Bagian 11 - Rencana Peter

1394 Words
Luke yang penasaran, turun dari mobil dan menghampiri polisi yang sedang mengevakuasi korban. “Ada apa Pak?” tanya Luke yang melihat tiga orang korban tertembak. Tampaknya para preman jalanan. Kondisi mereka sangat mengenaskan dengan luka tembak di kepala. “Kasus pembunuhan Tuan,” jawab polisi itu. “Siapa korbannya?” “Seorang wanita muda!” Jawaban polisi itu, mendadak membuat jantung Luke berdebar kencang. Pembunuhan wanita Muda? Apakah Anna? Pikirnya berkecamuk. “Siapa mereka?” tanya Luke lagi. Dia harus memastikan, untuk membuang jauh rasa khawatirnya. Khawatir? Tentu saja. Jika terjadi sesuatu pada Anna, ayahnya—Alex . Pasti akan mencekiknya. “Mereka para preman jalanan yang meresahkan masyarakat. Mereka sudah lama kami incar tapi selalu lolos dari pengejaran. Mereka ini, suka mencopet, memukuli, bahkan suka memperkosa wanita yang kebetulan berjalan sendirian. Bahkan ada beberapa kasus wanita yang mereka bunuh setelah mereka lecehkan.” Luke kembali teringat pada Anna. Tadi malam, Anna melintasi jalan ini untuk pulang dan berjalan sendirian. Anna tidak punya uang dan pastinya akan berpapasan dengan mereka karena berjalan kaki. “Apa ada jejak siapa pembunuh mereka? Atau kenapa mereka bisa terbunuh? ” tanya Luke. Setidaknya, dia bisa meyakinkan diri, jika Anna tidak terlibat dalam kasus ini. “Sejauh yang kami periksa, preman-preman ini sudah melecehkan wanita dan mungkin juga sudah membunuh wanita itu. Terbukti, kami menemukan sebilah pisau berlumuran darah dI dalam saku salah satu dari mereka, dan juga jejak persetubuhan. Saat ini pun, kami sedang mencari mayat wanita yang sudah menjadi korban Itu.” Mendengar penjelasan polisi itu, Luke semakin resah. Bagaimana jika Anna yang menjadi korban? Tidak. Tidak. Dia tidak akan membiarkan Anna mati di tangan orang lain. Anna harus mati di tangannya. Harus. “Pak, tolong berikan saya informasi baru tentang kasus ini, setiap satu jam sekali,” ucap Luke dan polisi itu mengangguk. Siapa yang berani menolak permintaannya? Dia pastikan kantor polisi akan bangkrut jika berani menolaknya. Rombongan polisi beserta ambulans sudah pergi dari sana. Luke masih terdiam di antara semak itu sambil mengamati sekelilingnya. Siapa tau, ada petunjuk untuk meyakinkannya jika Anna bukanlah korban jiwa. Mata Luke memicing, begitu melihat robekan kain di salah satu dahan semak-semak. Luke mengenali robekan itu. Itu adalah baju Anna. Ya tak salah lagi. Anna memakai warna baju kotak-kotak seperti robekan kain itu. Jika kain itu benar milik Anna, jadi... Astaga. Luke melewati garis polisi dan mengambil robekan kain itu. Dia tidak bisa memastikan atau pun mengambil opini. Tapi jika benar kain itu baju Anna, maka wanita yang sudah menjadi korban kebiadaban tiga pria tadi adalah Anna. Istrinya “Ya Tuhan.” Luke mengusap wajahnya kasar. Tidak menyangka, hasil keegoisannya tadi malam, sudah berhasil membuat nyawa Anna melayang. Bahkan dengan cara yang mengerikan. Tidak! Luke menggeleng cepat. Dia tidak boleh percaya begitu saja sebelum bukti mengarah jelas jika Anna sudah menjadi korban. Dia harus tetap mencari Anna dan membuktikannya sendiri. Luke menghubungi Peter. Saat ini, dia benar-benar butuh bantuan dari Peter. Entah bagaimana komentar Peter nanti. Terserah. Yang penting, dia bisa menemukan Anna dalam keadaan hidup saya baik-baik saja. “Ada apa Luke?” tanya Peter setelah mengangkat panggilannya. “Aku butuh bantuanmu. Aku tidak bisa menemukan Anna. Ada kasus pembunuhan di pinggir jalan, dan aku menemukan bukti jika Anna mungkin saja menjadi korban jiwa. Tolong, Peter. Aku merasa bingung dan bersalah. Jika Anna benar adalah korban, maka aku lah penyebabnya,” jelas Luke panjang lebar. “Baiklah. Aku akan turut serta mencari keberadaan Istrimu. Kau tunggu saja informasi dariku. Oke?” Sambungan itu pun mati. Luke memegang robekan kain itu kuat-kuat. Sungguh dia merasa dilema sekarang. “Maafkan Aku, Ann ...“ lirihnya. Luke kembali ke dalam mobil. Dia harus mencari Anna sampai menemukannya. Jika Anna benar-benar menjadi korban dari preman-preman itu, Jasmine pasti akan membencinya. Dan dia tidak mau, hal itu terjadi. Tiba-tiba, ponselnya kembali bergetar. Dan ternyata, polisi lah yang sedang menghubunginya. “Ada kabar terbaru?” tanya Luke dengan gelisah. Semoga saja, polisi tidak memberikannya kabar buruk yang akan membuatnya menyesal. “Tuan, mayat korban sudah kami temukan dan sudah berada di rumah sakit untuk menunggu keluarganya.” “Apa jenis kelaminnya?” “Seorang wanita Tuan.” Deg! Luke terdiam. Polisi mengatakan jika jenis kelamin si korban adalah wanita? Ya Tuhan, apa Anna sudah benar-benar meninggal? Batinnya. “Aku akan ke rumah sakit, untuk melihat identitas korban.” Klik! Luke memutar arah mobilnya. Dia tidak jadi untuk pulang. Dia akan menuju rumah sakit untuk melihat korban itu adalah Anna atau bukan. Saat ini, mengetahui keberadaan Anna sangat penting untuknya. Beberapa menit kemudian. Luke sudah sampai di rumah sakit. Langkahnya terasa sangat berat, kala seorang polisi mengarahkannya untuk masuk ke ruang mayat yang berada di sana. Tapi, ini sudah menjadi kewajibannya. Dia harus tau, siapa identitas mayat itu sebenarnya. “Silakan Tuan,” ucap seorang polisi—mempersilahkan. Luke mengangguk sembari mendekat ke arah mayat yang ditutupi oleh kain berwarna putih itu. Tangannya terasa enggan untuk membuka kain penutup itu. Bagaimana jika mayat yang saat ini terbujur kaku di depannya adalah Anna? Tidak. Dia belum siap untuk disalahkan. “Tuan, tolong cepatlah. Mayat ini, perlu kami autopsi.” Luke mengusap wajahnya kasar. Kenapa dia harus dihadapkan dalam situasi seperti ini? Memang dia mengharapkan kematian Anna. Tapi, bukan seperti ini caranya. Tangan Luke bergetar kala menyentuh kain putih itu. Dengan gerakan pelan, kain itu Luke buka dan ternyata, “Ya Tuhan... Syukurlah. Dia bukan Anna,” Lirih Luke bernapas lega. Mendapati jika mayat wanita yang menjadi korban pelecehan itu bukanlah Anna, membuat beban yang tadi menumpuk di bahunya, mendadak hilang begitu saja. Luke menutup kain penutup itu lagi. Sebelum melangkah ke pintu keluar, Luke sempat menepuk pundak polisi yang bertugas di sana. “Ungkap identitasnya dan temukan keluarganya,” ucapnya dengan bijak membuat polisi itu mengangguk penuh hormat. Luke melihat ponselnya, begitu ada panggilan dari Peter. “Ya Peter. Ada informasi apa?” “Mayat itu bukan Anna ‘kan?” Luke menghentikan langkahnya. Dari mana Peter tau, jika dia baru saja melihat mayat yang sempat dia curigai sebagai Anna. “Kau mengikutiku? Dari mana kau tau?” tanya Luke dan Peter terdengar tertawa di seberang sana. “Itu bukan tipeku. Cepatlah kesini. Karena saat ini aku sudah menemukan keberadaan istrimu. “ “Wanita t***l itu? Di mana dia?” Luke kembali merasa kesal. Entah kenapa, Anna selalu berhasil membuat darahnya mendidih. “Istrimu berada di hotel dan bersama seorang pria. Kau bisa menemukannya di kamar VVIP nomor 1A.” Rahang Luke sontak mengeras mendengarnya. “Apa?! Dasar wanita berengsek!” umpatnya lalu berlarian cepat menuju mobilnya. Dia benar-benar marah sekarang. Dan Anna lah satu-satunya yang harus bertanggung jawab atas kemarahannya. *** Peter sedang tertawa terbahak. Dia berhasil membuat Luke terguncang atas kejadian menghilangnya Anna dari hasil perbuatannya semalam. Salah siapa, Luke berani melakukan kecerobohan dan tidak mendengarkan nasehatnya? Sekarang lihat ‘kan, apa akibatnya. “Terima kasih sudah membantuku, “ ucap Peter pada salah seorang polisi lewat earphone transparan yang di berikan olehnya. Earphone yang membuat Peter selalu terhubung dengan polisi itu. Peter juga melihat bagaimana raut ketakutan di wajah Luke saat melihat mayat wanita itu lewat kamera berukuran kecil yang juga Peter berikan pada polisi itu. Semua itu adalah rencana Peter. Peter ingin memberikan Luke pelajaran karena sudah bertingkah konyol dengan membawa jalang ke rumahnya dan membahayakan hidup Anna. Anna memang pernah melakukan kesalahan. Tapi, Anna sudah berubah dan sedang berusaha menebus kesalahannya. Luke seharusnya memberi kesempatan. Bukan membalas perbuatan Anna dengan hal yang sama. Tapi, sayangnya. Peter tidak bisa ikut campur terlalu banyak. Anna sudah menjadi istri Luke, dan menjadi tanggung jawab Luke pula. Luke pun tau, kejahatan yang Anna lakukan, semata-mata karena obsesi untuk memiliki dirinya. Bisa-bisa, Luke semakin menyakiti Anna karena mengira Anna masih menyimpan perasaan untuknya. “Bersiaplah untuk kejutanmu selanjutnya, Luxander .... “ *** Luke menyusuri koridor hotel dengan tangan terkepal. Seharian dia mencari Anna, istri tololnya. Dan Anna malah enak-enakan di hotel bersama seorang pria. ‘Wanita sialan! Lihat saja nanti. Aku akan menghancurkan kepalamu juga kepala laki-laki berengsek itu.’ Batin Luke. Luke sampai di nomor kamar yang dia tuju. Dan kebetulan kamar itu tak terkunci. Brak! Luke mendorong pintu itu kuat-kuat, membuat Anna yang sedang terbaring di atas ranjang terkejut melihat kegilaannya. “Lu-Luke?” ucap Anna terputus-putus. Tak menyangka, Luke akan menemukannya dan menghampirinya dengan kemarahan seperti itu. Luke mendekat dan celingak-celinguk tak jelas. “Di mana pria berengsek itu?! Aku akan membunuhnya di depanmu!” “Pria siapa?” tanya Anna tak mengerti. “Selingkuhanmu! Siapa lagi!?” jawab Luke semakin emosi. “Hey pria berengsek! Keluar kau! Akan aku hancurkan kepalamu itu dengan batu!” teriak Luke. “AKU DI SINI LUKE. AMBIL BATUMU DAN HANCURKAN KEPALAKU!” DEG! Luke membatu. Suara tadi berhasil membuat Luke yang tadinya berkoar-koar dengan emosi mencapai ubun-ubun, menciut kikuk. Bukan hanya emosinya yang lenyap. Keberaniannya pun juga terlempar ke dasar lautan. Luke memutar tubuhnya yang sudah kehilangan setan yang tadi merasukinya. “Daddy? Bagaimana Daddy bisa berada di sini?” cicit Luke nyaris tak terdengar. Matilah aku ... Batin Luke frustrasi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD