Roll royce yang disupiri oleh Wishky berhenti di lobi salah satu hotel termewah di Dubai. Iya, Burj Al Arab. Aku keluar dengan melongo melihat bangunan megah itu. Begini mewah kah kehidupan para penjahat ? Pantas saja mereka betah jadi orang jahat,,
Ternyata Martini sudah menunggu kami. Wishky pergi setelah mengantarkan aku dan Amer. Amer memintaku untuk menggandeng tangannya "Sayang perempuan secantik kau berjalan sendirian di hotel bak surga ini"
Aku tidak punya pilihan lain, ku selipkan tanganku di lengan Amer. Ketika masuk foye hotel, Martini memandangku penuh curiga "Kau tidur dengannya ?" pertanyaan itu seperti hunusan pedang.
Aku baru aja sampai..., sudah dituduh !
"Kenapa kau bermanis-manis dengan punya bos ?"
"Daripada dia diambil abah arab !" balas Amer mengerling setan ke aku
Punya bos ?
Aku mengusir pertanyaan tidak penting itu dari dalam kepalaku. Untuk Apa ? Kepalaku sudah cukup sakit dibawa ke sini setelah sehari terbebas dari ruang introgasi. Semuanya sudah gila.
Martini mengibaskan tangannya meminta kami untuk mengikutinya. Setiap langkah Martini seolah mengundang mata lelaki untuk menatapnya. Iya dia pakai baju merah, lipstik merah, dengan gaun terbuka di bagian d**a yang mempertontonkan kemontokanya. Melihat cara peria menatap Martini, aku sadar diri dan menutup rapat tubuhku dengan jas yang diberikan Brandy.
"Tidak bisakah kau sepercaya diri Martini ?" tanya Amer melihat aku yang kesulitan dengan pakaian super minim dan sepatu hak tinggi. Sialan ! Ini pakaian para p*****r.
"Haha" aku membuat suara tertawa sinis
Yang memancing kekehan Amer
Kami langsung menaiki lift dan menekan lantai 26. Pada tombol lift lantai 26 diberikan tanda silang, tapi kami menakannya dan sekarang lift sedang naik ke lantai itu "Kenapa lantainya diberikan tanda silang ?"
"Karena semua lantai itu milik kami" jawab Martini dengan suara datar, lalu dia mengulurkan tangannya "Buka perhiasan mu"
"Ini palsu" suaraku terkesan memberitahu hal tersebut padahal sebenarnya aku bermaksud bertanya padanya
Dengan tampang judes Martini menjawab "Walaupun palsu tidak lantas membuatmu pantas mengenakan barang seperti ini"
Aku melirik Amer dia hanya menaikan alisnya, melipat tangan di d**a sambil bersandar di dinding lift.
Kubuka dengan hati-hati kalung dan giwang diamond yang tadinya kukenakan. Martini membawa benda itu menentengnya seperti mainan. Ketika aku kembali melihat kilau the green sluth aku ragu kalau kalung itu palsu.
Ting !
Lift terbuka di lantai 23, Martini menggeleng dengan wajah masam pada pengunjung yang mau menaiki lift yang sama dengan kami. Amer tersenyum lebar tapi dia mengeluarkan pistolnya. Seorang peria paruh baya dan istri mudanya terlihat mundur ke belakang, takut pada pistol di tangan Amer.
Mereka benar-benar sialan. Mereka kira hidup dan mati itu adalah sebuah permianan ? Seenaknya mengancam orang yang tidak punya masalah apa-apa dengan mereka.
Aku bersergah kesal. Akhirnya lift terbuka di lantai 26. Martini menelingkan kepala memintaku keluar lebih dulu. Lantai itu berkarpet merah beda dengan lantai 23 dan lorong lobi yang sepanjang koridor berkarpet kekuningan. Dan di lorong lantai tersebuh aku melihat lima laki-laki berjas hitam berjaga. Mereka memang hanya berdiri, tapi aku yakin seribu persen mata mereka awas dan pistol selalu siap di balik jas mereka.
"Siapa kalian sebenarnya ?" apa pria-pria yang berjaga itu semuanya memiliki nama alkohol ?
"Sake, Soju awasi di bawah, Server akan datang. Amer kau lebih baik menunggu Wine dan Vodca"
Amer bersergah panjang, dia kembali masuk ke dalam lift melambai padaku "Padahal aku ingin sekali menemanimu tidur princess"
Martini memutar bola mata "Laki-laki m***m, belum saja kau dapati barangmu digantung jadi mainan kunci"
Entah Sake atau Soju yang tertawa ketika memasuki lift bergabung dengan Amer. Amer berpura-pura meninju perut salah seorang dari mereka. Kalau kulihat mereka baik-baik mereka sepertinya keturunan mediteranian. Sangat bukan Soju dan Sake. Harusnya yang diberikan nama itu adalah dia yang terlihat lebih Jepanase. Aku melirik seorang pria yang berdiri di salah satu pintu.
Lift tertutup.
"Ayo kita ke kamarmu"
Kamarku itu melewati si orang Oriental bertubuh lebih kecil daripada Sake dan Soju, tapi matanya awas, dan terlihat sangat pintar dan cekatan.
Dia memiringkan kepala, terlihat mengindentifikasi aku dari kaki sampai kepala. Dia siapa ? saudaranya Aryo ? Kurang kumis sih kalau iya..
Martini Men-Tab kartu di salah satu pintu yang terlihat paling mewah di antara yang lain. Aku menoleh ke pintu-pintu yang lain. Apakah serius mereka memberikan seorang tawanan kamar terbaik ?
"Nah masuklah sana, dan jangan berpikir bisa kabur karena di luar sini, sekurang-kurangnya lima orang akan terus siaga. Kalau kau butuh sesuatu tinggal tekan tombol apapun di telpon semua akan terhubung pada kami"
"Ada telpon ?"
Dia tersenyum "Bukan untuk menelpon sahabatamu di rusun dan memintanya menjemputmu di sini. Telpon itu hanya terhubung pada kami" dia memenjamkan matanya padaku "Kau mengerti kata kami kan ?"
Martini mendorongku pelan. Dan tarang.... princess Jasmine sudah di istananya. Aku takjub pada tempat itu. Wah.., apa kejahatan di dunia ini dibayar dengan semua kemewahan, sedangkan kebaikan dijanjikan surga yang belum tentu ada ? Adilkah ini ?
Aku menyentuh pilar besar, tembok berlapis marmer, lalu karpet cantik yang terasa begitu sayang untuk ku injak. Aku melepaskan sepatuku dan merasakan benang-benang mahal itu menelisik di sela jari-jariku. Aku berjalan di deretan jendela kaca yang mengahadap ke laut mediteranian.
Terbayang di kepalaku, bagaimana Tom Crush mengambil adegan terjun dari gedung tinggi. Bisakah aku melakukannya untuk bisa kabur dari mereka ? Tapi ini semua terlalu indah dan cantik.
Seandainya semua tidak seperti sekarang ? Ah sudahlah, kita nikmati dulu semua ini sebelum mati. Mungkin ini hadiah dari Tuhan.
Tirai-tirai yang menggantung terlihat berat dan megah dengan lerai lerai emas yang cantik. Lalu kursi yang mengahadap ke pantai. Tapi ditempat ini tidak ada balkon dan kolam renang. Yang ada hanya bar dan ada kitchen. Aku berjalan ke dapur dan melihat isi kulkas. Hanya berisi buah, aku sedikit kecewa, tapi aku tetap mengambil sekumpulan anggur yang menggiurkan untuk ku gendong.
Di mana kamar si miskin ini ?
Aku berniat membuka sebuah pintu tapi terkunci, pintu sebelahnya terkunci juga. AKu bingung apa mereka menyuruhku tidur di kursi. Oh, aku kecewa, tubuhku sakit sekali aku membutuhkan sebuah ranjang.
Ada tangga meliuk, ke atas. Aku menaiki tangga itu dan menemukan satu buah pintu di depan tangga, aku melewati ruangan cozy berbentuk bundar di mana tv terpampang begitu besar berhadapan dengan sebuah soofa cantik ditumpuki bantal-bantal mewah. Pintu itu terbuka, dan aku yakin itulah kamarku. Karena melihat koper yang sama yang terbuka di gedung tak terpakai itu ada di sana juga.
Aku menghela nafas kesal. Aku butuh pakaian yang layak ! Pakaian di koper tadi itu semuanya mengundang musibah, bagaimana aku bisa mengenakannya ? Aku melepaskan jas brandy. Bolehkan aku meminjam kemeja siapa saja, atau apapun. Ah. AKu benci pakaian di koper itu. Aku menendang koper itu "AKU INGIN BUANG KALIAN, KENAPA KALIAN HARUS ADA, KENAPA BAJU SEPERTI KALIAN HARUS DI POTONG ?? KENAPA LAKI-LAKI SELALU PUNYA BAJU LEBIH NYAMAN DARI KAMI WANITA ? KENAPA KAMI HARUS MENYIKSA DIRI DENGAN PAKAIAN SEHELAI BEGINI ?" teriakku kesal.
Aku berjalan ke kamar mandi. Oh, di sanalah kedamaianku tercipta setelah hari yang panjang. Kamar mandi yang cantik, yang ada sabunnya, yang ada bathtubnya. Aku segera menanggalkan pakaianku dan merendam diri.
Senang rasanya bisa mandi. Aku begitu nyaman ditinggalkan sendiri di ruangan hotel mewah tanpa ada manusia-manusia bersenjata di sekitarku.
Selesai mandi, aku merasa jauh lebih rileks dan segar. Waktu itu, aku melarang diriku untuk berpikir. Aku memilih naik ke atas kasur. Masih menganakan bathrobe menyelimuti diriku dengan menyalakan pendingin sedingin mungkin.
Ah,,, nyaman dan nikmat, kalau seperti ini rasanya aku rela digantung ketika bangun nanti oleh mereka. Setidaknya aku sudah mandi, aku sudah segar dan aku tidur dengan nyaman, di ranjang yang mahal.
***