Chapter 18 - Terusir

1018 Words
Dengan perasaan tidak karuan setelah membayar tarif taksi Caroline melangkah memasuki rumah keluarganya. Pikirannya berkelana pada Nicholas, sebenarnya siapa yang menyerang lelaki itu? Apakah lelaki itu terluka, dan apakah bisa lolos? Ouhhh, entah kenapa pikiran Caroline terus dipenuhi oleh Pria itu. Hatinya merasa tidak karuan, harusnya tadi dia tak meninggalkan pria itu dan tetap di sisinya—membantu. Buk Tepat saat kakinya baru selangkah melawati batas pintu masuk, sebuah tas mendarat kasar di kakinya. "Pergi kamu!" Bibi Wade muncul sambil berteriak, tak lupa tangan gempalnya menujuk Caroline dengan mata melotot menyeramkan. Sedangkan Caroline yang merasa tak percaya dirinya diusir dari rumahnya sendiri hanya bergeming di tempatnya. Apa salahnya? Caroline tertawa kecil, menganggap bibi Wade tengah bercanda. "Kenapa tertawa, kau memang wanita gila. Sebaiknya kau pergi dari rumah ini dan jangan kembali!" bentaknya dengan urat-urat yang tampak menonjol di lehernya. Bernafsu sekali mendepak ponakan tirinya itu. "Kehidupanmu beruntung karena bertemu dengan kakakku, bila tidak hidupmu pasti tidak jelas, terluntang-lantung seperti gelandangan, bahkan orang tuamu saja membuangmu. Ahhh menurut cerita kakakku kau dititipkan ibumu dan katanya akan kembali lagi mengambilmu, api apa, sampai sebesar ini dia tidak mencarimu, apa itu tipu muslihat untuk membuangmu karena ibumu seorang p*****r-" "BERHENTI BICARA BI!" Dan Caroline yang tak tahan lagi memotong ucapan itu dengan tidak sopan. Peduli setan dengan kesopanan! Batinnya sudah benar-benar muak. "Sudah cukup bibi menghinaku. Jangan bawa-bawa orangtuaku. Meski aku tidak mengenal mereka tapi aku tidak terima mereka di hina, apa lagi dengan kata-kata kejam yang selalu terlontar dari mulut bibi. Baik, aku akan pergi. Puas!" Caroline menumpahkan kemarahan yang selama ini tertahan akan sikap bibi Wade padanya. "KALAU BEGITU ANGKAT KAKI SEKARANG DARI RUMAH KU!" bentak bibi Wade, sembari menunjuk wajahnya. "Tidak usah teriak, aku pun akan pergi!" balas Caroline menyentak. Biarlah untuk saat ini ia kurang ajar, karena faktanya memang bibi Wade pantas menerimanya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu benar-benar seperti racun, membuat Caroline naik darah. Setelah itu Caroline melangkah pergi, sampai di gerbang Caroline berpapasan dengan adiknya, Carles William. "Kak mau ke mana dengan membawa bawa barang-barang itu?" tanya Carles menunjuk tasnya. "Pergi." jawab Caroline singkat. "Pergi ke mana? Tolong jangan tinggalkan aku sendiri Kak," ucap Carles memohon dengan nada yang terdengar panik. "Tidak, Kakak tidak bisa terus tinggal, percaya saja kita pasti akan bertemu lagi nanti. Kakak baik-baik saja." ucap Caroline menangkup pipi adiknya itu. "Kak...." Caroline melepaskan tangkupannya lalu melangkah pergi meninggalkan adiknya. Carles menatap sang kakak yang sudah jauh dari jangkauan matanya. Tangannya terkepal menebak isi kepalanya yang terus terlontar "siapa yang mengusir kakaknya". "Apa Bibi Wade?" pikirnya kesal. Dengan langkah tergesa dipenuhi rasa kesal Carles memasuki rumah. *** Beberapa jam kemudian, langit yang tadinya terang benderang sudah berubah menjadi gelap malam yang di atasnya berkelap-kelip bintang. Terlihat Caroline dengan tubuh lemas berjalan menuju halte tangan wanita itu terus menyentuh perutnya yang terasa sakit. "Kenapa perutku sakit sekali?" Desis Caroline meringis bahkan wajahnya terlihat pucat. "Apa tamu bulananku datang?" Di halte, Caroline menunggu taksi tapi benda berjalan itu tak kunjung tampak. Sampai sepuluh menit kemudian pandangannya melihat satu taksi. Caroline melambaikan tangannya bermaksud menghentikan taksi tersebut, tapi taksi itu malah dengan santai melewatinya. Sampai akhirnya sebuah mobil hitam berhenti tepat di sampingnya dan keluarlah pria-pria sangar yang tampak mengerikan. "Hai, lepas, lepaskan aku!!" Teriak Caroline saat kedua tangannya ditahan oleh dua orang pria sangar itu. "Ikut kami, ayo!!" ucap salah satu dari pria itu yang sekarang berdiri di hadapannya. "Tidak!! Lepaskan!!" Caroline memberontak dan terus berteriak kalap. Tapi si pria yang berdiri di depannya itu malah tertawa mengejek. "Tidak akan karena kau merupakan kelemahan dari si berengsek itu!!" "Bawa dia!" Pemerintah si pria itu pada dua orang yang menahan Caroline. Dan dengan sangat kasar, Caroline yang terus berontak dan berteriak diseret oleh dua orang itu. "LEPASKAN AKU! BERENGSEK!!" Sampai akhirnya tepat Caroline akan mengangkat kakinya memasuki kursi penumpang mobil suara tembakan terdengar sangat mengerikan di telinganya. Seketika Caroline langsung menjerit dan berjongkok menghindari layangan peluru itu, sedangkan dua orang yang menahannya telah tergeletak tak bernyawa di aspal dengan darah berhamburan. Caroline tersentak panik saat merasakan lilitan tangan di lehernya. Dan saat wanita itu memberontak, todongan pistol tepat berada di pelipisnyanya. "Diam," desis Pria itu pada Caroline yang mencoba terus melawan. "Dan untukmu. Tunjukan siapa kau atau akan ku pecahkan kepala wanita ini detik ini juga!" Pertanyaan itu tertuju pada sesosok tinggi besar yang berdiri beberapa meter di hadapannya dan terhalang mobil, yang di susul suara tawa yang terdengar crapy yang menyahut pertanyaan itu, dan tak lama datang lah tiga orang dari belakang sosok itu. "Hanya memberi pelajaran karena kalian berani menyentuhnya." desis pria yang wajahnya tertutup hoddie hitam dan kondisi pencahayaan yang temaram memperburuk keadaan sehingga wajah lelaki itu tidak terlihat jelas sedangkan posisinya berada di tengah-tengah terlindung oleh dua pria di sisi kanan dan kirinya. *** Sedangkan di belahan bumi lain, seorang wanita paruh baya yang terlihat duduk di atas ranjang kingsize dengan sebuah kotak kecil di pangkuannya, yang berisi beberapa pakaian bayi, wanita itu terus menitikkan air mata sedih dengan pandangan yang terus menatap pada foto seorang bayi perempuan di tangannya. "Kamu di mana, Mommy rindu kamu." lirihnya sambil mengusap air mata di pipinya. "Mom," suara seorang wanita terdengar, wanita paruh baya itu mendongakkan kepalanya dan tersenyum saat melihat sang Putri yang bernama Charlotte berada di balik pintu. "Kemari lah sayang," suruhnya dengan tatap teduh khas keibuan. Charlotte mengangguk lalu melangkahkan kakinya mendekati wanita yang telah melahirkannya itu. "Kenapa air mata ini jatuh di wajah cantik Mommy," tanyanya sembari menangkup kedua pipi sang Mommy. Wanita paruh baya itu tidak menjawab lebih memilih menikmati tangkupan hangat dari tangan putrinya itu. "Apa ini adikku?" Charlotte kembali membuka suara saat pandangannya melihat sebuah foto bayi di tangan Mommynya. "Ya. Bayi di foto ini adikmu. Mom sangat merindukannya, dia pasti sudah sebesar dan secantik kamu sayang." Jawab Mommynya itu dengan raut sedih. Charlotte langsung memeluk wanita tercintanya itu dengan sayang, lalu membisikan kata-kata menenangkan di telinga sang Mommy. Sampai suara cempreng menggelegar dari luar tertangkap indra pendengarannya. "Ada apa lagi dengan wanita iblis itu?" tanya Charlotte yang hanya di balas gelengan oleh Mommynya itu. "Ayo, " Ajaknya pada Charlotte untuk mendatangi pemilik suara cempreng itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD