“Bagus! Tidak ada bukti apapun atau jejak yang bisa kutemukan untuk mencari Luna. Apa sebenarnya yang ia lakukan.”
Drian mendongakkan kepalanya melihat angit-langit kamarnya, ia sudah menyerah untuk mencari rekan kerjanya itu. Ia sepertinya benar-benar tidak menemukan jalan keluar, Drian sangat mengetahui jika Luna merupakan orang yang berkompeten. Hanya saja Drian terkadang khawatir Luna gegabah karena ia merasa sangat percaya diri akan hal apapun.
“Apa ia akan baik-baik saja ya..” lirih Drian yang mau tidak mau harus benar-benar membiarkan Luna.
***
Luna sudah membongkar isi kamar yang ditempatinya itu, tetapi ia tidak menemukan petunjuk apapun soal Dean. Lunaq mendesah frustasi dan duduk pada sisi tempat tidur yang luas itu.
“Kamar tamu emang tidak membantu apapun,” ucap Luna.
Ia sudah mengetahui jika Dean menyeretnya ke kamar tamu dan mengisolasinya supaya ia tidak dapat mencari tau tentang Dean lebih lanjut. Bodohnya lagi, Luna tetap berusaha mencari petunjuk di dalam ruangan itu dengan harapan ada hal yang luput dari pandangan Dean tentang identitas dirinya.
“Tetap saja percuma, aku benar-benar tidak menemukan hal apapun. Apa benar-benar tidak ada? Sepertinya ada yang kulewatkan,” gumam Luna dan kembali berdiri bergerak kesana kesini dengan keadaan gelisah.
Mata Luna sedari tadi tidak berhenti untuk mencari sesuatu, ia membuka matanya lebar-lebar dan berpikir dengan lebih jernih lagi.
“Semuanya sudah kuperiksa, kecuali di-“ Luna terdiam saat ia melihat tempat tidur dengan ukuran yang sangat besar itu dari jauh. “-sana! Benar pasti di bawah tempat tidur ini ada sesuatu,” lanjut Luna dan menghampiri tempat tidur itu dengan posisi yang menunduk.
Luna menjatuhkan lututnya ke lantai dan merayap di lantai melihat apakah ada sesuatu yang bisa diperiksanya. “Kayu? Apa ini tidak bisa dibuka?” Luna bergumam dan mengetuk papan kayu tebal itu dengan pelan.
Tok.. tok.. tok..
“Sebentar! Ini kosong! Berarti ada ruang di dalamnya, sekarang dimana aku bisa menemukan cara membuka ini. Biasanya tempat tidur seperti ini memiliki penyimpanan..” gumam Luna dan yakin dengan perkataannya barusan.
Luna merayap di lantai dengan memeriksa bagian bawah tempat tidur itu yang mana sekelilingnya hanya terdapat kayu saja, Luna mengitarinya sampai ia menemukan sebuah bolongan yang cukup besar dan berlekuk memanjang.
“Hah? Apa ini?” tanya Luna dan langsung menariknya.
“Terbuka?”
Ekspresi wajah Luna langsung berubah dan papan kayu besar yang berada di bagian ekor tempat tidur terbuka luas seukuran manusia dewasa. Luna mencoba masuk kesana tetapi ia hanya melihat kegelapan saja.
Tangan Luna bergerak masuk ke dalam celana miliknya dan mengambil senter kecil yang ditempelkannya di bagian paha dalamnya, Luna selalu melakukan ini untuk berjaga-jaga. Luna mengeluarkan senter kecil itu dan menghidupkanya.
Disana Luna melihat sebuah koper kecil yang dibawah koper itu terdapat seperti pintu persegi untuk ruang bawah tanah.
“Aneh.. padahal ini lantai dua, untuk apa hal seperti itu dibuat,” gumam Luna dan semakin masuk ke dalam.
Luna mengambil koper kecil itu dan mengetuk lempengan besi yang berbentuk persegi itu dengan sangat pelan, “Terasa kosong, bagaimana cara membukanya?” tanya Luna pada dirinya sendiri dan mengarahkan senternya ke arah pinggiran lempengan besi itu, tapi tidak menemukan apapun.
Luna mencoba membukanya dengan menggeser lempengan besi itu dan ternyata berhasil, saat sudah bergeser sempurna, Luna menyenter lobang yang sangat dalam itu, ada sebuah ruangan kecil disana.
“Yang benar saja! Dean membuat ruangan penting dibawah kamar tamu? Sepertinya ini mustahil,” ujar Luna.
“Pasti ada yang kulewatkan,”
Luna kembali menutup lempengan besi itu dan membawa koper itu keluar, kemudian menutup kembali papan tempat tidur bagian bawah tempat tidur tersebut. Luna berdiri dan kembali mengedarkan pandangannya meneliti ruangan tersebut, Luna baru sadar bahwa di kamar yang disangkanya merupakan kamar tamu itu terdapat beberapa pakaian di lemari dan perhiasan di laci meja rias.
“Sial! Aku sepertinya telah buat kesalahan lagi, bagaimana bisa aku tidak menyadari hal sesederhana itu. Luna bodoh!”
Luna menaruh koper hitam kecil itu di atas tempat tidur dan langsung bergerak membereskan semua barang yang telah diacak-acaknya sekalian dengan menghapus bekas sidik jarinya. Jika terlewat sedikit saja, Luna bisa benar-benar mati di kamar yang mengerikan itu.
“Jadi sebenarnya ini kamar siapa?”
Cklek
Suara pintu terbuka, mendegar suara itu Luna merasa jantungnya berdebar dengan cepat dengan napasnya yang tertahan. Ia secara perlahan membalikkan tubuhnya melihat siapa sosok yang ingin masuk ke kamarnya itu.
Sosok wanita dengan pakaian kantoran bewarna krim coklat berdiri dari balik pintu, rambut coklat bergelombangnya membuat sosoknya semakin menarik dengan manik mata yang bewarna coklat muda membuat apa yang dipakainya sangat cocok dan senada.
“Siapa kau? Dan apa yang sedang kau lakukan disini?” tanya wanita itu begitu angkuh.
“Siapa lagi yang membawaku kesini?” balas Luna.
Wanita itu mengerutkan keningnya dan sepersekian detik ia tersadar, lalu dengan cepat ia menutup pintu kamarnya. Wanita dengan paras yang begitu cantik dan anggun itu berjalan menghampiri Luna dengan langkah yang cepat, “Maksudmu Dean?” bisik wanita itu saat sampai di hadapan Luna.
Luna hanya mengangguk, “Tapi kau siapa?” tanya Luna menjadi bingung dengan situasi yang ada sekarang.
“Kenalin, Callista.” Wanita itu mengulurkan tangannya dan itu disambut oleh Luna dengan cepat, “Oh.. Aku Luna,”
“Apa yang kau perbuat sampai Dean membawamu ke kamarku?” tanya Callista.
“Kau tinggal bersamanya?” tanya balik Luna menghiraukan pertanyaan Callista.
“Singkat cerita, orang tua kami bekerja sama dalam urusan bisnis dan aku dijadikan tumbal. Maka dari itu aku sekarang tinggal di mansion ini bersamanya, ia seringkali membawa banyak perempuan yang tidak kukenal ke rumah dan kadang menaruhnya sembarangan di kamarku. Lalu ia membunuhnya waktu malam hari,” jawab Callista.
“Kau pernah melihat ia membunuh perempuan-perempuan itu?” tanya Luna.
“Tidak, tapi ia selalu saja menghidangkan daging manusia.”
Luna terdiam dan mencerna semua ucapan Callista, sekarang Luna mulai paham alurnya dan siapa sosok Dean. “Jadi? Pekerjaan Dean yang sebenarnya apa?” tanya Luna kembali.
Callista ingin menjawab, hanya saja ia terdiam dahulu karena menurutnya pertanyaan Luna sangat aneh. “Kau seorang mata-mata?” tanya Callista spontan.
“Apa aku terlihat seperti itu?” tanya Luna kembali.
“Iya.”
Luna membuka ikatan rambutnya dan mengacak-acaknya, “Apa menurutmu mungkin seorang mata-mata bisa berantakan sepertiku? Asal kau tau, aku hanyalah seorang pekerja kantoran yang tidak sengaja bertemu dengan Dean, lalu anak buahnya yang menangkapku kesini,” jelas Luna.
“Lalu? Untuk apa Dean memperlakukanmu seperti ini?”
“Entahlah, lagipula ... Apa kau selalu berada di pihak Dean?” tanya Luna.
“Tidak sama sekali, aku bersikap lembut seperti ini karena aku sudah muak melinat teriakan saat ia membunuh banyak perempuan tidak bersalah,” ungkap Callista.
“Ah baiklah, sekarang aku mengerti.”
“Tapi, kenapa Kau membuat kamarku berantakan?” tanya Callista saat Luna hendak pergi. “Dan ... Untuk apa kau mencoba mengambil ini?” Callista menaikkan tangannya dengan sebuah koper hitam yang ternyata sudah berada sedari tadi di tangannya.
“Aku hanya ingin memastikan bahwa pemilik rumah ini merupakan orang seperti apa supaya aku dapat kabur,” jawab Luna.
“Dan kemudian melaporkannya ke polisi? Atau detektif?” sambung Callista.
“Apa? Tentu saja tidak, lagipula ia tidak akan bisa dihentikan seperti itu,” jawab Luna.
“Sepertinya kau bukan orang biasa, kau seperti memilki pengetahuan akan hal ini,” ujar Callistan dengan tatapan memicing kepada Luna. “Tapi yasudah, apapun itu. Aku akan membantumu untuk keluar dari sini, sekarang lebih baik kau pura-pura tertidur karena Dean sepertinya sedang menuju ke arah sini untuk mengecek keberadaanku yang baru saja pulang dari kantor,” ujar Callista dan Luna menuruti perkataan Callista tanpa penolakan.