BAB 20

1094 Words
“Luna ya?” Sebuah suara dengan nada yang sangat lembut terdengar dari belakang Luna saat Luna ingin menjawab dari mana asal dirinya. Luna merasa beruntung karena suara itu membantu dirinya untuk menghindari jawaban dari Alessa. Luna berbalik untuk melihat siapa itu dan ternyata itu merupakan Cavandra, pacar Alessa. “Oh? Cavandra?” ucap Luna spontan saat melihatnya. “Iya, aku penasaran dimana Dean bisa mendapatkan wanita secantik ini,” puji Cavandra yang membuat Luna canggung. “Tenang, Luna. Cava emang suka begitu,” ucap Delancy memberi tahu. Luna langsung paham mengenai kepribadian Cavandra dalam sedetik kemudian, ribuan informasi langsung didapatkannya karena kalimat singkat dari Delancy itu. “Ah begitu ya...” balas Luna sembari mengangguk. Luna kembali menghadap ke depan melihat Alessa yang cantiknya paripurna dan seperti selebritis itu, Luna merasakan kenapa Cavandra bisa tertarik dengan Alessa yang benar-benar serba sempurna. “Ada apa?” tanya Alessa dengan nada ketusnya. “Nggak boleh aku gabung?” tanya Cavandra merasa sedikit terkucilkan. “Kalau kau ingin membuat Luna menjadi tidak nyaman karena sikapmu, mending kau balik dari sini.” Alessa berkata tegas itu demi melindungi perasaan Luna bukan karena ia cemburu Luna didekati oleh Cavandra. “Apa aku terlihat seperti itu di matamu?” tanya Cavandra kepada Alessa dengan memasang wajah cemberutnya. “Cava… pergi!” Cavandra justru mengambil kursi di samping Luna dan duduk di dekat Luna, benar-benar sangat dekat. Luna tentu saja merasa tidak enak kepada Alessa karena sikap Cavandra yang seperti ini. “Abaikan saja dia,” ucap Alessa. Luna hanya mengangguk kaku dengan sesekali melirik Cavandra yang selalu melihat Luna dengan sangat intens. Sebenarnya tipe wajah milik Cavandra merupakan tipe ideal Luna, bahkan dengan proporsi tubuh yang tegap itu, tetapi tidak terlalu besar, tinggi menjulang dengan proporsi yang ideal, benar-benar idaman Luna. Luna berusaha untuk membuang pikirannya yang buruk itu, karena akan kacau jika dia benar-benar tergoda dengan Cavandra. Walaupun sepertinya Alessa tidak akan mempermasalahkannya, tetapi tetap saja Luna merasa tidak enak. “Aku temui Dean dahulu ya.” Tanpa mendengar jawaban dari mereka Luna langsung pergi menunjukkan dengan jelas ketidaknyamannya, Cavandra aja tertawa kecil melihat tingkah Luna itu begitu juga dengan yang lain, tetapi tidak dengan Alessa yang merasa Cavandra benar-benar mengganggunya. “Kau ada perlu apa?” tanya Alessa merasa Cavandra seperti menginginkan sesuatu. “Tidak ada, emang aku menginginkan apa?” tanya Cava seraya memiringkan kepalanya berpikir. “Kau tidak ada niat untuk mendekati Luna kan, Cav?” Alessa langsung blak-blakan karena itulah sifatnya. “Kalau iya kenapa?” tanya Cava. Suasana yang mulai panas itu membuat Aline dan Delancy sedikit tidak nyaman, walaupun mereka sebenarnya sudah sering melihat kedua pasangan itu saling debat, tapi terkadang mereka merasa tidak perlu terlibat. “Yah nggak apa-apa, tapi apa kau yakin? Mungkin tipe ideal Luna seperti kau, tetapi aku tidak yakin dia akan menerimamu semudah itu. Satu hal lagi, emang kau bisa apa tanpaku?” Alessa mengakhiri percakapan itu dan langsung pergi dari sana meninggalkan yang lain. “Aku pulang dahulu, kau! Bawalah mobil, aku pulang naik taksi dan jangan susul aku.” Perkataan Alessa terdengar mutlak dan tak bisa diganggu gugat, seperti itulah Alessa. Cavandra hanya terdiam dengan menatap Luna merasa biasa saja, lagian untuk apa ia merasa khawatir? Alessa bisa segalanya, ia juga terkadang kesal dengan sikap Alessa yang terlalu sempurna itu, ia merasa berada di bawah Alessa dan tidak dapat berbuat apa-apa. Di sisi lain Luna sudah dapat melarikan dirinya dari Cava yang benar-benar berusaha menggodanya dengan intens, tentu saja seorang Luna berusaha menghindari karena ia tidak ingin terlibat dengan lingkaran orang kaya ini lebih dalam, ia cukup terkait dengan bisnis mereka aja, tetapi menolak keras dengan percintaan itu urusannya akan sangat rumit. Setelah Luna menghindar Luna menghampiri Dean, Dean yang langsung sadar terdapat kedatangan Luna langsung pamit dari sana untuk pulang. Luna tentu merasa bingung dengan tindakan Dean, kenapa Dean pamit untuk pulang saat Luna datang. “Kenapa kau ingin pergi?” tanya Luna bingung menatap Dean dengan sungguh-sungguh. "Bukankah sudah bosan? Aku yakin kau merasakan banyak perasaan aneh, jadi aku membawamu saja pergi dari sini, bukankah seharusnya aku berterima kasih kepadaku, Luna?” ucap Dean seraya berbisik sembari kembali masuk ke dalam gedung. “Kau benar, terima kasih.” Dean dan Luna keluar dari sana, lalu masuk ke dalam lift untuk turun sampai basemen, memakan waktu yang cukup lama karena mereka berada di lantai paling tinggi. Setelah sampai di basemen keduanya keluar dan masuk mobil. “Apa yang mengganggumu?” tanya Dean. “Mereka bertanya bagaimana masa laluku dan caraku bertemu denganmu, aku harus jawab apa?” “Oh, jawab aja masa lalu aslimu, dan cara kita bertemu? Seharusnya tidak sulit bukan? Karena urusan pekerjaan.” Setelah mengatakan hal seperti itu Luna sekarang merasakan dirinya menjadi bodoh, apa yang dikatakan Dean benar, untuk apa ia membingungkan hal yang tidak seharusnya? Luna yang sudah lelah dan tidak ingin memikirkan apapun lagi, akhirnya memilih untuk tidur saja. Tidak sampai beberapa detik Luna langsung terlelap itu juga dikarenakan larutan alkohol yang sudah tercampur di darahnya, membuat dopamine Luna semakin besar dan akhirnya tertidur dengan cepat. Dean yang melihat itu membiarkannya saja, karena ia sudah membantu Dean dengan sangat banyak, meskipun sebenarnya hal sepele, tapi Dean merasa Luna benar-benar menemaninya. Dean berterima kasih akan hal itu, karena Luna juga ia merasa sedikit aman untuk pergi kemana-mana, entah karena apa, tetapi itulah hal yang dirasakan oleh Dean. *** Alessa melihat pemandangan kota dari balik kaca taksi, ia sudah bosan melihat semuanya. Alessa kali ini sudah merasa sangat kesal dengan Cava yang benar-benar mulai berani menentang dirinya dengan terang-terangan, sikap pria seperti itu tidak harus hadir di dalam kehidupannya. “Sial! Cava sialan!” Alessa mendecih dengan desahan berat, sebenarnya ia pun tidak tau dengan apa yang dirasakannya sekarang, ia benar-benar bingung. “Apa aku sudah bosan dengan Cavandra ya…” Alessa mulai berpikir hal yang tidak-tidak, tetapi itulah yang dirasakannya, Alessa tidak bisa menolak perasaannya itu. Jalanan yang penuh cahaya terang itu sesekali mengenai mata Alessa dengan tajam dan membuatnya sedikit memejamkan matanya, Alessa merasa kesal hanya dengan lampu jalan itu dan merasa ingin memarahi siapa yang memasang lampu itu di sana. “Sial! Temperamen aku bangkit lagi,” gerutu Alessa kesal pada dirinya sendiri yang tidak bisa sama sekali mengontrol emosinya. Alessa mengambil sesuatu dari sakunya, yaitu obat penenang, ia langsung saja memakannya tanpa ditemani air karena sudah sangat mendesak. Perasaan Alessa yang awalnya menggebu-gebu dan penuh akan tekanan bahkan ingin membunuh, mulai tenang karena obat itu, walaupun ia sedikit merasakan kekesalan karena menegaknya, ia jadi harus ketergantungan kembali kepada obat itu. Hal yang paling dihindari oleh Alessa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD