Tiga

1807 Words
Hari ini Gynta datang ke kantor lebih siang karena ulahnya mengerjai Vino. Dengan kemeja saleem dipadu padankan dengan rok mini berwarna hitam dan sepatu heels setunggi 8 cm Gynta mulai memasuki ruang kerjanya. Gynta memang tidak punya teman dekat dikantor, ia hanya mempunyai teman biasa saja. Karena Gynta berpikir tak lama ia tinggal di Amsterdam jadi ia tak berkeinginan mencari teman dekat. "Selamat pagi Ms. Seraphine." Sapa salah satu karyawan. Gynta tersenyum. "Selamat pagi." Tanpa menunggu lama setelah sampai didepan pintu ia mulai masuk dan duduk dimejanya. "Ada berapa banyak pekerjaanku hari ini? Mudah-mudahan saja tak sampai lembur." Ujar Gynta pada dirinya sendiri. Gynta menoleh kearah pintu saat ada seseorang yang mengetuk ruangannya. "Selamat pagi Ms. Seraphine." "Selamat pagi. Ada apa?" Wanita berkemeja biru langit itu memberikan sebuah map pada Gynta. "Ini data yang anda butuhkan. Dan Mr. Smith menyuruh anda untuk menggantikan rapatnya siang ini karena beliau tidak bisa hadir." Gynta terdiam sesaat sembari membuka map yang diberikan wanita yang ada didepannya. "Baiklah. Jam berapa?" “Setelah jam makan siang Miss." "Ya sudah. Nanti kau kabari saja karna mungkin saja aku lupa. Kau bisa keluar sekarang." Wanita itu mengangguk. "Baik Miss." Lalu pergi dari ruangan Gynta. Gynta menghela nafas pelan. Ia tak menyangka akan diberikan pekerjaan lain disela kepadatan pekerjaannya sendiri. "Ya tuhan... kalau begini kapan aku menyelesaikan proyeknya." Keluh Gynta. Dering pesan diponselnya membuat perhatiannya teralihkan. Dengan malas Gynta membuka pesan tersebut. Kedua bola matanya terbelalak membaca pesan konyol dari nomer baru. 'Selamat bekerja calon istriku tersayang. Aku tidak tahu kau sudah bekerja, aku kira kau masih kuliah. Aku ingin mampir kekantormu sekarang. Jangan lupa menyambut calon suamimu ini karena aku punya kejutan untuk membalas perbuatan baikmu tadi pagi.' Gynta langsung melemparkan ponselnya keatas meja. Ia menatap layar ponsel itu dengan horor. Terdiam sejenak sebelum keluar ruangan. Ia langsung melenggang menuju meja sekretarisnya. "Adel, nanti kalau ada orang gila mencariku bilang saja aku tidak kekantor. Oke?" Ujar Gynta Adela menatap bingung kearah Gynta yang berbicara tergesa-gesa seperti tak biasanya. Ia pun mengangguk. "Baik Miss. Tapi bagaimana dengan rapatnya?" "Kalau masalah itu tenang saja. Yang penting kalau ada orang gila yang mencariku--" "Halo sayang.." Gynta menegang mendengar suara berat yang dikenalnya beberapa hari yang lalu. Perlahan ia menoleh kearah kanan dan melihat Vino sedang berdiri santai dengan kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celananya. "Ka-kau?! Mau apa kau datang kemari?" Sentak Gynta. "Hei, bukankah tadi pagi kita baru saja bermain diatas ranjang. Kenapa kau mudah marah sekali, hmm?" Tanya Vino dengan nada enteng. Adela tertegun mendengar ucapan Vino dan menatap kearah Gynta yang terlihat gelagapan. "Jaga cara bicaramu! Aku masih banyak pekerjaan lebih baik kau pergi sekarang." Ujar Gynta dan menatap Vino malas. Gynta berbalik dan langsung masuk kedalam ruangannya. Vino masih berdiri memperhatikan Gynta masuk kedalam ruangannya sebelum menyusulnya. Ia tersenyum miring karena berhasil membuat Gynta malu didepan karyawannya. Vino duduk tepat didepan meja kerja Gynta. Namun Gynta mengabaikannya dan berkonsentrasi pada tumpukan berkas. Bahkan ia bersikap tidak ada orang lain diruangannya. Vino yang melihat tingkah Gynta hanya diam dan sesekali tersenyum miring. Gynta terlihat lucu baginya jika bersikap seperti sekarang ini. Setelah hampir sepuluh menit mereka berhadap-hadapan dalam diam Gynta mulai menghela nafas lalu menutup berkasnya dan menatap tajam kearah Vino. "Apa yang kau inginkan? Kalau tidak ada keperluan sebaiknya kau pergi karena sebentar lagi jam makan siangku dan setelah itu aku ada rapat." "Apa kau belum pernah tidur dengan seorang pria?" Tanya Vino dan masih bersikap tenang. Gynta sempat mengerjapkan matanya berkali-kali mendengar pertanyaan aneh dari pria yang duduk didepannya itu. "Pertanyaanmu tidak penting. Itu privasi Mr. Mashech jadi kau tidak bisa bertanya seperti itu didalam ruanganku." Vino terkekeh membuat Gynta menyipitkan matanya. "Itu bukan privasi Ms. Seraphine. Bukankah sebentar lagi kita akan menikah jadi aku perlu tahu hal itu." "Kita memang akan menikah tapi aku tidak ada pemikiran sama sekali untuk tidur denganmu. Jadi lupakan mimpimu itu dan pergi dari ruanganku sekarang sebelum aku menyuruh satpam untuk mengusirmu." Vino menyeringai. "Aku tidak yakin dengan ucapanmu itu." Ujarnya lalu Vino berdiri. Vino memutari meja dan berdiri disamping Gynta. Dia memutar kursi Gynta lalu mendekatkan wajahnya tepat didepan Gynta. Gynta hanya memalingkan wajahnya. "Aku tidak sabar mempunyai pelayan ranjang bocah kerdil sepertimu." Bisik Vino lalu melenggang meninggalkan ruangan Gynta. Gynta mematung sesaat mendengar ucapan Vino. Saat ia sadar Gynta mulai berlari meninggalkan ruangan dan mengejar Vino. Gynta membuka pintu ruangannya dan melihat Vino sedang berjalan kearah Lift. Gynta tak mempedulikan siapapun yang ada ditempat itu sekarang. Ia melepaskan heelsnya dan melemparkannya kearah Vino. Bidikan Gynta tepat mengenai punggung Vino membuat Vino tersentak dan meringis kesakitan. Vino berbalik dan menatap tajam kearah Gynta. "Rasakan! Jangan pernah datang lagi kemari. Dasar pria m***m!" Sentak Gynta membuat beberapa orang yang ada disana sempat menjatuhkan tatapannya pada Vino dan dirinya. "Bocah kerdil." Desis Vino lalu menghampiri Gynta dengan satu tangannya memegang heels milik Gynta. "Ogh.." Umpat Gynta lalu kembali menutup ruangannya. "Berhenti bermain-main denganku. Keluarlah dan ayo kita selesaikan." Sentak Vino menggedor pintu ruangan Gynta. "Aduh... itu pria menyebalkan sekali, membuatku malu saja." Gumam Gynta. Terpaksa Gynta pun membuka pintunya dan Vino langsung menarik Gynta keluar. Gynta mencoba mencegah Vino yang terus menariknya. "Hei! Lepaskan!" Sentak Gynta dan mencoba melepaskan cengkeraman tangan Vino. Vino hanya diam. Dia membawa Gynta masuk kedalam lift. Satu tangan yang lainnya masih memegang heels milik Gynta membuat Gynta berjalan dengan satu kaki yang telanjang. "Kembalikan sepatuku!" Sentak Gynta dan mencoba merebut sepatunya. Namun Vino tidak memberikan sepatunya. Dia justru melemparnya kesembarang tempat dan langsung mendorong Gynta kedinding lift. Kedua tangannya mencengkeram lengan Gynta tepat disetiap sisi kepala Gynta. Gynta masih saja mencoba melepaskan cengkeramannya sedangkan Vino menatap kearah bola mata Gynta. "Aku akan membalas perbuatanmu tadi pagi, Ms. Seraphine." Gumam Vino. Kini Gynta merasa suara Vino terdengar menyeramkan saat dia bergumam dan menatap tajam kearah bola matanya. Gynta mengerutkan kening, ia benar-benar cemas saat ini. Ia tak mau Vino membalasnya ditempatnya bekerja setidaknya itu adalah masalah pribadi mereka, Gynta tak mau jika Vino akan mempermalukanya ditempatnya bekerja. Melempar sepatu kearah Vino saja Gynta yakin akan menjadi bahan omongan. "Lepaskan." Desis Gynta. Vino menyeringai lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Gynta. Dalam sedetik bibirnya sudah melumat bibir Gynta. Gynta masih mencoba melawannya meskipun Gynta yakin ia tak bisa karena kekuatannya kalah dan tinggi badannya juga tak mendukungnya. Bibir Vino turun pada leher jenjang Gynta dan meningalkan jejak disana. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menangis. Gynta mencoba melawan Vino disela tangisnya. Gynta merasa takut bahkan untuk mengucapkan sepatah katapun sangat susah karena Vino sudah menghimpitnya. "Lepas... ku mohon.." Lirih Gynta. Setelah merasa cukup dengan permainannya, Vino melepaskan cengkeramannya pada kedua tangan Gynta dan mundur beberapa langkah. Gynta terjatuh karena merasa lemas pada kedua kakinya. Isak tangisnya tak terdengar keras meskipun ia masih mengeluarkan airmatanya. Melihat keadaan Gynta tiba-tiba saja Vino merasa bersalah. Dia merasa berlebihan membalas perbuatan Gynta. Vinopun mengambil sepatu Gynta lalu memakaikannya pada kakinya sehingga kaki Gynta sudah terpakai heels semua. "Sudahlah, jangan menangis. Aku kan hanya menciummu." Ujar Vino Gynta menatap tajam kearah Vino. "Kau hampir memperkosaku dikantor tempatku bekerja. Apa kau sudah tidak waras, hah?" Vino terkekeh mendengar ucapan Gynta lalu menggendong tubuh Gynta. Gynta sempat berontak dan memukul d**a Vino. "Hei, turunkan. Kau mau apa lagi,hah?! Aku harus bekerja." "Kau tudak bisa bekerja dalam keadaan seperti ini." Jawabnya Pintu lift pun terbuka tepat dilantai dasar dan Vino masih menggendong Gynta keluar lift melewati loby kantor. Mereka sempat menjadi perhatian para karyawan sehingga membuat rona wajah Gynta memerah seketika. "Hei. Turunkan aku. Kau membuatku malu." "Memang itu yang kumau." Jawab Vino enteng. Vino membawa Gynta masuk kedalam mobilnya. Setelah menutup pintu mobil untuk Gynta, Vino memutari mobilnya dan ikut masuk kedalam. "Eh kita mau kemana?!" Sentak Gynta. Vino tak menjawab pertanyaan wanita yang ada disampingnya. Dia menyalakan meain mobilnya dan melajukannya membelah keramaian kota Amsterdam. "Kau tuli, hah? Hei...kita mau kemana?!" Gynta masih saja berteriak tak karuan dan sesekali mengganggu Vino menyetir dan Vino hanya membalasnya dengan menyentakkan tangan Gynta disetir mobilnya. "Kau bisa diam tidak?!" Suara berat Vino yang bercampur dengan nada tinggi membuat Gynta terkejut dan langsung diam. "Tidak perlu membentakku Mr. Mashech, tanpa kau teriak saja aku sudah mendengarnya." Gertak Gynta dan melipatkan kedua tangannya didepan dadanya. "Aku tidak mau tahu pokoknya kau harus membawaku kembali kekantor. Aku sedang banyak pekerjaan dan tidak ada waktu untuk main-main, bodoh." Lanjut Gynta. "Mommy ingin bertemu denganmu sekarang. Kalau dia tidak menyuruhku untuk menjemput calon menantunya yang paling cerewet didunia ini saja aku lebih memilih melanjutkan membuatmu malu dikantormu." Jawab Vino acuh. "Apa? Astaga. Kau tidak bisa berbicara dengan sopan? Kau mengatakanku bocah kersil dan sekarang kau bilang aku cerewet?!" "Kalau kau masih berbicara aku akan melanjutkan apa yang aku lakukan pafamu di lift tadi." Ancam Vino dan berhasil membuat Gynta terdiam dan mematung memperhatikan keadaan jalan didepannya. Vino melirik kearah Gynta karena Gynta terdiam tiba-tiba dan menaikkan sebelah alisnya. "Tidak mau aku lanjutkan?" Ledek Vino. Gynta melirik tajam kearah Vino sejenak sebelum memalingkan wajahnya kearah jendela mobil. "Tidak!" Sentaknya. Setelah sepuluh menit keadaan diantara mereka hening, Vino memarkirkan mobilnya tepat didepan sebuah butik ternama milik teman ibunya, Sylvyan Boutique. Vino turun dari mobil disusul oleh Gynta dan mereka masuk kedalam butik. Maria sudah menunggu kedatangan putranya dan Gynta. Melihat Vino dan Gynta berjalan menghampirinya, Maria bangkit berdiri. "Gynta..." Sapa Maria dan memeluk Gynta. Gynta hanya tersenyum menanggapinya dan membalas pelukan Maria. "Apa Vino mengganggu waktu kerjamu? Pernikahan kalian akan segera dilaksanakan jadi aku menyuruh Vino untuk menjemputmu." Ujar Maria. Gynta menggeleng dan tersenyum ramah. "Tidak Maria. Aku hanya sedikit terkejut saja mendapat kunjungan darinya." Jawab Gynta dan melirik kearah Vino. Vino memutar bola matanya dan bergumam. "Gadis muka dua." Gynta mendengar gumaman Vino namun dia mengabaikannya karena tidak mungkin bertengkar dengan Vino didepan calon mertuanya. Terlebih bagi Gynta, Maria sangat menyayangi dirinya. "Aku sudah menyiapkan beberapa gaun pengantin yang mungkin akan kau suka. Ayo ikut aku." Ajak Maria dan menuntun Gynta ke tempat khusus gaun pengantin. Vino yang diabaikannya begitu saja langsung menyambar pada sofa beludru yang terasa empuk. Setelah Gynta selesai fitting gaun pengantin, Maria menyuruh Vino dan Gynta untuk mencari cincin pernikahan mereka. Awalnya mereka mengiyakan perintah Maria namun ditengah jalan tiba-tiba Vino menghentikan mobilnya. "Turun." Perintah Vino. Gynta mengerutkan kening mendengar ucapan Vino namun Vino justru mengulangi perintahnya. "Turun bocah kerdil." "Kau menyuruh aku turun ditengah jalan? Apa kau gila? Lihat, aku bahkan tidak membawa dompet bagaimana bisa aku kembali kekantor bodoh!" Vino menoleh kearah Gynta yang menatapnya kesal. "Aku tidak peduli. Cepat turun dari mobilku." "Dasar! Pria tidak bertanggung jawab!" Gertak Gynta dan langsung turun dari mobil lalu membanting pintu mobil Vino. Vino membuka kaca jendela mobilnya dan membentak Gynta. "Kau tidak tahu caranya menutup pintu?!" Gynta mengabaikan bentakan Vino dan menatapnya tajam. Dia benar-benar kesal dengan pria satu ini. Vino mengabaikan Gynta ditengah jalan dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Gynta kembali meneriaki mobil Vino dan mengucapkan sumpah serapah penuh kebencian pada pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD