebih dahulu, lalu mengambil jaket oversided bewarna kuning dan juga celana jeans bewarna putih. Callista memakainya dengan cepat dan kemudian memakai kupluk kuning yang juga disimpannya di dalam tas, memasukkan tasnya ke dalam saku jaket yang besar dan langsung pergi dari tempat itu sebelum ada yang menyadari kehadirannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD