BAB 19

1072 Words
Semua menatap Luna setelah ia kembali, Luna sedikit tersenyum, karena ia berhasil mengambil seluruh orang penting ini demi keuntungannya sendiri. Luna bahagia bukan main melihat semua keputusan orang di sini menjadi bergantung kepadanya, walaupun sebenarnya ada yang aneh, kenapa mereka semua mempercayai Luna akan hal seperti ini? Tapi itu bisa dipikirkan nanti saja, kalaupun mereka niat memanfaatkan Luna, yah Luna nggak akan masalah, karena bagaimanapun ia tetap bisa memutarbalikkan keadaan dengan sangat mudah. “Aku bisa,” jawab Luna. Semuanya merasa lega dan mulai bubar. “Pembahasan kita sampai di sini dulu, sudah waktunya kita untuk makan, jadi ayo kita pergi ke meja makan,” ucap Aline. Semuanya menurut dan pergi ke arah belakang, sedangkan Luna masih menunggu Dean. Saat ia sudah melihat Dean muncul, “Kau kenapa lama sekali?” tanya Luna bingung. “Apa kau benar-benar bertanya seperti itu kepada orang yang baru saja selesai dari kamar mandi?” “Ah, maafkan aku. Ayo kita menyusul mereka saja.” Dean hanya menuruti perkataan Luna, Luna merasa bersyukur Dean tidak mengamuk karena sikap sesuka hatinya, jadi Luna untuk sementara ini merasa lega. Luna merasa akan lebih baik jika Dean tetap tenang seperti ini daripada mengamuk, karena ia malas untuk mengeluarkan kemampuannya, Luna harus bisa membiarkan dirinya tetap aman. Sekarang semuanya sedang berdoa menurut kepercayaan mereka masing-masing, tidak dengan Dean yang tidak berdoa sama sekali, Luna yang melihat itu sedikit menganga tidak percaya. Apa yang salah dari orang di sebelahnya ini? Pikir Luna merasa Dean benar-benar di luar praduganya. Saat sudah selesai berdoa, semua langsung melahap makanannya, sesuai budaya di daerah sini, tidak ada yang berbicara selama makan malam berlangsung. Itu bagus! Karen Luna sangat menyukainya, ia sesuai dengan mereka, dunia yang glamour dan penuh dengan keanggunan, itu merupakan dunia Luna yang sebenarnya. Luna mulai mengambil beberapa makanan untuk mengisi perutnya, ia mengambil makanan yang sesuai seleranya saja, seperti steak daging raw meat, potongan d**a ayam bakar, sampai acar yang terbuat dari buah asam. Luna terdiam sebentar, ia merasa kalori dan kandungannya cukup untuk membuatnya tidak terlalu mabuk nanti jika minum beberapa gelas bir dan wine. Luna mulai melahapnya secara perlahan sembari sesekali memperhatikan sekitarnya, benar-benar sunyi, tidak ada dentingan suara garpu, sendok, dan pisau. Bahkan mereka semua mengunyah makanan dalam diam, Luna terkejut itu hal pasti, ia masih tidak menyangka ada sekumpulan orang-orang yang akan makan dengan begitu sopan seperti sekarang ini. Makan malam itu berlangsung selama sekitar 30 menit lamanya, sampai semuanya telah selesai, Aline membuka suaranya. “Apa ada makanan penutup yang kalian inginkan?” “Aku ingin sesuatu yang lembut,” ucap Luna dengan tersenyum manis kepada Aline. “Oke, akan aku ambil. Yang lain?” “Aku ingin buah saja,” jawab Delancy. “Aku yogurt saja,” timpal Alessa. Setelah tidak ada lagi, Aline segera mengambil makanan yang diinginkan oleh teman-temannya itu. Sebenarnya ada beberapa makanan penutup seperti panekuk, pie, hingga dessert box yang sudah dihidangkan, tetapi beberapa kurang menyukainya. Jadi Aline menawarkan untuk mengambilnya, karena emang lagi ramai, Aline sengaja membeli banyak jenis makanan untuk memanjakan tamunya. Aline balik dengan membawa yang di pesan, ia menaruhnya dengan porsi banyak di tengah. Luna langsung mengambil puding yang ada di sana, tidak lupa berterima kasih kepada Aline. Setelah semua selesai makan malam, mereka menuju ke balkon besar yang ada di lantai paling tinggi di apartemen itu, yaitu lantai 70. Angin yang cukup kencang langsung menerpa permukaan kulit Luna yang tipis itu, tapi Luna merasa segar karena itu. Luna bertanya-tanya, apa sebenarnya tujuan Dean membawanya ke tempat ini? Luna merasa ada hal lain yang direncanakan oleh Dean, tetapi hal itu tidak dapat dibacanya. Kebetulan yang sempurna sewaktu Dean membawa Luna ada rapat umum di antara Dean dan teman-temannya. Luna harus tetap waspada kepada Dean yang masih belum diketahui pasti sosok jelasnya siapa, satu hal pasti, Luna harus menaklukan pria itu dengan cepat tanpa ampun. Luna mulai merasakan energi adrenalinnya mulai terpancing karena keinginan sesaatnya itu, dengan cepat Luna menetralkan kembali emosinya supaya tidak terlihat bahwa ia sedang berapi-api. “Apa kau merasa kedinginan?” tanya Dean dengan perhatian ke Luna. “Dingin? Kau kira aku anak kecil?” Luna tidak habis pikir dengan pemikiran milik Dean, tidak mungkin Luna merasakan kedinginan pada saat ini, ia bahkan sudah pernah mencoba berendam di air es karena merasa kepanasan. Tapi balik lagi, itu merupakan perhatian, seharusnya Luna merasa berdesir karena perhatian itu. “Ah maafkan aku, maksudnya aku tidak memiliki tubuh anak kecil yang masih rentan terhadap temperatut, aku sudah dewasa, kau tidak perlu memperhatikan hal seperti itu, oke?” Luna menauatkan jari telunjuk dan ibu jarinya membentuk huruf O, lalu ia pergi menyusul tempat perkumpulan wanita yang berada di ujung balkon. Ia merasa tidak nyaman jika harus terus-terusan bicara dengan Dean. “Hai!” sapa Luna. Alessa, Aline, dan Delancy melihat Luna dengan serentak. Luna merasa familiar dengan hal ini, tapi ia lupa apa itu. “Ah Luna? Kau bisa duduk di sini!” seru Delancy antusias. Delancy sendiri merupakan orang yang ia temui di lift tadi bersama dengan suaminya Harvey, meskipun terkesan angkuh, dia orang yang humble. Luna tidak menyangka semua orang di sini sungguh baik, atau karena ada maunya? Entahlah, ia akan memikirkan hal seperti itu nanti saja. “Terima kasih,” ujar Luna. Luna duduk di kursi yang ditunjuk Delancy, Aline langsung menawarkan untuk meminum anggur merah biasa. Pilihan yang tepat karena Luna lagi tidak ingin untuk terlalu mabuk, ia hanya ingin mencicipi rasa manis kesukaannya. Aline menuangkan segelas anggur merah milik Luna, kemudian memberikan gelas cantik itu dengan sopan. “Thanks, Aline!” Aline tersenyum dengan mata sipitnya yang membuat matanya menjadi sebuah garis yang cantik, kecantikan Aline benar-benar terpancang dengan parasnya itu. Ia memiliki rambut hitam bergelombang yang sangat sehat, kulit putih yang kenyal, dan sifat yang benar-benar anggun membuat sosoknya terlihat sangat sempurna. Mereka saling berbagi kisah tentang apa yang baru-baru ini mereka temui mulai dari pekerjaan mereka, barang mewah, sampai membahas pacar mereka masing-masing. Tentu Luna tidak ikut, karena ia bingung ingin bergabung. Luna harus bisa mengatur semuanya sempurna, akan sangat sulit jika ia berbohong tentang kisah masa lalunya. Itu semua hal yang sangat bagus bagi Luna, sampai salah satu dari mereka mulai membicarakannya. “Aku penasaran tentang asalmu, apa kau tidak ingin menceritakannya kepada kami?” Pertanyaan ini berasal dari Alessa yang sedari tadi selalu menatap Luna penuh curiga, Luna menyadari tatapannya itu. Pada akhirnya, Luna harus membagikan kisah palsunya yang ia bahkan tidak tau apa Dean menyetujui tindakannya ini atau tidak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD