Nicholas membuka pintu mobil sebelah kemudi dan tampak lah Caroline tak sadarkan diri di sana. Lelaki itu kemudian menyelipkan kedua tangannya di antara paha dan pundak Caroline, dan dalam sekali angkatan Caroline sudah berada di gendongannya.
Lelaki itu kemudian melangkah memasuki mansionnya. Di tengah jalan menaiki tangga, wanita di gendongannya itu menggeliat.
"Engg," Caroline mengerang dalam tidurnya, keningnya tampak berkerut dalam.
"Tuan anda sudah pulang." Sapaan dari seorang wanita terdengar telinganya.
Nicholas menoleh dan mendapati Relis menghampirinya, wanita berusia dua puluh tahun itu merupakan anak dari pelayan yang sudah lama mengabdi padanya. Relis hanya menggantikan ibunya untuk sementara karena ibunya tengah sakit.
"Nona ini?"
Tanpa menjawab kebingungan dari pelayannya itu, Nicholas terus melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya. Memasuki kamar, Lelaki itu langsung mendekati ranjang dan merebahkan Caroline disana. Namun di sedetik kemudian wanita itu malah mengeliat kecil, mengerjapkan mata, dan bangkit dari rebahnya.
"Nic, kau?" Dan Caroline menampakan raut terkejut kala masih tak menyadari keberadaannya sekarang, tapi tanpa perlu berpikir lamat-lamat sesuatu dalam perutnya yang menimbulkan nyeri membuat ringisan wanita itu terdengar.
"Aw!"
"Kenapa?" tanya Nicholas saat melihat Caroline terlihat kesakitan sambil menyentuh perutnya. "Mau kemana?" Tanyanya lagi saat melihat Caroline malah bangkit dari ranjang.
Caroline menatap Nicholas sejenak. "Aku ingin ke kamar mandi, di mana kamar mandinya?" Ringisnya bertanya.
Dengan isyarat tatapannya Nicholas menunjuk kamar mandi dan segera saja Caroline berlari tergesa ke sana.
Di dalam kamar mandi, Caroline meringis saat mendapati dirinya kedatangan tamu tak di undang, pantas saja perutnya merasa tidak enak sedari pagi.
Setelah itu dengan pakaian masih lengkap di tubuhnya, Caroline keluar dari bilik kamar mandi dan sudah mendapati Relis menunggunya.
"Em... Emm.. maaf sebenarnya aku tidak enak mengatakan ini, tapi, apa kamu punya cadangan untuk kebutuhan bulanan wanita?" tanya Caroline.
Relis tak langsung menjawab, otaknya tampak berpikir untuk mengartikan ucapan nona di depannya itu.
"Saya masih ada stok, akan saya ambilkan sebentar Nona." ucap Relis yang akhirnya mengerti, tak lupa dengan senyum sopannya.
Caroline mengangguk dan ikut tersenyum. "Terima kasih. Eum, Sepertinya kita seumuran, siapa namamu?"
Relis tersenyum. "Panggil saja Relis, Nona Caroline."
Caroline membulatkan matanya. "Kau tahu namaku?"
"Dari gosip yang tersebar, nona terkenal di sini." ucap Relis tersenyum.
"Hah?" beo Caroline tak mengerti.
Apa maksudnya dirinya terkenal di sini?
"Emm.. Maaf nona, bibir Anda?''
Caroline mengernyit. "Oh bibir, tidak apa-apa, nanti aku obati." Ucapnya sambil meringis pelan saat tangannya dengan sengaja menyentuh bibir sisi kanannya yang terluka.
"Kalau begitu saya akan mengambilkan apa yang nona butuhkan, tunggu sebentar." ucap Relis lalu berbalik pergi.
Caroline yang ditinggalkan sendiri mengedarkan pandangannya pada sekeliling ruangan yang tampak sangat luas dan mewah. Dan dia berada di sini lagi untuk kedua kalinya.
Terpaku di tepatnya berdiri, Caroline mengamati tampilannya yang tampak mengerikan terlebih ada noda darah di titik-titik tertentu terutama bagian rambutnya yang terkuncir.
Kembali ingatan beberapa jam yang lalu terputar di otaknya, dari penculikan pada dirinya yang berujung gagal dan si penculik tewas dengan mengerikan, dan yang menyelamatkannya tidak lain adalah Nicholas sendiri, sehingga kini Ia kembali terdampar di dalam bangunan mewah lelaki ini.
Mengerjap kaku dengan mata tertutup Caroline merasakan cipratan di wajahnya, jantungnya berdetak tidak karuan dengan rasa takut yang mendominasi.
Bunyi tembakan itu dia pastikan tertuju pada pria di belakangnya yang langsung rubuh.
Astaga adegan apa yang baru di saksikannya!
Sampai kemudian dia merasakan dagunya tersentuh tangan dingin, membuatnya mendongkak dan Caroline hapal betul siapa lelaki di hadapannya itu.
"Nic kau—"
Dan tanpa di sangka wanita itu roboh yang langsung di tahan oleh Nicholas Matthew.
***
Relis kembali dengan apa yang dibutuhkan Caroline dan langsung menyerahkannya. Dan setelah mengucapkan terima kasih, Caroline melangkah ke kamar mandi untuk memakainya seraya membersihkan badannya yang terasa lengket dan berbau amis.
Dan ah Caroline penasaran pelayan muda itu kenapa tidak menanyakan keadaannya yang mengerikan.
Lima belas menit kemudian, Caroline keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai piama berwarna putih sepaha yang telah disiapkan oleh Relis.
Setelahnya, Caroline dan Relis keluar dari area kamar mandi dan masih tak mendapati sosok Nicholas.
"Ke mana dia?" Gumam Caroline, yang lebih tepatnya pada dirinya sendiri. Tapi Relis yang masih bisa mendengarnya tersenyum.
"Tuan mungkin ada sedikit urusan, nona tunggu saja." Sahutnya menginfokan dan Caroline hanya mangut-mangut saja.
"Mau ke mana?" tanya Caroline menahan, saat Relis akan melangkah pergi.
"Kebawah Nona, tugas saya sudah selesai." jawabnya.
"Temani aku," pinta Caroline yang mendapat tatapan tidak enak dari Relis.
"Tapi nona,"
"Please," mohon Caroline dengan tatapan sendunya yang malah terlihat menggemaskan.
Relis tersenyum geli. "Baiklah. Saya temani."
Dan kemudian bagai air sungai yang mengalir, mereka mengobrol dengan akrab bak teman dekat, ada saja topik yang bisa mereka jadikan objek. Dan mungkin faktor usia mereka yang sama membuat mereka nyaman untuk saling berinteraksi.
Hingga beberapa menit kemudian, Caroline yang terlihat sudah lelah dan juga mengantuk, apa lagi jam sudah menunjukkan pukul 10 malam akhirnya tertidur di sofa.
Relis tersenyum geli, lalu membenarkan letak posisi tidur Caroline lalu melangkah menuju ruang pakaian dan mengambil sebuah selimut untuk dipakai Caroline.
Beberapa saat kemudian Nicholas memasuki kamar. Dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah seorang wanita cantik yang tengah tertidur di sofanya. Bergerak mendekati sosok yang tengah terlelap itu dan memandanginya selama beberapa detik. Nicholas kemudian bergerak sedikit membungkukkan tubuhnya, kedua tangannya yang besar dan kekar menyelip di antara paha dan bahu Caroline, dan dalam sekali hentakan wanita itu telah berada di gendongannya.
Berjalan mendekati ranjang kingsizenya, langsung Nicholas rebahkan wanita di gendongannya itu dan dirinya pun ikut menyelinap masuk ke bawah selimut. Tangan kanannya terulur menyentuh seluruh wajah Caroline berurutan dari dahi, terus turun di kedua alisnya, kedua matanya yang tertutup, hidung mancungnya yang teratur dan berakhir di bibirnya yang berwarna merah muda alami.
"Now it's time you be mine." ucap Nicholas dengan suara berat dan serak lalu mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Caroline dan menggosok-gosokkan hidung ke hidung Caroline.
Sampai akhirnya bibirnya mendarat sempurna di bibir merah Caroline. Menciumnya dengan dalam sampai akhirnya Caroline yang merasa terganggu membuka matanya dan terkejut saat mendapati sesosok pria mencuri ciumannya.
Nicholas yang tahu Caroline terbangun karena perbuatannya tidak perduli dan terus melanjutkan kegiatannya. Sampai beberapa detik kemudian, Nicholas melepas ciumannya, kening mereka bersatu dengan mata saling bertubrukan. Saat Caroline akan mengeluarkan suaranya, telunjuk Nicholas terlebih dulu menempel di bibir Caroline mengisyaratkan agar wanita itu diam.
"Sekarang tidurlah." Perintah Nicholas dengan lembut sambil mengelus pipi Caroline dan entah karena kelelahan atau apa, wanita itu bener-bener menyambangi alam mimpi.
"Sleep tight, beauty."