Chapter 9 - Sweet dreame, beauty

1131 Words
"Di mana kamarmu?" tanya Nicholas setelah berhasil memasuki rumah Caroline yang tampak sederhana. "Arah barat pintu cokelat dengan atasnya ada tulisan namaku." jawab Caroline lelah, kesadarannya telah berada di angka 50 persen. Mendengar jawaban itu, Nicholas segera bergerak mencari kamar yang disebutkan wanita di gendongannya. "Emmm... Nic. Jangan membuat suara aku tidak ingin membangunkan orang rumah." Kata Caroline dalam setelah perjalanan mencari kamarnya. "Oke." Lima belas detik kemudian. Nicholas tepat berdiri di depan pintu kamar dengan tulisan Caroline William. Lelaki itu bergerak membuka knop pintu, memasuki kamar dan menutup kembali pintunya. Nicholas kemudian merebahkan Caroline di ranjang. "Kau harus berganti pakaian. Ini kotor." ucap Nicholas sambil duduk di sisi ranjang. "Hmm," Dan hanya dehaman yang menyahut. Saat Caroline akan melepas kausnya, tampak kesusahan. "Bantu aku." lanjutnya kemudian. Nicholas akhirnya membantu menarik kaus itu dari tubuh Caroline yang hanya tersisa tanktop hitam tipis. Nicholas sempat melongo—menelan ludahnya sendiri melihat pemandangan menggiurkan di hadapannya yang langsung Ia singkirkan dari kepalanya. Damnit! "Sekarang bantu melepas celanaku." ucap Caroline lagi, membuat Nicholas merutuk dalam hati. Lama-lama wanita di depannya ini akan membunuhnya! Tangan Nicholas dan Caroline bersentuhan di balik selimut tepat di bagian pinggang bawahnya kemudian menurunkan celana itu dengan mulus dan sekali-kali Nicholas merasakan kulit mulus dari bagian kaki wanita itu. Nicholas yang mencoba merendam hawa panas dalam tubuhnya menggerutu saat melihat Caroline santai saja dengan mata terpejam. Selesai dengan cobaan membantu membuka pakaian, Nicholas bergerak membenarkan letak selimut Caroline, tangan lelaki itu mendarat di kening Caroline—mengusapnya lembut. "Jaga dirimu mulai saat ini. Kau tidak aman Caroline dan itu karena aku." Ucap Nicholas mengusap-usap lembut pipi wanita yang tertidur itu. "Terima kasih." Nicholas terkejut saat Caroline tiba-tiba membuka matanya, menatap tersenyum pada Nicholas. "Dan aku akan lebih menjaga diriku." "Tidak tidur?" tanya Nicholas. "Dari satu menit yang lalu kesadaranku kembali." Mendengar itu, Nicholas mengangkat sebelah alisnya dengan tatapan datar khasnya. "Jadi tadi?" Caroline hanya terkekeh menanggapi. "So, bagaimana bisa kau ada di sana dan menyelamatkanku?" Tanyanya mengalihkan topik. "Aku mengikutimu." "Mengikuti?" Ulang Caroline dengan kening aga berkerus, bingung. "Ya. Dari sepulang kau kerja dan niatku baik." Jelas Nicholas membuat Caroline mengangguk mengerti. "Dan kau percaya?" tanya Nicholas. Kenapa wanita ini gampang sekali percaya?! "Ya, karena dari tatapan itu aku melihat kejujuranmu." Kata Caroline membuat Nicholas terdiam. Tatapan mereka kemudian saling bertubrukan memancarkan cahaya rupa-rupa dari masing-masing karakter. Sampai akhirnya tiba waktu Nicholas pulang. "Tidurlah, sudah malam. Aku harus pergi." Kata Nicholas. "Bibirmu?" Caroline menunjuk bibir Nicholas yang tampak lembab karena pukulan pria tadi. "Urusan kecil bisa aku urus yang penting kau baik-baik saja." Kata Nicholas membuat Caroline melebarkan kedua sudut bibirnya. "Tidurlah." kata Nicholas memerintah dan Caroline akhirnya menurut. Menutup matanya dan terlelap. Nicholas bergerak bangkit dari ranjang sedikit membungkuk kemudian mengecup kening Caroline. "Sweet dream, beauty." *** Dengan langkahnya yang tegas diiringi bunyi ketukan dari sepatunya. Nicholas memasuki sebuah ruangan yang tampak mencengkeram dengan pencahayaan yang temaram. Di dalam sebuah ruangan, ada satu orang pria yang tampak sangat mengenaskan. Wajahnya babak belur, darah merembes dari sisi kanan kiri pipinya, tidak lupa dahinya yang sobek, rambut acak-acakan, hidung berdarah dan tak lupa dengan pakaian yang penuh dengan darah. "Jadi selama seminggu ini kau yang terus mengusikku?" Ucap Nicholas dengan gaya tenangnya yang santai, berjalan mendekati si korban. "Bermain-main denganku sampai membuatku muak, hah!" Bruk! Dan tanpa di sangka, dalam dua langkah berhadapan dengan musuhnya, Nicholas menendangkan kaki panjangnya ke d**a si lawan yang langsung ambruk. "Ini akibatnya berani mengusikku!" Desis Nicholas dingin, tatapannya menghunus tajam seakan membakar hidup-hidup pria di hadapannya yang dengan kurang ajar mengusiknya. Cuih Tatapan Nicholas semakin membara murka tak kala tahanannya itu malah dengan berani menatapnya menantang setelah meludah dengan kurang ajarnya dan lebih parahnya tepat di hadapan wajahnya. Si berengsek b******n ini cari mati ternyata! "Aahhh... Uhukk!!" Ringisan disertai batuk mengiringi si pria yang tampak mangap-mangap mencari udara, tubuh pria itu bergerak gelisah, tangannya yang ingin menyingkirkan tangan pria kejam di lehernya tidak bisa melakukan apa-apa karena terikat kuat. "Mulut dan lidahmu itu harus diberi pelajaran! Berani sekali kau meludahiku!" Desis Nicholas dengan aura mencengkeramnya sambil menarik berdiri si pria dengan sekali sentakan kuat. Dan... Brak Si pria dengan sangat kasar terlempar ke belakang menabrak kursi yang beberapa saat lalu diduduki. Dan kemudian dengan kejamnya Nicholas menumpukan kakinya pada d**a si pria—menginjaknya dengan sangat keras membuat jeritan pilu keluar dari mulut si pria. Mengenaskan sekali! "Tuan." Seorang pria yang merupakan tangan kanan Nicholas menghampiri lalu berbisik pada sang tuan. Setelah selesai dengan apa yang dibisikan, Nicholas tampak mengangkat sebelah alisnya—seolah tertarik dengan apa yang dibisikan orang kepercayaannya itu. Nicholas melangkah mendekati tahanannya yang tampak mengenaskan, kemudian berjongkok dan tanpa disangka mengeluarkan sebuah pistol membuat si pria menelan ludahnya, ketakutan, apa lagi saat moncong pistol itu diarahkan tepat di depan wajahnya. "David Richardo. Kau pikir saat aku hanya selalu bersembunyi, kau dengan mudahnya bisa menyingkirkan ku dengan alasan dendam istrimu yang..." Nicholas tampak seolah tengah berpikir setelah menggantung kalimatnya. "Mati bersimbah darah di sebuah ranjang setelah melayaniku. Kau tahu dia—Ahh, jalang itu sangat menjengkelkan. Dia bahkan selalu memintaku untuk terus berada di sisinya dan permintaan itu sangat melenceng dari ketentuanku." Si pria yang bernama David itu yang juga merupakan mantan anak buah Nicholas mengepalkan tangannya—aura murka dalam tubuhnya membara. Nicholas yang melihat perubahan di wajah David menyeringai. "Well, dari ketentuanku. Istrimu yang bernama Bellamy itu tidak lebih dari seorang jalang yang bisanya hanya mengemis untuk dipungut, dan saat aku terganggu, mudah saja untuk membuatnya diam. Sekali tembakan di sini," Nicholas membawa moncong pistolnya tepat di kening David yang langsung terpaku. "Semua lenyap. So simple bukan?" "Devil!" Nicholas terkekeh sarkastis. "Itu julukanku." Nicholas beranjak berdiri dari jongkoknya. "Kalian!" Tatapan tajamnya Ia alihkan pada beberapa anak buahnya yang berada di ruangan. "Potong lidahnya kemudian lenyapkan. Itu tugas kalian." Kata Nicholas mutlak membuat si pria menggeleng. Raut wajahnya pucat pasi bertanda ketakutan menyerangnya. Saat Nicholas akan berlalu pergi, langkahnya terhenti. "Good bye brother. Itu hukuman untukmu terlebih kau telah berani mengusik wanitaku!" desisnya sebelum benar-benar pergi meninggalkan ruangan yang setelahnya langsung terdengar jeritan penuh kepiluan. *** Keesokan paginya. Di bawah selimut yang menghantarkan kehangatan, Caroline menggeliat kemudian mengerjap-ngerjapkan matanya untuk menyesuaikan pencahayaan. Saat bangkit wanita yang baru terbangun itu meringis—rasa sakit, pegal menjalari tubuhnya seakan tubuhnya baru saja terbanting. "Oh gosh! Kenapa aku hanya mengenakan dalaman saja?!" Pekiknya saat sadar tubuhnya dalam keadaan tidak berbusana dengan benar. "Apa yang terjadi tadi malam? Ayo ingat Caroline." Wanita itu tampak berpikir sampai akhirnya sebuah ingatan semalam mampir juga di benaknya. Nicholas? Tidak mungkin, tapi semalam itu nyata. Pria itu juga yang menolongnya. Batin Caroline. Ingat dengan kejadian semalam Caroline menggerutu, si lelaki yang mengikutinya itu benar-benar kurang ajar berani menculiknya tapi selepas dari itu. Caroline bersyukur karena seorang Nicholas muncul untuk menyelamatkannya kalau tidak entah nasib apa yang akan diterimanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD